Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tinggal Sebagai Seorang Santriwati
"Eumm!"
Mata Balqis mengerjap beberapa kali saat mendengar suara bersautan membangunkannya. Dia pun beranjak perlahan masih dengan memegang bekas lukanya karrna masih sakit lalu melihat suara apa itu.
Tap!
Langkahnya terhenti di depan kamar. Matanya menatap Alditra yang tengah melipat sorban. Laki-laki itu sangat tampan pagi ini.
Karena takut ketahuan Balqis pun segera pergi keluar untuk mencari suara yang bersautan itu.
Siapa mereka?
Lagi-lagi Balqis terdiam saat melihat beberapa perempuan berlalu lalang masuk ke mesjid. Mereka memakai mukena putih sampai terkesan horor saat berjalan di tempat yang gelap.
"Sebenernya gue lagi dimana sih ini?"
Balqis memperhatikan tempat sekitar. Dia tidak bisa melihat dengan jelas tempat apa yang diinjaknya sekarang.
"Balqis, aku barusan nyari kamu loh. Ini..."
Balqis tersenyum saat Azizah menghampiri. Kemudian mengambil kain berwarna putih yang disodorkannya.
"Kita shalat subuh berjama'ah ya. yuk?"
Balqis mengangguk saja. Dia pun mengikuti Azizah di belakang dengan ragu.
"Tunggu, Balqis! kamu udah wudhu belum?"
Balqis menggelengkan kepalanya dengan datar.
"Kalo gitu kamu wudhu dulu di sana ya. kalo udah beres, kamu langsung nyusul aja ke mesjid."
Balqis kembali mengangguk manut. Dia pun berlalu ke tempat wudhu yang ditunjuk Azizah tadi. Baru saja dia menginjak tempat wudhu itu, matanya melongo karena semua air rasanya dingin tidak ada yang hangat.
Ck.... Yang bener aja, di pagi buta kayak gini gue harus megang aer dingin. Aarrgghhttt tempat apa sih ini sebenernya?
Balqis yang tidak berani menyentuh air menyilangkan tangannya. Dia berpikir air itu akan menghangat bila ditunggu beberapa menit lagi.
Sudah sekitar 10 menit Balqis menunggu, akhirnya dia pun pergi ke mesjid. Tadinya dia kira airnya akan menghangat, tapi ternyata air itu masih dingin sampai dia terpaksa membasuh wajahnya sambil menggigil.
Tap!
Mata Balqis membulat sempurna. Dia terkejut melihat banyak orang duduk rapih menghadap kiblat.
"Balqis, di sini!" seru Azizah.
Balqis pun tersenyum kecut saat semua mata tertuju padanya. Mereka benar-benar memperhatikannya yang tengah berdiri mematung. Kemudian berjalan melewati mereka menuju Azizah.
"Siapa dia? Kenapa kenal sama Ning Azizah?"
"Apa dia santriwati baru?"
"Mana mungkin! Kalau pun santri baru pasti bakalan langsung pergi ke kobong, tapi kan dia enggak."
Jujur saja Balqis sangat canggung. Apalagi bisikan orang-orang terdengar jelas di telinganya saat ini.
Santri! Maksudnya ini di pesantren? Seriously? Daddy ngirim gue ke pesantren? Yang bener aja?!
Beberapa menit berlalu. Shalat berjama' ah sudah selesai. Kini semua santri membuka Al-Qur'an, mereka mengaji bersama sampai jam 6 pagi.
Balqis yang tidak tahu harus apa ikut mengambil Al-Qur'an, karena sangat tidak memungkinkan untuk dia pergi sekarang. Apalagi jalan keluar dijaga seorang perempuan yang badannya lebih gemuk darinya.
"Anti salah buka surah," ucap seseorang di sebelahnya.
Balqis melirik. Matanya menatap seorang perempuan yang badannya hampir sama dengannya.
"Emang belum nyari kok."
