NovelToon NovelToon
Kamu Berhak Terluka

Kamu Berhak Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Bullying dan Balas Dendam / Enemy to Lovers
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bibilena

Gilsa tak percaya ada orang yang tulus menjalin hubungan dengannya, dan Altheo terlalu sederhana untuk mengerti kerunyaman hidup Gilsa. Meski berjalan di takdir yang sama, Gilsa dan Altheo tak bisa mengerti perasaan satu sama lain.

Sebuah benang merah menarik mereka dalam hubungan yang manis. Disaat semuanya terlanjur indah, tiba-tiba takdir bergerak kearah berlawanan, menghancurkan hubungan mereka, menguak suatu fakta di balik penderitaan keduanya.

Seandainya Gilsa tak pernah mengenal Altheo, akankah semuanya menjadi lebih baik?

Sebuah kisah klise cinta remaja SMA yang dipenuhi alur dramatis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bibilena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia yang seperti Putri Tidur

"Hei! Kudengar dari Ayahku hari ini akan masuk siswa pindahan. Kalian tahu hal yang mencengangkan apa? Dia pindahan luar negeri!"

"Waw, di pertengahan semester begini? Ke kelas kita?"

"Iya! Ke sini."

Kedatangan murid baru hari ini membuat seisi kelas menggaduh heboh. Pasalnya itu adalah kabar baru yang memberi mereka angin segar di tengah jadwal padat sakolah yang membosankan. Seperti menemukan aktivitas seru baru yang tak melelahkan otak, meski itu hanya melihat sosok asing di kelas.

"Kalau dia pindahan luar negeri berarti pintar dong?!"

"Wah, lumayan tuh!"

"Tapi yang paling penting mukanya sih, kalau cantik kan lebih lumayan lagi!"

"Sembarangan! Cowok tau yang masuk!"

"Pagi semuanya!" Wanita bersetelan rapi tiba-tiba memasuki kelas dengan menjenjeng tas dan sebuah botol minum. Para murid langsung menutup mulut dan kalang kabut menduduki kursinya masing-masing sambil berbenah diri. Namun tak lama kelas menjadi bising kembali saat seorang pemuda berpakaian seragam asing menyusul masuk. Perawakannya tinggi, memiliki kulit berwarna tan seperti madu, dengan mata turun berwarna cokelat tua dan bibir yang tipis.

"Sial, cowok beneran."

"Wah cakep juga siapa nih?"

"Ganteng? Muka pasaran gitu ada banyak di sekolah."

"Pfftt, kau iri?"

Bu Guru yang telah menyimpan peralatan bawaannya di atas meja, menunjukan wajah tak suka pada para muridnya.

"Apa sih centil-centil?"

Murid-murid menjadi bungkam dan saling tatap.

"Kan kenalan Bu ....~"

"Udah-udah!" Guru yang biasa di panggi Bu Tere itu lantas menepuk tangannya kencang-kencang, mengisyaratkan jika dia butuh perhatian penuh.

"Dengar semuanya." Semua murid yang sudah mengetahui kebiasaan Bu Tere langsung terdiam dan mulai memokuskan diri. Meski tak sedikit pula yang diam-diam mengobrol dengan cara berbisik. Bu Tere kemudian menyentuh bahu laki-laki di sampingnya. Ia menyuruh pemuda bersurai hitam itu untuk lebih maju dengan cara menekan bahunya.

"Murid di samping Ibu ini, namanya Altheo, dia akan ikut belajar bersama kalian mulai hari ini," ujar Bu Tere. Seisi kelas bersorak dan menatap serentak Altheo, beberapa sampai bertepuk tangan. Mereka anak-anak yang sepertinya senang sekali menggoda orang lain hingga murid baru itu tersenyum melihatnya. Banyak yang terlihat antusias, meski diantara meja terbelakang masih ada orang-orang yang tak menaruh atensi sedikitpun.

Altheo menunjukan senyum ramah. "Mohon bantuannya, ya teman-teman."

