[ARC 1] Demallus-Hellixios-Rivenzha
Seorang perempuan terbangun di dunia lain dengan tubuh orang asing. Tak cukup dengan tak mengingat kehidupannya di masa lalu, sejak ia datang ke dunia itu, situasinya kacau.
Di kehidupan itu, nyawanya juga akan hilang hanya dengan satu kata dari seorang raja atau kaisar.
Namun, ia menemukan berbagai hal luar biasa dalam perjalanan, seperti makhluk sihir, teman seperjalanan yang menarik, dan alasan sekecil apa pun untuk bertahan hidup.
Meski tak terlalu dihargai, ia juga tak begitu peduli. Tapi kegelapan tak diketahui perlahan memanggilnya. Seolah memaksa melukai orang-orang yang mulai ia anggap berharga.
"Jika Anda menimbulkan kekacauan dan pergi ke jalan kegelapan di masa depan. Apa Anda bersedia membunuh diri Anda sendiri?"
Akankah kematian menjadi satu-satunya hal yang menunggunya lagi?
Give Me a Clue: Why Should I Stay Alive?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2. Bangunan Kuno
Saat perempuan itu melihat sekeliling, tepat di depannya ada bangunan yang tampak kuno. Nexa sudah sepenuhnya yakin, dirinya berada di dunia lain.
"Penampilan Anda harus diperbaiki," kata orang yang membawanya, ia mengeluarkan sebuah tongkat yang terlihat unik, di ujung tongkatnya terdapat setengah bintang yang berpola retakan. Lalu, ia menggumamkan sesuatu seperti mantra.
Sebelum Nexa tahu apa yang terjadi, suatu kabut hitam disertai kilauan mengelilingi tubuhnya. Hawa yang hangat terasa menyentuh setiap inci kulitnya.
Setelah kabut itu perlahan memudar, pakaiannya sudah berganti menjadi gaun putih yang menjuntai sampai bawah mata kaki. Ia rasa tubuhnya juga sudah terasa bersih. Meskipun rasa sakit yang ia rasakan sama sekali tidak berkurang. Selain itu, luka lebam dan lecet di sekitar tangannya masih ada.
"Ini hanya sihir untuk memperbaiki penampilan, tidak termasuk penyembuhan," ucap pria itu seolah bisa membaca isi pikirannya.
Meski untuk sesaat, rasa takut yang ia rasakan sejak tadi teralihkan rasa kagum oleh sihir yang dilakukan pria itu. Apa selanjutnya? Sihir apa yang akan ia lihat lagi? Apa ia bisa melakukannya juga? Begitulah kira-kira isi pikirannya.
"Terakhir."
Ia menutup mata Nexa dengan tengannya. Saat perempuan itu membuka mata, ia mundur kaget karena berada di tengah ruangan luas seperti altar, dan di tempat yang seperti tribun banyak sekali orang yang tak terhitung jumlahnya. Rantai dan kakinya sudah terikat lagi ke tiang yang ada di sana. Tatapan mereka terarah padanya bagai binatang buas. Membuat tubuhnya menggigil begitu saja, menyadari mereka seolah melihatnya sebagai mangsa. Tribun menjadi cukup berisik.
Orang yang mengantarnya tadi tidak ada.
"Lepas rantainya." suara bariton itu terdengar entah dari mana, membuat suara lainnya menghilang.
Namun saat pandangan Nexa menyapu seluruh ruangan, dapat ia lihat singgasana yang tampak mencolok diduduki seseorang, pria dengan rambut hitam panjang.
Lantai tempat Nexa berpijak berbentuk lingkaran berdiameter cukup kecil dengan tiang dua sampingnya. Selain itu terdapat lubang besar yang memisahkannya dengan orang di tribun.
Lalu, muncul sebuah jembatan berbentuk lingkaran-lingkaran kecil ke arahnya yang sebelumnya tidak ada. Seseorang di samping orang yang duduk di singgasana turun ke jembatan itu dan melangkah ke arahnya.
Setelah melangkah cukup lama diikuti keheningan yang mencekam. Orang itu berada di depan Nexa. Rambutnya berwarna putih, matanya berwarna hijau menyala, namun seperti mata reptil.
"Kau bahkan masih berani menatap dengan angkuh," katanya.
