Tara Azhara Putri Mahendra—biasa dipanggil Tara—adalah seorang wanita muda yang menjalani hidupnya di jantung kota metropolitan. Sebagai seorang event planner, Tara adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kesibukan dan tantangan, tetapi dia selalu berhasil melewati hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Dikenal sebagai "Cewek Tangguh," Tara memiliki semangat pantang menyerah, kepribadian yang kuat, dan selera humor yang mampu menghidupkan suasana di mana pun dia berada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
Pagi itu, Tara Azhara Putri Mahendra kembali disambut oleh suara bising kota yang tidak pernah tidur. Dia menarik napas dalam-dalam saat berdiri di jendela apartemennya, menikmati pemandangan kota yang selalu sibuk. Hari baru, tantangan baru. Tapi, hari ini, ada sesuatu yang berbeda dalam hatinya—perasaan yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.
Tara meraih ponselnya dan kembali membuka akun Instagram Adrian Darmawan Nugraha. Ada sesuatu yang menarik dari pria itu, meski Tara tidak bisa menjelaskan apa. Dia tidak biasanya terpengaruh oleh penampilan seseorang di media sosial, tapi Adrian memiliki aura yang berbeda. "Kenapa gue jadi penasaran, ya?" gumamnya sambil mengerutkan kening.
Ponsel Tara berdering, membuyarkan lamunannya. "Ya, halo?" sapanya sambil melirik nama di layar. Ternyata itu Santi Anggraini Pramuditha, sahabat sekaligus rekan kerjanya.
“Tar, udah siap belum buat ketemu klien pagi ini?” suara Santi terdengar ceria di seberang sana.
“Pasti dong, gue udah siap dari tadi! Lu sendiri gimana?” balas Tara dengan semangat palsu. Dia sebenarnya belum sepenuhnya siap, tapi siapa yang peduli? Tara selalu berhasil keluar dari situasi sulit dengan improvisasi.
“Gue udah di jalan nih, bentar lagi nyampe kantor. Jangan lupa ya, kita harus bikin presentasi yang keren buat klien kali ini. Mereka katanya agak rewel, jadi kita harus bisa bikin mereka terpukau,” kata Santi dengan nada serius.
“Tenang aja, San. Kita udah sering kok menghadapi klien yang lebih rewel dari ini. Gue yakin mereka bakal suka sama konsep kita,” jawab Tara sambil tersenyum. Meski ia berbicara dengan percaya diri, di dalam hatinya, Tara tahu kalau proyek kali ini adalah salah satu yang paling menantang.
Setelah menutup telepon, Tara segera bersiap-siap. Mengenakan blazer hitam kesayangannya dan sepasang sepatu hak tinggi, dia merasa siap menghadapi dunia. Saat tiba di kantor, Santi sudah menunggunya di depan pintu.
“Wah, lu keren banget hari ini, Tar! Siapa nih yang mau dipikat?” goda Santi sambil tersenyum lebar.
“Ya elah, San, gue emang selalu keren kok,” balas Tara sambil tertawa. “Ayo, kita siap-siap, kliennya udah di ruang meeting.”
Mereka berdua berjalan menuju ruang meeting, di mana Nadia dan Yuni sudah menunggu. Di atas meja, laptop dan proyektor sudah siap menampilkan presentasi yang telah mereka susun semalam.
“Kliennya baru aja datang, mereka kelihatan serius banget,” bisik Yuni saat Tara dan Santi masuk.
“Oke, kita harus kasih yang terbaik. Let's nail this!” ucap Tara dengan penuh semangat.
Presentasi pun dimulai. Tara memimpin dengan karisma dan gaya khasnya yang percaya diri. Konsep "Malam Bintang" yang ia usulkan sebelumnya diterima dengan baik oleh timnya, dan sekarang saatnya meyakinkan klien. Dengan penuh semangat, Tara menjelaskan bagaimana mereka akan mengubah ruangan menjadi langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, menciptakan suasana yang romantis dan magis.
“Jadi, bayangkan ketika para tamu masuk, mereka akan langsung merasa seperti berada di bawah langit malam yang penuh bintang. Lampu-lampu kecil yang menggantung akan memberikan efek kilau yang indah, dan suasana akan terasa begitu intim dan mempesona,” jelas Tara dengan senyum lebar.
Para klien, yang awalnya terlihat kaku dan tegang, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan. Mereka saling berpandangan, mengangguk setuju, dan Tara bisa merasakan ketegangan di ruangan mulai mencair.
“Ini adalah ide yang sangat menarik. Kami suka dengan konsepnya,” kata salah satu klien dengan senyum puas. “Tapi, bagaimana dengan hiburannya? Apa yang akan kalian suguhkan untuk para tamu?”