"Lho, lho, lho! Kok sopan banget sih?" soraknya. Seseorang memekik gemas. Tangannya menunjuk-nunjuk Altheo. Antusiasme mendadak semakin membesar.

"Asal dari mana nih?"

"Pindah karena apa?"

"Kenapa pindah ke sini?"

Pertanyaan-pertanyaan yang mirip saling bersautan dari berbagai arah. Altheo menunggu kehebohan itu meredup sebelum menjawab. Kelopak mata dan alis tebal pemuda itu sedikit terangkat.

"Aku dari Singapura, orang tuaku pindah kemari belum lama ini jadi aku juga memutuskan untuk pindah ke sini dan bersekolah di sini," jawabnya.

"Oh gitu, temen-temen ..."

"Memangnya ada masalah apa sampai pindah?"

"Bisnis papa dimutasi ya?" sahut yang lain, kemudian sebagian murid tertawa kecil.

"Weh apa sih papa-papa, gak ada kaya gitu." Altheo membalas gurauan itu sambil tertawa kecil. "Pengen pulang kampung aja."

"Iya deh."

"Asal sekolah dari mana?" Pertanyaan muncul lagi. Bu Tere tersenyum kecut melihat sesi tanya jawab yang tiada akhir ini.

"Aku dari--"

"Tanya jawabnya nanti aja ya, atau kalian cuman mau Ibu jadi pajangan di sini?"

"Ah, Ibu lagi seru juga."

"Udah." Bu Tere menunjuk Altheo. "Kamu mending pergi ke sana dan cari meja kosong, kalau gak ada bilang ke Ibu."

Gadis yang tadi bertanya menurunkan sudut bibirnya kecewa, dia menatap sebal punggung Bu Tere yang menuju meja guru.

"Nanti kita lanjutkan ya," bisik Altheo pada gadis itu. Dia lantas melangkah pergi berbaur pada kelas yang ramai. Banyak mata menatap kemana langkahnya tertuju. Namun semua memilih bungkam, mengingat periode pertama hari ini di gurui sosok seperti Bu Tere.

"Permisi, ada meja kosong?" tanyanya saat berdiri di meja yang paling belakang. Para siswa yang duduk di sekitar sana menatap serentak pemuda tersebut.

"Ada, tapi satu," jawab seorang laki-laki di samping kirinya. Altheo saat ini sedang berdiri diantara meja barisan pertama dan kedua yang ada di dekat pintu kelas.

"Meja yang ada si depan sana?" Tunjuk Altheo pada meja kosong di barisan kedua, yang ada di dekat meja guru.

"Itu ada orangnya, punya Clarissa, dia gak masuk lagi dispen," timpal yang lain. Dia adalah murid perempuan berambut kuncir kuda yang duduk di depan laki-laki tadi. Gadis itu kemudian membalikan posisi tubuh untuk menghadap langsung ke arah Altheo.

"Wah, itu sih singgasana ratu," timpal yang lain lagi. Kali ini sosok perempuan yang duduk di meja sebelah kanan Altheo. Altheo hanya meliriknya, lalu mengangguk tanda paham. Pemuda itu kembali menatap gadis yang pertama kali menoleh tadi dengan raut bertanya.

"Ada apa?" tanya Altheo. Tanpa bicara gadis itu menunjuk meja belakang di sisi kirinya lewat tatapan mata. Arah mata Altheo seketika bergerak kearah serupa.

"Yang itu yang beneran kosong."

Tanpa sadar bibirnya melipat gugup saat melihat sebuah meja kosong ada disana, dan itupun di dekat tembok, tempat duduk yang belum pernah dia coba sekalipun. Namun tak lama Altheo beralih menaikan sebelah alisnya, lipatan bibirnya terlepas. Di samping meja itu ada sebuah meja lagi, diisi seorang perempuan yang tengah tertidur. Mejanya tepat di samping pemuda yang mengajaknya bicara pertama kali. Tanpa sadar sedikit terpintas hal buruk dibenak Altheo.

"Aneh ya ada yang tidur di kelas?" tanya gadis tadi. Kacamatanya yang menurun dia dorong kembali ke tempat ternyaman.

