Follow IG : base_author
Membaktikan kehidupannya untuk imamnya, peran yang dilakoni Thalia Ruth selama 4 tahun menjalani hidup berumah tangga dengan Andre Miles, suaminya. Di tinggallkan kedua orang tuanya karena kecelakaan menjadikan Thalia yang yatim piatu sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Andre dengan kepercayaan yang tanpa batas. Bagaimana Thalia menjalani kehidupannya setelah Andre mencampakkannya setelah memperoleh semua yang diinginkan?? bahkan ibu mertua pun mendukung semua perbuatan suaminya yang ternyata sudah direncanakan sejak lama.
Menjadi lemah karena dikhianati atau bangkit melawan suaminya... manakah yang dipilih Thalia?
Siapkan tisu dan alat tempur sebelum membaca 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 2
"Apa hari ini kamu akan pulang telat lagi, Mas? " tanya Thalia sambil mengaitkan setiap kancing kemeja Andre hingga terpasang sempurna.
Selain memanjakan Andre dengan makanan kesukaan suaminya, Thalia juga memberikan perhatian-perhatian kecil, seperti yang ia lakukan saat ini, sebagai bentuk rasa sayangnya kepada sang suami.
"Aku akan usahakan pulang cepat."
"Benar ya, Mas?"
Andre mengangguk, Thalia pun tersenyum lebar, memperlihatkan gigi putihnya, berharap kali ini Andre akan menepati ucapannya.
Thalia merindukan kebersamaan dengan suaminya yang akhir-akhir ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaan daripada dengannya. Sudah satu bulan ini suaminya selalu pulang larut, tepatnya saat Thalia sudah terlelap. Itupun atas perintah Andre yang meminta Thalia tidak menunggu dan meminta Ia untuk tidur lebih dulu.
Thalia tidak pernah melayangkan protes. Justru Ia berusaha memaklumi apalagi Thalia tahu jika suaminya sibuk dengan pabrik yang baru dibangun di daerah Malang.
"Oke, aku akan memasak untuk makan malam kita." Thalia tidak memudarkan senyumannya. Ia mengambil alih dasi satin dari tangan Andre kemudian memasangkan di leher suaminya. "Mau dimasakin apa?" tanya Thalia disela aktivitasnya.
"Kare ayam, perkedel, sama sambal goreng ebi." Jawabnya.
"Oke." Thalia menyimpulkan dasi, dengan Andre mengaitkan kancing di bagian lengannya. "Sudah selesai, sebaiknya kita turun sekarang."
Sepasang suami istri itu menuruni anak tangga dengan saling bergandengan tangan menuju ruang makan. Sesampainya, Andre melepaskan tautan tangan mereka. Pria itu berinisiatif menarik kursi untuk Thalia.
"Manisnya. Terimakasih Mas." Thalia mendaratkan bokongnya sambil tersenyum mendapatkan perhatian lebih dari Andre.
Thalia menyendokkan nasi goreng dari wadah, memindainya ke piring Andre beserta kerupuk dan juga acar. "Sudah cukup sayang. " Andre menahan tangan Thalia yang hendak menyendokkan lagi nasi untuknya. Tidak memungkinkan ia sarapan dengan porsi yang banyak, sedangkan Mona membawakannya sarapan dengan menu yang sama.
Thalia mengerutkan keningnya. "Tumben sekali Mas makan hanya sedikit. Apa perut Mas bermasalah?" tanya Thalia khawatir, mengingat jika Andre mempunyai masalah pada lambung.
"Tidak sayang." Andre menggenggam tangan Thalia, lalu mengusapnya dengan ibu jarinya. "Mendadak Mas tidak berselera." Lanjut Andre memasang wajah memelas yang dibuat-buat, hanya untuk mengelabui Thalia.
"Apa ada masalah di kantor?" Thalia melayangkan lagi pertanyaannya seraya memerhatikan wajah Andre.
"Tidak ada." Sahut Andre sambil menggeleng samar. "Entahlah, Mas juga bingung."
"Kalau begitu, aku akan membuatkan jus untukmu, Mas." Thalia ingin bangun, lagi-lagi Andre menahannya.
"Tidak perlu sayang, baiknya kita sarapan." Ajak Andre.
Tidak menaruh curiga, Thalia menuruti perintah Andre. Thalia mendaratkan bokongnya kembali di atas kursi. "Siang nanti aku akan pergi ke panti, Mas." Thalia menyendokkan nasi, kali ini memindai ke atas piringnya.
"Pergilah, sayang. Jangan lupa, penuhi kebutuhan anak-anak disana."
Thalia menatap suaminya dengan kagum. Satu lagi sikap Andre yang paling Thalia suka, sikap dermawan suaminya. Memiliki harta yang melimpah tidak membuat Andre perhitungan. Justru sebaliknya, Andre kerap berbagi kebaikan dengan orang lain dan membantu orang-orang yang kesusahan.