Nexa bahkan tidak tahu siapa identitasnya yang asli. Sementara itu, mungkin pria di depannya lebih tahu banyak tentangnya-lebih tepat tubuh yang ia rasuki.
"Tidak ada yang menyangka gadis buangan kotor, akan menjadi utusan agung, utusan agung campuran ras iblis? Sungguh tidak terduga, dewa sepertinya sudah putus asa dan akan meninggalkan dunia ini."
Orang-orang di tribun tertawa.
"Setidaknya sebelum itu terjadi, kau akan menghabiskan seluruh kekuatan yang kau miliki untuk melepaskan kutukan kami. Itu seharusnya jadi suatu kehormatan untuk orang buangan."
Sayangnya, selain tidak memahami situasi macam apa sekarang karena tidak mengingat situasi novel mana yang seperti ini dan tidak memperoleh ingatan karakter ini, Nexa tidak tahu cara melepaskan mereka dari kutukan? Lagi, satu hal yang Nexa tangkap, apa maksudnya ia ras iblis?
Setidaknya, sekarang perempuan itu cukup tahu, bahwa ia dibawa ke sana untuk mengusir atau melepaskan kutukan.
Lalu, rantai di tubuhnya lepas. Nexa pikir itu disebabkan si orang berambut putih karena matanya sempat mengkilat bercahaya, berubah warna menjadi kuning. Tubuh Nexa terasa lemas, ia jatuh luruh di lantai. Pria berambut putih itu mengeluarkan tongkat dari tangannya, di atasnya terdapat permata hijau yang seperti dililit tongkat itu.
Ia mengayunkan tongkatnya ke arah Nexa sambil merapalkan sesuatu, hawa hangat terasa melingkupi tubuhnya. Lalu, perempuan itu mengerang karena kepalanya terasa begitu sakit seolah akan pecah. Tapi seiring itu, potongan memori dirinya di masa lalu yang hidup di bumi, berputar samar di kepalanya, seolah kabut yang menghalangi menghilang, bahkan sesuatu yang ia lupakan sepertinya teringat kembali, ingatan masa kecil sumber mimpi buruknya. Namun, Nexa hanya seolah melihat film tanpa suara saja, orang-orang itu, yang berlalu lalang di hidupnya, ia tidak mengingat mereka. Lalu semua menghilang, ia masih tidak ingat siapa namanya di kehidupan sebelumnya. Hanya beberapa potongan memori yang bisa ia ingat tanpa tahu detailnya.
Kepalanya semakin sakit hingga ia berteriak semakin kencang. Nexa melihat sesuatu, sesuatu yang mengerikan. Sesuatu yang sepertinya bukan ingatannya.
"Tidak ... tidak ..." gumamnya.
Seseorang dibakar, yang lain ada yang kepalanya dipenggal di depannya, api semakin berkobar, panah-panah yang beterbangan dan pedang yang berlumuran darah, orang-orang itu menyeringai dan tertawa sembari memberi cambukan, orang-orang yang digantung di dinding menjadi santapan makhluk buas. Nexa pikir ia sudah memejamkan matanya, tapi ia masih bisa melihat itu.
Sakit ..., tolong ..., kenapa tubuhnya sangat sakit? Penglihatannya kabur.
"Sakit ...., Ibunda ...., Ibunda ....," Nexa mendengar sebuah suara entah darimana.
Lalu, semuanya hilang, gelap ....
Tubuhnya terasa sedikit lebih ringan. Saat ia membuka mata, tempat seperti altar tadi berubah. Orang berambut putih itu sudah tidak ada di dekatnya lagi. Tubuhnya gemetar, Nexa mungkin telah melihat ingatan tubuh dari orang yang ia rasuki. Cairan bening dan hangat mengalir di pipinya.
Sementara itu, di depannya terdapat sebuah busur, lingkaran-lingkaran lantai yang sebelumnya tidak ada muncul mengelilingi tempatnya berpijak.
"Sebentar lagi bulan hitam akan sepenuhnya muncul. Penantian panjang akan segera terbayarkan. Setelah tepat 550 tahun utusan dewa tidak muncul, ia kini berada di depan kita dengan darah kegelapan dan suci yang mengalir di tubuhnya. Dia akan mengorbankan dirinya untuk memurnikan jiwa kekaisaran Demallus dengan sihir khusus milik utusan agung."