"Sedikit."

"Kau penasaran kan?"

"Tidak juga, kita harus mengenal secara bertahap oke?"

"Yakin?" Altheo menatap lelah. Gadis itu tersenyum dan mengangguk. Altheo menatap wajahnya yang tegas sebentar.

"Apa?" Mata gadis itu memicing.

"Siapa namamu?" Tiba-tiba keadaan hening melanda. Gadis itu tampak bergeming, menatap senyum ramah Altheo dengan judgemental.

"Wah, kau orang yang mudah bergaul ya. Aku Prima Dertante," katanya. Altheo tanpa ragu mengulurkan tangan.

"Altheo, terimakasih sudah membantuku." Mata runcing Prima memudar saat melihat uluran tangan Altheo. Perlahan dia mulai memberi respon dan membalas ajakan berkenalan Altheo.

"Orang yang ramah." Prima tersenyum kecil.

"Hey! Kau tak berkenalan denganku?" Suara asing terdengar. Itu pemuda yang pertama kali menjawab Altheo. Tak lama genggaman tangannya pada Prima terlepas dan terulur kearah meja belakang.

"Kau itu selalu ikut campur, Kai. Aku tak sanggup." Prima hanya menatap sekilas dan kembali membaca buku novel di atas mejanya. Sementara orang yang dia cibir kini mengejeknya dari belakang.

"Aku Altheo."

"Ah, tak usah kaku begitu aku tau." Bibir tebalnya tertawa. "Santai saja."

Kemudian tangannya menggenggam Altheo dengan akrab.  "Aku Kailo."

•••

Di hari pertama Altheo bersekolah di sini, anehnya pembelajaran berlalu begitu ringan. Tak terasa bahkan bel istirahat sudah berbunyi nyaring. Namun kenyamanan itu rupanya harus Altheo bayar dengan wawancara mendadak dari teman-teman sekelasnya

"Wah, wajahmu ternyata bercampur ganteng dan manis ya jika dilihat sedekat ini. Tapi tak ada bule-bulenya."

"Astaga kau tak malu berkata seperti itu Tiara?"

"Dia murahan sekali."

"Ck, kalian iri kan tak bisa jujur pada diri sendiri sepertiku?" Tiara hanya mencebik. Altheo masih ingat dengan jelas wajah ini adalah wajah milik gadis yang menggodanya tadi pagi.

"Aku asli Indonesia, orang tuaku juga. Kalian tahu kan, identitasnya saja yang bule." Altheo membalas godaan Tiara dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Huhu~! Bule ireng." Tawa-tawa kecil terdengar.

"Tapi cakep kok, The."

"Iya, Tiara yaampun centil banget sih."

"Altheo, aku ini tipe gadis yang melihat orang dari wajah. Kau tak masalah kan?"

"Astaga dia gila." Seseorang membalas ucapan Tiara dengan nada jengah. Da malu melihat kelakuan sahabatnya sendiri, padahal bukan dirinya yang berbuat begitu. Beberapa temannya juga sepertinya berpendapat sama karena mereka ikut berwajah jengah.

Altheo tersenyum lebar walaupun canggung. "Aku tak terlalu perduli."

Tiba-tiba Tiara memekik kencang mendengar jawaban itu. Kedua tangannya mengepal di depan wajah sambil menutup kedua pipinya malu-malu.

"Eoh!!"

"Tiara! Cukup!"

"Murahan banget sih, heran!"

"Kamu mirip tante girang, tau tidak?"

Namun Tiara tak memerdulikannya.

"Biar kuperingatkan Altheo." Salah satu dari mereka berbisik pada Althro sembari menutup sebelah wajahnya dengan tangan dari Tiara.

"Dia memang tak punya akal, hati-hati." Dua teman Tiara yang lain tertawa. Meski berbisik tetap saja terdengar jelas di telinga yang lain.

"Semua orang bisa mendengarnya bodoh!" Kali ini gadis berkulit putih pucat yang bersuara. Dia menyentil telinga temannya itu sebagai tanda kesal.