"Iya Mas. Nanti sebelum ke panti, aku akan mampir ke Swalayan." Ujar Thalia
"Ayo kita sarapan." Ucap Andre menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Bergumam lezat, merasakan masakan Thalia yang diakuinya sangatlah enak. Sewaktu mereka berpacaran, Thalia kerap mengikuti kelas memasak sehingga membuat Thalia menguasai ilmu aneka masakan dari berbagai daerah.
Mereka sarapan diselingi obrolan ringan diantara mereka, sampai sarapan selesai. Andre mengambil gelas berisi air putih yang ada di depannya kemudian meneguknya.
"Masakanmu selalu menjadi favorit, Sayang." Andre mengecup pipi Thalia membuat pemilik kulit putih itu merona. "Terimakasih."
"Mau aku antar bekal makan siang?" Tawar Thalia
"Tidak perlu sayang. Hari ini, aku di undang makan siang oleh Pak Irwan."
Andre memeriksa arlojinya, jarum pendek sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas. "Aku harus berangkat sekarang, Sayang. Khawatir macet."
Sepasang suami istri itu berdiri bersamaan. Thalia mengambil tas serta jas Andre yang tadi ia sematkan di sandaran sofa, kemudian memberikannya kepada Andre.
Seperti biasanya, Thalia mengantar Andre sampai depan rumah. "Hati-hati berkendara dan jangan lupa memberi kabar." Ucap Thalia mengusap punggung suaminya.
"Baiklah Nyonya Miles," Andre mencubit pipi Thalia, "begitu sampai, Aku langsung menghubungimu. Already miss you."
"I miss you too."
Andre memberikan kecupan lagi di bibir Thalia yang dibalas oleh Thalia sebelum masuk ke dalam mobil.
Andre menurunkan kaca mobil, pria itu tersenyum.
"Jangan lupa dengan pesanku loh, Mas." Thalia mengingatkan lagi.
"Iya Sayang, aku akan memberimu kabar. Aku pergi dulu." Andre menekan klakson, lalu melambaikan tangannya, kemudian pria itu melajukan kendaraan roda empatnya itu. Sesuai dengan janjinya kepada Mona, Andre langsung menuju apartemen yang di tempati Mona. Apartemen yang dibelinya setelah dua bulan mereka merajut kasih.
Thalia berdiri sampai mobil yang dikendarai Andre keluar dari pagar kemudian Ia kembali ke kamar. Thalia menarik laci meja mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya kemarin.
Sudah 10 hari, Thalia terlambat datang bulan, mendatangkan harapan memiliki buah hati. Segera, ia melakukan tes kehamilan.
Beberapa menit kemudian, Thalia mengangkat alat tes kehamilan itu dari cawan berisi urine. Ia memerhatikan tes pack tersebut. Hanya terdapat satu garis. Harapan yang sempat timbul di hatinya seketika runtuh, bersamaan dengan air mata yang menetes.
"Istrimu itu mandul, Nak. Dia tidak akan bisa memberikan keturunan untukmu. Lebih baik kamu tinggalkan dia, lalu menikah lagi."
Tiba-tiba ucapan dari Ibu mertuanya terngiang lagi di dalam pikiran Thalia. Dadanya semakin terasa sesak, seolah pasokan oksigen di dekatnya menipis. Thalia menutup wajah dengan telapak tangannya, ia menangis menumpahkan kepedihannya.
Meskipun Andre sosok pria yang sangat menyayanginya, dan tidak pernah menuntut keturunan, tetap saja kehadiran anak akan menjadi pelengkap rumah tangganya bersama Andre.
Pernah terbesit dalam pikirannya untuk mengadopsi seorang anak, namun keinginannya itu ditentang Ibu mertuanya. Bukannya didukung, Ibu mertuanya justru meminta agar Ia melepaskan Andre. Yang benar saja.
Thalia menarik napas panjang, memikirkannya semakin membuat Thalia bersedih dan tertekan. Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan, bukan? dan yang Thalia lakukan selama ini, ia bersabar dengan takdir yang di berikan Tuhan untuknya. Thalia yakin, setelah badai ada pelangi yang datang membawa keindahan.
Seperti itulah konsep kehidupan. Disaat ujian datang, disitulah Tuhan sedang menunjukkan cintaNya.
Thalia mengusap air mata. Ia beranjak dan bersiap untuk pergi ke panti asuhan.
Ya, panti asuhan adalah tempat favoritnya untuk mencari kesenangan dan ketenangan. Bermain bersama anak-anak yang tinggal di panti, akan membuat perasaannya jauh lebih baik.
drpd jadi babu yg bikin menderita mnding pulang Mona,aku yakin ortu pasti mau nerima kamu lagi.