Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran Dadakan
"Kau terluka? Memang apa yang kau pikirkan? Kenapa tidak memintaku untuk pergi?" cecar Haris saat melihat tangan Denis berdarah.
Ia membuka dasbor dan mengambil kotak peralatan obat. Membersihkan luka di tangan Denis, dan membalutnya. Pemuda itu hanya diam, tidak terdengar merintih atau meringis.
"Ini hanya luka kecil saja, lagipula sepertinya ada yang mengincar nyawa laki-laki tua itu," ucap Denis seraya menarik tangannya usai dibalut perban oleh Haris.
"Kau cukup terampil. Kenapa tidak menjadi tenaga medis saja?" ejek Denis membuat Haris memutar bola mata malas.
"Lain kali jangan ceroboh seperti ini. Apalagi kau tidak mengenalnya sama sekali," ingat Haris yang kemudian menjalankan mobil meninggalkan keramaian.
Denis menjatuhkan kepala pada sandaran kursi, termenung membayangkan laki-laki tua yang ditolongnya tadi. Entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal di hati setelah pertemuan tanpa sengaja itu. Rasanya, dia ingin bertemu lagi dan lagi.
"Kita sudah sampai," ucap Haris membuyarkan lamunan Denis.
Tanpa berkata, Denis keluar mengikuti Haris menuju sebuah lift.
"Apartemen mu ada di lantai dua puluh tujuh," beritahu Haris yang hanya mendapat anggukan kepala dari Denis.
"Kau sendiri tinggal di mana?" tanya Denis penasaran.
"Aku ada di lantai yang sama," jawab Haris seraya menekan tombol untuk tiba di lantai paling teratas.
Suasana gedung begitu sunyi, mungkin hanya terdengar langkah kaki mereka berdua saja. Keadaan yang tak biasa bagi Denis karena ia baru saja tiba di kota tersebut.
"Ini kamarmu, dan ini kamarku. Jika butuh sesuatu panggil saja aku!" Haris memberikan sebuah ID card kepada Denis untuk membuka pintu.
Di lantai tersebut hanya terdapat dua pintu saja, tak seperti lantai lainnya. Dua kamar itu milik Haris dan Denis. Malam itu, Denis tidak melakukan banyak kegiatan. Setelah membersihkan diri, ia merebahkan tubuh di atas ranjang besar yang empuk. Sungguh jauh berbeda dengan kehidupannya di desa.
Sementara Haris, ia bergulat di depan layar komputer memeriksa setiap laporan yang masuk. Sebelum akhirnya, berkelana di alam mimpi.
****
Satu Minggu berlalu, selama itu Denis berkeliling melihat-lihat kota bersama Haris. Akan tetapi, akhir pekan itu dia pergi sendirian ke hotel milik keluarganya. Hanya sekedar ingin mencari tahu tentang sang kakek. Ia menyamar sebagai seorang pelayan di pesta pernikahan sepupunya.
"Aku harus dapat menemukan kakek tanpa membuat curiga yang lainnya," gumam Denis seraya mengenakan masker dan mendorong troli berisi minuman untuk dibagikan kepada para tamu undangan.
Matanya melilau ke segala arah, memperhatikan setiap kepala yang ada. Tak satu orang pun dia kenali, meski sebagian dari mereka adalah keluarga. Denis berdiri tak jauh dari podium, menyaksikan sepasang kekasih yang akan menyematkan cincin sebelum acara pernikahan dimulai.
Apa dia sepupuku? Beruntung sekali dia, mendapatkan gadis cantik seperti itu.
Denis bergumam, memuji mempelai wanita yang nampak cantik dan elegan. Namun, tiba-tiba hal yak terduga terjadi.
"Tunggu! Kalian tidak bisa melanjutkan pernikahan ini! Dia harus menikahi aku bukan wanita itu!" teriak seorang wanita yang tiba-tiba muncul dengan perutnya yang sedikit membuncit.
Semua orang menoleh, tidak terkecuali sepasang kekasih yang sebentar lagi melaksanakan pernikahan.
"Siapa kau? Beraninya mengacaukan pernikahanku!" tanya sang mempelai wanita dengan lantang.
Wanita yang sedang mengandung itu tertawa sinis, melangkah semakin dekat dengan podium. Tepatnya di sisi Denis.
"Dia sudah menghamili aku, dan berjanji akan bertanggungjawab atas janin di kandunganku. Kau tidak bisa menikah dengannya," ujar wanita tersebut tanpa rasa malu.
Raditya Mahendra mengusap wajah gusar, pernikahan yang dia impikan harus hancur karena wanita itu.
Mempelai wanita membesarkan bola mata, menatap Raditya dengan pandangan kecewa. Lalu ....
Plak!