"Aw! Caroline sakit brengsek!" Namun yang di tepis malah tertawa nyaring. Gadis-gadis yang lain termasuk Altheo hanya menyaksikan keributan mereka tanpa berniat ikut campur. Lagipula keduanya asik dalam dunia sendiri. Di sisi lain Altheo terlihat mencuri-curi pandang pada sosok di samping mejanya.

"Tapi apa yang di katakan Lamia memang benar." Gadis berponi yang kini bicara. Ia meraih ujung rambutnya yang di kepang dan menaruhnya di pundak kiri.

"Tiara ini mulutnya saja yang manis, sebenarnya dia benar benar hanya suka pada wajahmu saja. Tak ada niatan mendekatimu." Tunjuknya dengan mata yang memicing seperti menghasut.

"Devina! Kau sejak kapan ikut-ikutan mereka menyudutkanku?" Wajah Tiara berkerut kesal. Teman temannya yang lain tertawa puas karenanya.

"Sudah-sudah ..." Altheo menjadi merasa harus menengahi keributan itu. Mereka terlalu lama berbasa-basi padanya.

"Aku tak akan tergoda wajah cantik Tiara, kok," candanya. Empat orang yang mengelilingi meja lantas tertawa lagi. Mereka tak menyangka Altheo ternyata orang yang seru.

"Eh sudah lama ya kita di sini?" Devina bertanya terkejut. Saat melihat sekitar kelas telah kosong melompong.

"Astaga, kalau begitu kita duluan ya Altheo." Tiara buru buru berdiri dari duduknya. Dia dan ketiga temannya berjalan keluar kelas beriringan setelah pamitan lewat tatapan pada Altheo. Keadaan lebih tenang sekarang, Altheo menghembuskan napas yang panjang, seluruh keramahan di wajahnya hilang tergantikan raut datar. Arah mata Altheo tiba-tiba terhenti tepat pada siswi di samping mejanya.

Sejak tadi pagi sampai sekarang gadis itu masih setia tertidur. Entah tertidur betulan atau hanya menyembunyikan wajah saja, seolah berada di alam lain dia bahkan tak berganti posisi dari awal Altheo melihat. Dengan yakin pemuda itu berdiri lalu beralih duduk di meja yang ada di depan gadis ini.

"Permisi ...." sapanya.

"Halo?" Tangan Altheo menepuk pelan bahu itu, dia tersenyum tipis saat melihat tak ada respon apapun. Bel istirahat sudah lama berbunyi, bahkan semua murid di kelas ini telah pergi menikmati waktu luang mereka--terkcuali mereka berdua--Namun meski telah beranjak lama, Altheo masih belum melihat tanda-tanda kehidupan pada gadis ini. Saat melihat dari posisi yang dekat, Altheo baru bisa melihat setengah wajahnya yang tertutup rambut. Matanya yang lentik terpejam damai, bibir tipis dan kulit yang putih pucat. Tanpa sadar dia menjadi sibuk sendiri memandangi wajah orang asing ini, sampai lupa sudah seberapa lama melakukannya.

"Eh? Kau kenapa duduk di kursiku?" Seseorang tiba-tiba datang dan menepuk Altheo. Dia spontan menatap ke arah samping kiri dan tertegun.

"Boleh tidak aku menumpang duduk di sini? Hanya sebentar, kok," pintanya. Kalau tak salah pemuda yang duduk di depan gadis yang seperti putri tidur ini bernama Adnan.

"Aduh, mau apa?" Adnan tiba-tiba ikut mendudukan diri di kursi yang ada di samping mejanya sendiri, tempat yang tadi diduduki Tiara, meja di depan Altheo. Altheo hanya menatap heran, kenapa pemuda ini malah mengajaknya bicara?

"Karena dia?" Adnan menunjuk gadis tadi. Samar-samar Altheo mengangguk.

"Iya, kasian dia, saat pembelajaran tadi tak sadar, sekarang saat istirahat pun masih tidur. Apa tak apa bila begitu?" Adnan tertawa kecil.