Suara bariton itu kembali terdengar.
"Pemurnian akan segera dilakukan. Golongan yang disebutkan akan menempati lingkaran-lingkaran altar."
Nexa berusaha berdiri dan mencerna kata-kata itu. Ia pikir orang dengan suara bariton di singgasana itu adalah kaisarnya. Ia masih mengatakan satu dua hal. Tubuhnya sekarang sudah tak begitu sakit lagi. Ingatan si pemilik tubuh asli masih terbayang jelas. Orang yang dirasukinya mungkin telah mengalami penderitaan luar biasa. Meskipun sebelumnya Nexa sama sekali tidak merasakannya, kini perempuan itu merasakan kebencian dan dendam yang tersisa dari tubuh yang ia rasuki. Seolah ingin membunuh semua orang yang ada di sini.
Ia melangkah ke arah busur panah disimpan di atas sebuah meja batu dan mengambilnya. Tapi tidak ada anak panah yang ada di sana.
"Malam ini yang kita tunggu, utusan agung dan malam bulan hitam, pemurnian jiwa kekaisaran Demallus."
Orang-orang di tribun bersorak. Kemudian, kaisar berdiri di salah satu lingkaran dengan orang lainnya. Sekarang satu lingkaran sudah diisi masing-masing satu orang.
Malam menjadi semakin gelap, bulan menjadi hitam seperti terjadi gerhana. Di sekeliling bulan hitam itu, terdapat lingkaran putih. Jeritan dan rintihan di sekeliling Nexa terdengar. Angin semakin berhembus kencang tapi sama sekali tak memadamkan api obor di sekitar, ada juga bola-bola bercahaya di dinding. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi suasana yang mencekam.
Nexa ketakutan dan memundurkan langkah hanya untuk mendapati dirinya tak bisa kemana-mana dan hanya akan terjatuh ke lubang hitam yang seolah tanpa dasar.
Perempuan itu mengangkat panah yang ia pegang saat jeritan di sekelilingnya semakin ramai dan pilu.
"Apa ini? Kenapa permurniannya tidak dimula-aargh!"
"Dia harus menembakkan panahnya!"
"Apa dia sengaja?! Utusan agung sialan!"
"Tembakan panahnya!"
"Mulai pemurnian!"
Dari tempatnya, Nexa tak bisa begitu jelas melihat siapa saja yang berdiri di lingkaran-lingkaran di sekelilingnya. Yang jelas, perlahan mata setiap orang yang mengelilinginya menjadi merah terang, mengarah ke arahnya seolah benar-benar ingin membunuh.
Meski tak tahu apa yang harusnya ia lakukan, tubuh Nexa seolah bergerak sendiri tanpa kehendaknya, perempuan itu bahkan merasa belum pernah memanah. Pengetahuan yang tak ia ketahui muncul begitu saja di kepalanya. Tubuhnya terasa dingin.
"Seribu mata panah, pemurnian jiwa," ucap perempuan itu dengan posisi sempurna hendak menarik busur hendak memanah.
Angin di sekitarnya berkumpul, lebih kencang, cahaya muncul dari busur yang ia pegang dan di sekelilingnya muncul banyak panah berwarna merah terang yang kemudian bergerak cepat menghunus setiap orang yang berdiri di lingkaran-lingkaran itu.
Bersamaan dengan panah yang menghunus mereka. Tubuh Nexa terasa agak melemas seolah apa yang baru saja ia lakukan dapat menguras energinya. Orang-orang yang terkena panahnya berhenti menjerit setelah beberapa detik anak panah itu mengenai mereka, lalu panah cahaya merah itu hilang begitu saja bersamaan dengan asap hitam yang keluar dari tubuh mereka. Samar-samar Nexa bisa melihat semua di balik remang cahaya.
Sama seperti sebelumnya, tubuhnya bergerak sendiri, kembali membuat posisi ingin menembakkan panah. Meski tak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Tubuhnya terasa dingin lagi.
"Kita sudah dimurnikan, aku tidak kesakitan lagi!" Nexa mendengar suara itu dengan jelas di antara banyak suara dan jeritan.
"Saatnya pergantian!"
"Seribu mata panah, pemurnian jiwa."