Tara sudah siap dengan jawaban itu. “Untuk hiburan, kami akan menghadirkan band akustik yang akan memainkan lagu-lagu romantis sepanjang malam. Mereka akan menyesuaikan repertoar dengan suasana, membuat malam semakin sempurna.”
Nadia dan Yuni, yang duduk di sebelah Tara, ikut menambahkan detail-detail lainnya, sementara Santi menunjukkan visualisasi konsep melalui slide yang mereka siapkan. Presentasi berlangsung lancar, dan Tara merasa puas melihat klien mereka semakin tertarik.
Setelah presentasi selesai, klien mereka berdiri dan mengucapkan terima kasih. “Kami akan mempertimbangkan tawaran ini, dan mungkin kita bisa bekerja sama untuk acara berikutnya,” kata salah satu klien sebelum mereka meninggalkan ruangan.
Begitu pintu tertutup, Santi langsung melonjak dari kursinya. “Yes! Mereka suka banget, Tar! Lo bener-bener jago!”
Tara tersenyum lega. “Gue bilang juga apa, kita pasti bisa. Thanks buat kalian semua yang udah kerja keras.”
“Sekarang saatnya kita merayakan kemenangan kecil ini,” kata Yuni sambil merapikan dokumen di atas meja. “Kita makan siang di tempat biasa?”
“Setuju! Gue udah laper banget,” jawab Nadia sambil menggandeng Tara keluar ruangan.
Mereka berjalan keluar kantor dan menuju kafe kecil di sudut jalan, tempat biasa mereka menghabiskan waktu istirahat. Di sana, mereka memesan makanan favorit mereka dan mulai bercanda satu sama lain, menikmati momen tanpa tekanan pekerjaan.
Sambil menikmati makanannya, pikiran Tara tiba-tiba melayang kembali ke akun Instagram Adrian. Sejak pagi tadi, dia tidak bisa berhenti memikirkan pria itu. Ada sesuatu tentang Adrian yang membuatnya penasaran, meski dia tidak tahu apa itu. Tapi Tara bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta pada pandangan pertama, atau dalam hal ini, pada pandangan pertama di Instagram.
“Eh, Na, gimana si Adrian yang lu omongin kemarin? Masih kepikiran sama gue?” tanya Tara tiba-tiba, membuat Nadia yang sedang minum kopi hampir tersedak.
Nadia tertawa kecil. “Gue tahu lu pasti penasaran! Gue sih yakin dia bakal tertarik sama lu kalau lu coba ngobrol sama dia.”
Tara mengerutkan kening, berusaha menyeimbangkan antara rasa penasaran dan keengganannya untuk terlibat dalam sesuatu yang tidak pasti. “Gue nggak tahu, Na. Gue nggak biasa ngedeketin cowok lewat Instagram. Terlalu aneh aja rasanya.”
“Eh, zaman sekarang, banyak kok yang ketemu jodoh lewat sosmed. Lu jangan terlalu skeptis,” timpal Santi sambil mengunyah sandwich-nya.
Yuni, yang sedari tadi diam, tiba-tiba ikut bicara. “Tar, kadang lo harus coba sesuatu yang baru. Gue nggak bilang lo harus langsung serius, tapi coba aja kenalan. Nggak ada ruginya, kan?”
Tara mengangguk pelan. Mungkin benar, sesekali mencoba hal baru tidak ada salahnya. “Oke, gue bakal coba kenalan. Tapi gue nggak janji apa-apa ya, ini cuma iseng aja.”
Senyum lebar terukir di wajah Nadia dan Santi. Mereka tahu Tara bukan orang yang mudah tertarik pada seseorang, jadi ini adalah langkah besar baginya. Namun, bagi Tara, ini lebih seperti eksperimen—sebuah cara untuk melihat bagaimana hidup bisa menjadi sedikit lebih menarik.
Hari itu, setelah kembali ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya, Tara pulang ke apartemennya. Dengan perasaan campur aduk, dia membuka Instagram lagi dan mencari akun Adrian. Setelah beberapa detik ragu, dia memutuskan untuk mengikuti akun tersebut.
“Yah, apa salahnya mencoba,” gumam Tara sambil menekan tombol ‘Follow’. Perasaan aneh menggelitik hatinya—campuran antara penasaran, gugup, dan sedikit antusias.
Setelah itu, dia menutup ponselnya dan memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Hidup di kota besar sudah cukup sibuk tanpa menambahkan drama cinta ke dalamnya. Namun, Tara tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang semakin besar. Ada sesuatu dalam diri Adrian yang menarik perhatiannya, meski dia tidak bisa menjelaskan apa itu.
Tanpa disadari, kehidupan Tara mulai berubah sejak hari itu. Dunia yang selama ini hanya berputar di sekitar pekerjaan, teman-teman, dan mimpinya, kini mulai membuka pintu baru—pintu yang mungkin akan membawa tawa baru, tantangan baru, dan mungkin juga, cinta yang selama ini dia anggap remeh.