Perempuan itu mengangguk. Dia kembali membaca Al-Qur'an bersamaan dengan yang lain. Sedangkan Balqis, matanya diam-diam membaca nama surah yang tengah dibaca.
"Mau aku bantu nggak?"
Balqis kembali melirik. Kini perempuan barusan tersenyum manis menunjukkan lesung pipinya.
"Nggak usah. Gue bisa sendiri."
Dengan ketidaktahuan, Balqis kembali mencari nama surah itu. Dia sebenarnya terlalu gengsi bila harus dibantu orang lain.
"Biar aku bantu aja ya, biar cepat,"
Perempuan itu mengambil alih Al-Qur' an yang dipegang Balqis. Dia membuka surah yang tengah dibaca. Hanya perlu hitungan detik dia dapat menemukan nama surah itu.
"Emang ini namanya Surah apa?" tanya Balqis.
"Surah Al-Waqiah." perempuan itu menjawab sambil tersenyum. "Aku Melodi. Siapa nama anti?"
"Hah! Maksudnya nama gue?" Balqis menunjuk dirinya.
Perempuan bernama Melodi mengangguk. Kali ini dia tersenyum menunjukkan gigi gingsulnya,
"Oh.. Eu--Balqis." jawab Balqis terbata-bata matanya masih memperhatikan Melodi. Dia benar-benar heran karena perempuan di depannya itu memiliki semua yang diinginkan setiap perempuan.
Gigi gingsul, lesung pipi, imut, manis, semua ada pada dirinya.
Sedangkan dia? Jauh dari kata itu.
"Balqis, apa kamu santriwati baru di sini?"
"Santriwati?!" Balqis terdiam sejenak. "Hmm, iya. Santriwati."
"Kamu dari mana? Kapan sampai ke sini? kok aku nggak tau?"
"Mmhh.. Gue dari jauh sih. Gue aja sampe sini tadi jam 2 maleman, soalnya perjalanan yang ditempuh emang jauh banget."
Balqis terpaksa berbohong. "Mel, emang ini pesantren ya?"
Kening Melodi mengerut mendengar pertanyaannya. "Iya, ini pesantren. Santri di sini juga banyak. Mereka memang dari berbagai daerah."
Balqis mengangguk-ngangguk. "Terus gimana kehidupan di sini?"
"Biasa aja sih. Cuma kita harus patuh sama peraturan yang udah dibuat. Kalau melanggar kita pasti kena hukuman."
"Peraturan!" Balqis paling tidak suka mendengar kata itu. Karena sepanjang dia hidup, dia menolak mengenalnya. "Peraturannya macam apa?"
"Pertama, kita harus bangun subuh untuk shalat berjama'ah. Lalu kita harus membereskan tempat tidur sendiri. Masak sendiri,"
"What? Serius sebanyak itu?"
"Itu sih bukan seberapa. Karena masih banyak peraturan yang diterapkan buat kita."
Hollysh** mampus gue!
Balqis menghela nafasnya. Dia kira akan aman tinggal di tempat ini, ternyata ini membuatnya sangat tidak betah. Dia merasa salah mencari tempat untuk bersembunyi.
Bukannya mengantarkannya pada tempat yang indah, malah mengantarkannya ke pesantren.
"Balqis, apa terjadi sesuatu?"
"No... Nggak apa-apa, Gue cuma pengen pulang. gue nggak betah."
"Kenapa?"
Balqis hanya mengedikkan bahunya, tidak menjawab pertanyaan Melodi. Dia malah beranjak dari duduknya. Kemudian keluar begitu saja.
Gila gila gila... Gue kudu nyari tempat yang lebih aman. Di sini nggak baik buat jantung gue.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 8 pagi. Balqis keluar dari kamar. Dia juga sudah siap akan pergi dari tempat itu sekarang.
Dengan perasaan lega, Balqis meringis sakit karena saat menggeliat bebas merentangkan otot-ototnya bekas jahitannya pun ikut merenggang.
"Auww... Shit... Lupa gue kalo lagi luka" gumamnya kesal.