"Aku tahu Gilsa memang cantik, rupa wajahnya bahkan lebih polos dan rapuh daripada anak kecil."

Altheo termenung sesaat.

Namanya Gilsa ternyata.

"Tapi tak usah kau pikirkan. Justru akan lebih bermasalah kalau dia bangun." Adnan tiba-tiba berdiri dari duduknya, kemudian memutar arah ke depan papan tulis.

"Aku pergi dulu."

"Aneh, bukankah kasihan kalau dibiarkan?"

"Kau kasihan pada siapa?" Altheo secepat kilat menatap kearah samping kirinya saat suara itu terdengar. Wajahnya menatap sumringah Gilsa yang terbangun dan sedang meregangkan tubuh.  Tatapan keduanya bertemu, wajah bantal Gilsa terlihat jelas di mata Altheo. Manik cokelat yang redup, serta bulu matanya yang letik. Tanpa sadar Altheo menatap terlalu lama wajah tersebut.

"Kau pegal?" tanyanya saat melihat Gilsa menunduk dengan tangannya yang menyentuh tengkuknya sendiri. Rambut pendek gadis tersebut tampak jatuh dan menutupi wajah mungilnya.

"Knapa? Mau memijatku?" ketus Gilsa. Altheo mencebik pelan. Gilsa menguap lebar di sela-sela pembicaraan mereka.

"Kalau tahu tak bisa, lebih baik tutup mulutmu," ujarnya dengan suara yang serak. Matanya bahkan masih setengah tertutup. Altheo tersenyum tipis, dia sedikit menahan kekehan melihat tingkah Gilsa. Pemuda itu kemudian berdiri dari duduknya, dan berjalan kearah belakang meja Gilsa tanpa bicara.

"Mau apa kau?" tuduh Gilsa mengikuti arah pergi pemuda tersebut. Seketika mata sayu Gilsa melebar saat Altheo menyentuh lehernya.

"Hey! Apa-apaan?!" Gilsa langsung menepis tangan Altheo kencang-kencang dan berdiri tegak.

"Brengsek!" Dorongan yang cukup kencang Gilsa layangkan pada bahu Altheo hingga membuat meja dan kursi berderit, dan Altheo melangkah mundur.

"Kenapa? Ini." Tangan Altheo terangkat. Di jarinya menggantung sebuah ikat rambut berwarna hitam.

"Rambutmu pendek, akan lebih nyaman kalau pakai ini." Gilsa terdiam, amarahnya hilang seketika. Tanpa kata tangannya mengambil benda di tangan Altheo. Lalu dengan langkah cepat dia berjalan tergesa keluar kelas.

"Makasih."

"Apa?" Altheo berbalik untuk melihat punggung gadis itu, dia masih tak mempercayai ucapan lirih yang melewati dirinya tadi.

"Katalan lagi! Dengan lebih tulus harusnya!"

1
Rasmi
🥲
Rasmi
😭😭😭😭
Rasmi
gilsa gk naik kelas????? 🧐 kok isoo
Rasmi
kencan??? 😌
Rasmi
Critanya mnarik bngt.. ada kisah pertemanan, masalah kluarga jga prcintaan ...ditnggu smpe end thorr 😌☺
Rasmi
nooooo 😭
Rasmi
altheo??
Rasmi
😲
Rasmi
susss😌
Rasmi
typo y yang trakhir thor mau ikutan kaget jdi gk jadi 😭🤣
Bibilena: Ah iya maaf aku baru tahu 😭😭
total 1 replies
Rasmi
jahat bngt bjingan😭
Rasmi
pengalaman bangettt 😵‍💫
Rasmi
bner banget knpa y orng kaya tuh suka caper 😕
Rasmi
wah, seru juga,kyaknya cweknya badass dehh
Gió mùa hạ
Tak terduga.
Bibilena: 😮 terima kasih (?)
total 1 replies
BX_blue
Jalan cerita seru banget!
Bibilena: Terimakasih atas dukungannya^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!