"A-apa yang dia lakukan? Ini belum berganti. Jika terkena panahnya dua kali kita akan lenyap!"
"Ini akan sia-sia, kita masih perlu kekuatannya. Segera gan-"
Tangan perempuan itu melepas tali busur, menembakkan panah-panah sihir lagi untuk kedua kalinya dan jelas apa pun yang ia lakukan, itu cukup menguras energinya. Nexa melihat orang-orang yang sebelumnya berdiri di lingkaran menghindari panahnya. Namun ternyata meskipun begitu, panah itu masih mengejar dan mengenai beberapa dari mereka. Tapi, ada bayang-bayang yang bergerak gesit di antara kekacauan itu.
"Penyusup! Ada penyusup!"
"Jangan biarkan siapa pun yang telah dimurnikan lolos!" Teriakan seorang pria asing terdengar jelas.
Kilatan beberapa cahaya datang dari atas bangunan yang menampakkan langit gelap.
"Penyusup!!! Lindungi yang mulia dan keluarga kekaisaran! Tahan utusan dewa!"
Seketika suasana menjadi lebih kacau. Terjadi beberapa ledakan dan orang-orang terpental, kabut bermacam warna muncul dari tongkat yang mereka gunakan. Beberapa makhluk seperti monster yang seharusnya hanya ada di dunia fantasi, kini Nexa lihat dengan mata kepalanya sendiri.
Di tengah kekacauan itu, beberapa orang mencoba mendekat ke arahnya. Tapi selalu digagalkan oleh satu dan yang lainnya. Dapat ia lihat orang yang mungkin merupakan si penyusup, adalah orang-orang berjubah hitam dan menutupi sebagian wajah mereka. Seperti orang bermata ungu sebelumnya yang membawa ia ke tempat itu dengan sihir teleportasi.
Orang berambut putih dengan mata seperti reptil sudah ada di dekatnya, dia terkena panah di awal, parasnya tampak agak berubah tapi Nexa tak punya banyak waktu untuk memikirkan perubahan itu. "Utusan dewa sialan! Kau akan membayar mahal untuk ini!" teriaknya lalu memegang lengan Nexa dan meremasnya dengan kasar.
Nexa jadi bertanya-tanya, memangnya ia melakukan apa?
Beberapa detik kemudian, perempuan itu menatap sekitar dan sadar sudah tak lagi berada di dalam bangunan. Mungkin dirinya dibawa kabur. Ia dipangku seperti karung beras.
"Kalian lindungi aku, kita harus sampai ke kuil!" Titah orang yang membawanya.
Ternyata ada beberapa orang yang mengikuti mereka. Tapi tak lama setelah itu, terdengar ledakan di depan dan belakang. Lalu tubuh Nexa terlempar beberapa meter sampai menghantam sebuah pohon, telinganya berdengung, kepalanya sakit begitu pula dengan tubuhnya.
Sebelum Nexa menstabilkan kondisinya, orang berjubah berhasil mendekati perempuan itu. Ia menarik Nexa agar berdiri.
"Tangisan dewi, air mata penyembuh," ucapnya, lalu beberapa detik kemudian, tubuh Nexa tak lagi terasa lemas dan tak sakit.
"Pergilah! Aku akan menahan mereka. Berlari lurus sampai menemukan suatu cahaya di ujung hutan. Seberangi perbatasan!" Nexa yang sebelumnya terdiam membeku mulai kembali mengendalikan diri.
Jika begitu, berarti ia harus kabur. Walau Nexa tak mengenalnya, seseorang yang menyembuhkan akan lebih baik daripada seseorang yang menahan dan menyiksanya. Ia buru-buru melangkah pergi dan mulai berpikir harus menyelamatkan dirinya sendiri. Jika tempat itu memang dunia lain di dalam novel, ia harus bisa mengendalikan dirinya dan keluar dari situasi yang kacau.
Nexa harus menyeberangi perbatasan dulu entah di mana pun itu, seperti yang orang berjubah bilang. Di belakangnya, terdengar suara jeritan, besi yang beradu, dan ledakan terdengar.
"Kau! Aku akan menangkapmu!" teriak seseorang begitu keras jauh di belakang, tapi itu lebih dari cukup untuk membuat Nexa terkejut dan takut, lalu berlari semakin cepat.
salut sihhhh...🤩