Detik kemudian, matanya memicing tidak sengaja melihat Alditra tengah membaca buku membelakanginya.
"Cih... samperin ah!" ucapnya dengan wajah tengil.
Tanpa basa-basi, Balqis langsung mengambil buku yang tergelek di meja. Sontak saja hal itu juga membuat Alditra menoleh melihatnya.
Detik kemudian, Alditra memalingkan wajahnya. Bahkan dia memutar roda kursinya menjauh dari Balqis yang menatap kebingungan.
"Heh, kok lo pergi sih? Waaaiitt!"
Karena merasa kesal diabaikan. Balqis menarik kursi roda Alditra.
"Kenapa lo pergi gitu aja? emang muka gue keliatan mau gigit gitu?"
Alditra tetap memalingkan wajahnya. Dia sama sekali tidak melihat Balqis. Bukan karena apa-apa, melainkan penampilannya yang terbuka. Jacket yang kemaren dikenakannya dia lepas dan melilitkannya di pinggangnya.
"Gimana kalo kita kenalan? Siapa tau kita cocok?!"
Alditra masih tidak menjawab. Dia terlihat kesal karena Balqis malah berdiri di depannya.
"Astaghfirullah!"
Balqis menoleh. Dia melihat seorang perempuan sudah tua menghampiri. Dari wajahnya terlihat galak.
"Apa-apaan kamu? Kenapa berpakaian seperti itu di depan putraku? Apa kamu mencoba menggodanya?"
Balqis menunjuk dirinya sendiri. Tuduhan perempuan itu tidak diterimanya dengan baik.
What??? Nggak salah denger gue...
"Ck... Denger ya, nenek tua! Gue itu lagi ngajak om-om ini kenalan, bukan ngegodain dia."
"Di mana sopan santunmu? Kenapa berpakaian seperti itu? Sedangkan ini di pesantren bukan di luaran sana,"
Aaaiiiisshhh!!
Balqis mengorek telinganya. Perkataan perempuan itu membuat pendengarannya terganggu.
Ssshhhhttttt.... Berisik banget sih ni nenek-nenek suaranya..
"Dari mana kamu? Kenapa tiba-tiba ada di rumah ini?"
Hah...
Balqis memutar matanya malas. Kemudian beralih menatap Alditra yang setia memalingkan wajahnya.
"Heh, Om coba lo bilang sama nenek tua ini, kalo semalem gue ke sini sama lo,"
"Apa?"
Perempuan itu menatap tidak percaya. Dia pun menarik tangan Alditra agar menoleh ke arahnya. "Al, bilang sama Umi yang sejujurnya. Apa benar perempuan ini dibawa kamu ke sini?"
"Umi?!" beo Balqis sambil menatap perempuan itu.
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" Azizah yang baru masuk langsung terkejut melihat penampilan Balqis.
Tidak membuat orang terkejut bagaimana? Penampilan Balqis saat ini sangat terbuka. Dia memakai baju yang tanktop, meskipun celananya panjang tapi sangat ketat bahkan perutnya yang terlihat perban pun terekspos, rambut panjangnya tergerai.
"Astaghfirullah, Balqis!"
Azizah mengambil handuk di atas kursi. Dia langsung membungkus badan Balqis agar tidak terekspos.
"kenapa sih?" Balqis menggeliat karena lilitan handuk yang dilakukan Azizah sangat kuat. "Ada apa ini? Emangnya Kenapa?"
"Zizah, siapa perempuan ini? Apa kamu kenal sama dia?"
Azizah mengangguk. "Iya Umi, dia Balqis. Dia baru sampai ke sini semalam bersama aby, rois Ridwan dan Alditra,"
Perempuan bernama Fatimah itu mengerutkan keningnya. "Kenapa Umi nggak dikasih tau kalau semalam aby membawa perempuan?"
"Maaf, Umi! Semalam sudah terlalu larut untuk menghubungi Umi yang pastinya sedang istirahat ," balas Azizah.