"Pernikahan ini batal! Aku tidak sudi menikah dengan laki-laki yang suka bermain-main," ucapnya dengan tegas kemudian menuruni podium hendak pergi.
Denis tersenyum mencibir dari balik maskernya.
Pemandangan yang menarik, kita lihat apa yang akan dilakukan sepupu itu.
Raditya mengejar calon istrinya, menarik tangan wanita itu ketika tiba di tempat Denis berdiri.
"Tunggu! Jangan dengarkan dia, aku hanya ingin menikah denganmu bukan dengan yang lain," ucap laki-laki itu memohon.
Namun, gadis tersebut menghempaskan tangannya hingga terlepas.
"Sudah aku katakan, aku tak sudi menikah denganmu."
Wanita itu melirik ke sekeliling, dan menemukan Denis tengah memperhatikan mereka. Ia mendekat, menggenggam tangan pelayan tersebut dengan erat. Denis membelalak.
"Aku Larisa Juanda akan menikah dengannya hari ini, dan kau tidak boleh menolak," ucap wanita tersebut membuat Denis membeku tak percaya.
Raditya tak terima, ia meradang dan menarik kasar tangan Larisa.
"Apa yang kau lakukan? Dia hanya seorang pelayan, tak pantas menjadi suamimu. Jikapun kau tak ingin menikah denganku, setidaknya jangan laki-laki ini," geram Raditya tak terima dibandingkan dengan Denis. Dia merasa harga dirinya terinjak-injak.
Larisa melepaskan tangannya, merapat ke arah Denis.
"Apa pedulimu! Aku tidak akan mempermasalahkan profesinya, dia terlihat jauh lebih baik dari pada kau!" sengit Larisa tanpa menatap Aditya.
Menarik! Ayo, aku ikuti permainanmu. Denis bergumam dalam hati.
"Tidak! Kau tidak boleh menikah dengannya!" Raditya kembali mencengkeram lengan Larisa, tapi Denis tak tinggal diam.
"Apa Anda tidak mendengar, dia ingin menikah denganku. Saat ini, dia adalah calon istriku! Aku tidak mengizinkan siapapun berbuat kasar terhadapnya," tegas Denis seraya menghempaskan lengan Raditya.
Melihat itu, Larisa terenyuh. Awalnya dia hanya mencari pelampiasan, tapi sepertinya akan berlanjut untuk membuat Raditya semakin merasa terhina.
"Kau!"
"Ayo, sebaiknya kita pergi ke kantor pencatatan pernikahan," ajak Larisa yang disambut anggukan kepala oleh Denis.
"Sial! Awas kau, Larisa!" geram Raditya tak sadar bahwa semua pengunjung tengah membicarakan perbuatannya.
Di pintu keluar hotel, Larisa dan Denis berpapasan dengan kakek tua yang ia tolong malam itu. Namun, sepertinya Larisa enggan menjelaskan. Ia terus saja berjalan meski melihat tatapan bingung dari rombongan keluarga mempelai laki-laki itu.
"Cari tahu apa yang terjadi?" titah sang kakek pada putranya.
"Baik, Ayah." Indra Mahendra--ayah Raditya bergegas masuk ke dalam gedung.
"Ikuti mereka!" Tuan Jaya memberi perintah lain pada orang kepercayaannya.
"Baik, Tuan!"
Laki-laki tua itu masuk ingin mengetahui masalah yang terjadi di dalam.
"Ada apa ini?" bentak Indra dengan suara menggelegar. Ia nampak bingung melihat anaknya yang bersanding dengan wanita lain.
"Ayah, aku bisa jelaskan," ucap Raditya gugup.
"Ternyata keluarga Mahendra memang seperti itu. Suka mempermainkan orang lain," ucap salah seorang tamu semakin membuat Indra geram.
"Raditya, jelaskan semuanya! Siapa wanita itu, dan kenapa calon istrimu pergi dengan laki-laki lain?" tuntut Indra membuat Raditya gemetar.
"Apalagi, Paman? Dia tidak punya nyali untuk menjelaskan. Dia ingin menikahi Larisa, sementara menghamili wanita lain. Lihat saja, sepupu telah membuat malu nama keluarga," ujar seorang pemuda dengan setelan jas melekat di tubuhnya.
"Kurang ajar!" Indra menggeram, kemudian menampar Raditya tanpa ragu.
"Pah!"
"Paman, kenapa Anda menamparnya?" Wanita hamil itu dengan berani memprotes.
"Diam kau!"
"Indra! Sudahlah, semuanya sudah terlanjur. Biarkan mereka menikah dulu," sergah Tuan Jaya membuat Indra mengepalkan tangan harus menanggung rasa malu.
Seseorang datang menghampiri tuan Jaya dan membisikkan sesuatu padanya.
"Apa? Bawa aku sekarang juga padanya!" titahnya yang segera diangguki.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......