"Lalu siapa perempuan ini? Apa dia istri kedua aby?" tanya Fatimah.
"Mohon maaf ya, nenek tua! Gue ini masih gadis, mana mau sama cowok yang udah tua," sela Balqis.
"Zizah, dari mana aby menemukan perempuan ini? Kenapa perkataannya sangat kasar dan tidak sopan?" Fatimah terlihat kesal karena perkataan Balqis yang terlalu ceplas-ceplos.
"Tenang ya, Umi!" ucap Azizah fengan sabar sambil mengusap punggung uminya agar dia tenang dan tidak tersulut emosi. "Balqis, kenapa kamu berpakaian seperti ini?"
"loh emang kenapa? Ini kan baju yang gue pake kemaren, emang salah?" Balqis bertanya balik. "Lagian ini emang pakean gue kayak biasanya juga kok... udah biasa kali,"
Azizah tersenyum mendengarnya. "Tapi Balqis, ini tuh di pesantren. Kamu harus bisa merubah penampilan kamu. Kamu harus menutup semua aurat dari ujung kepala sampai ujung kaki,"
"Ck... Ya ampun, ribet banget sih!" ketus Balqis.
"Zizah, panggil aby agar kembali memulangkan dia," titah Fatimah.
"Siapa yang dipulangkan?"
Balqis menoleh ke sumber suara. Dia melihat seorang pria yang semalam membawanya ke rumah ini. Dia bernama Arsalan.
"Aby, siapa perempuan ini? Kenapa Aby membawanya pulang?" tanya Fatimah.
"Tenang, Umi! Dia adalah putri dari Hans dan alm. Nadin yang Aby ceritakan kemarin," jawab Arsalan.
"Apa Aby serius? Berarti Kalau Balqis putrinya pak Hans yang dititipkan itu--," tanya Azizah.
Arsalan mengangguk. "Beruntung Aby tadi malam bertemu dengannya saat perjalanan pulang, dan Balqis juga sedang--,"
"Tunggu bentar! Apa maksudnya dititipkan?" Balqis tidak mengerti perkataan mereka. "Dan Kenapa kalian kenal sama Daddy?"
"Begini Balqis, kita kenal dengan ayahmu sejak dulu. Beberapa hari lalu, beliau menghubungi kami agar kami bisa menjaga putri satu-satunya. Dia juga bilang, kalau putrinya akan datang ketika terjadi sesuatu," jelas Arsalan.
"Dan semalam kita dihubungi ayah kamu, kalau kamu akan datang. Tapi tanpa menunggu kedatanganmu, kita sudah bertemu terlebih dulu,"
Balqis terdiam. Tanpa harus berkelana mencari alamat, ternyata dia sudah tinggal di alamat yang akan ditujunya. Dan dia juga baru tahu, yang dimaksud ayahnya tentang pergi ke alamat itu. Yaitu memasukkannya ke pesantren.
Anjay, takdir apa ini? Bisa kebetulan gini!
"Mulai sekarang kamu akan tinggal di sini sebagai seorang santri. Kebutuhan yang kamu perlukan akan Azizah bantu membelikannya," ujar Arsalan.
"Jadi ini maksudnya gue nggak bisa keluar dari sini?" tanya Balqis.
Arsalan mengangguk. "Kamu akan tinggal di sini dan tidak bisa pergi dari sini sebelum ayah kamu menjemput."
Hah?
Balqis melongo. Dia tidak percaya harus tinggal di tempat penuh peraturan ini. Mimpi yang sangat buruk untuknya.
Haaahh... What??? Cobaan apalagi ini?? Daddy nggak bercanda kan? seorang Balqis Nadira Aini jadi Santri? Nggak... Nggak mungkin. Gue nggak bisa tinggal di sini. Apalagi gue harus pake baju kayak mereka. Itu bakalan buat jantung gue nggak aman. Pokoknya gimanapun caranya gue harus bisa kabur dari sini.