EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Jika menemukan di tempat lain artinya plagiat. Tolong laporkan🔥
Baru dua bulan menikah, Arumi Safitri harus rela mengikhlaskan kepergian suaminya yakni Letda Laut (P) Yuda Kusuma yang meninggal dalam tugas. Pahami jati diri sebagai prajurit angkatan laut bahwa air yang memiliki semboyan wira ananta rudira, yaitu tabah sampai akhir.
Hidup Arumi selepas kepergian suaminya, diterpa banyak ujian. Dianggap pembawa sial oleh keluarga suaminya. Ada benih yang ternyata telah bersemayam di rahimnya, keturunan dari mendiang suaminya. Beberapa bulan kemudian, Arumi terpaksa menikah dengan seorang komandan bernama Kapten Laut (E) Adib Pratama Hadijoyo hanya karena kejadian sepele yang menyebabkan para warga salah paham dengan mereka berdua.
Bagaimana kehidupan pernikahan Arumi yang kedua?
Apakah Kapten Adib menjadi dermaga cinta terakhir bagi seorang Arumi atau ia akan menyandang status janda kembali?
Simak kisahnya💋
Update : setiap hari🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Tabur Bunga
Untuk mendukung feel dalam membaca chapter ini, Othor sarankan sembari memutar lagu berjudul "Gugur Bunga" versi asli.
Selamat membaca.💋
🍁🍁🍁
Satu minggu kemudian.
Proses tabur bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi prajurit kapal selam T N I AL digelar di Laut Bali.
Upacara dipimpin Kasal Laksamana T N I secara langsung bersama 150 keluarga prajurit yang gugur. Perwakilan keluarga yang turut hadir yakni para istri, orang tua, dan kerabat korban. Tabur bunga dilaksanakan dengan memanjatkan doa untuk ketenangan dan kedamaian arwah para awak di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Guna memenuhi rasa rindu dan keingintahuan keluarga, maka upacara tabur bunga dilaksanakan langsung dari lokasi tenggelamnya kapal selam di Perairan Utara Pulau Bali.
“Jauh didasar laut ini, telah terbaring para prajurit pemberani dalam keheningan dalamnya lautan. Namun demikian jiwa dan semangat mereka terus membara dan tetap menjadi penyulut semangat kami yang akan meneruskan pengabdian mereka,“ tutur Kasal dalam sambutannya.
“Pengabdian hingga akhir hayat para kesatria Hiu Kencana tak akan pernah sia-sia. Dengan motto Wira Ananta Rudira atau tabah sampai akhir, mereka tetap dalam status tugas patroli dalam keabadian atau On Eternal Patrol,“ tegas Kasal.
Usai upacara, karangan bunga yang bertuliskan nama ke-53 awak kapal selam satu per satu dengan wajah tegar ditaburkan oleh keluarga mereka ke laut dengan diiringi untaian doa terbaik.
Isak tangis keluarga korban tak terbendung ketika hendak menaburkan bunga di laut untuk mendoakan keluarga mereka yang telah gugur.
"Yuda, putraku! Kenapa kamu pergi secepat ini, Nak? Hiks...hiks...hiks..." tangis Bu Retno selaku ibu kandung Yuda pun seketika pecah di atas kapal yang membawa mereka ke tengah lautan dalam prosesi upacara tabur bunga.
Di samping Bu Retno, berdiri seorang wanita yang usianya sedikit lebih muda dari Arumi dengan kondisi berperut buncit karena tengah hamil enam bulan lebih. Padahal wanita itu baru menikah tiga bulan yang lalu. Tepatnya satu bulan sebelum Arumi dan Yuda menikah.
Wanita muda itu bernama Wulan, adik kandung Yuda. Suaminya bernama Bambang, bekerja sebagai karyawan lepas sebuah perusahaan kontraktor yang sering mendapat dinas pekerjaan di luar kota. Bambang tak bisa hadir pada acara tabur bunga hari ini. Sebab, ia sedang bertugas di luar Jawa dan baru bisa kembali sekitar satu minggu lagi.
Wulan tengah menangis tersedu-sedu sambil memeluk ibunya.
"Bang Yuda, Ma. Sekarang, kita cuma berdua saja. Hiks...hiks...hiks..."
"Iya, Lan. Mama cuma punya kamu sekarang. Tapi Mama tetap enggak ikhlas abangmu pergi seperti ini. Huhu..." isak pilu Bu Retno seraya memeluk Wulan.
Di samping mereka juga terdapat beberapa petugas wanita yang berusaha menguatkan ibu dan anak tersebut agar tidak terus bersedih dengan kematian Letda Laut (P) Yuda Kusuma.
Sedangkan di sisi lain tepatnya di sebelah Bu Retno dan Wulan, Arumi hanya bisa berdiri mematung dan terdiam seraya menatap lautan yang luas dalam derasnya gulungan ombak. Sejak tadi air matanya belum ada satu pun yang menetes.
Bagaikan sudah kering dan tak bersisa lagi. Sebab, dirinya sudah banyak menangis sejak mengetahui kabar kematian suaminya seminggu yang lalu. Sungguh memilukan.
Di saat dirinya tengah hamil, suaminya justru berpulang pada Sang Pencipta. Meninggalkan duka nestapa yang sangat mendalam di batinnya. Yang entah apa obatnya. Ia pun tak tahu bagaimana ke depan harus menjalani hidupnya tanpa kehadiran pria yang sangat ia cintai tersebut. Separuh jiwanya telah pergi. Untuk selamanya.
Setelah Arumi tak sadarkan diri beberapa waktu yang lalu karena mendengar kabar kematian Yuda, Yuni bergegas memanggil dokter untuk memeriksa Arumi. Ketika siuman, Arumi begitu terkejut mendengar kalimat yang terlontar dari bibir dokter yang memeriksanya bahwa ia sedang hamil dengan usia kandungan sekitar tujuh minggu.
Ada rasa bahagia membuncah di hatinya karena mengandung buah cintanya bersama Yuda. Namun, hatinya juga bersedih. Sebab suaminya pergi secara tiba-tiba untuk selama-lamanya. Kematian.
"Mas, aku rindu kamu. Apa kamu enggak rindu aku? Kenapa pergi ninggalin aku seperti ini, hem? Aku ingin Mas Yuda pulang ke rumah kita. Ada hadiah terindah yang Tuhan titipkan di sini untuk kita," batin Arumi seraya mengelus lembut perutnya yang masih rata. Namun di dalamnya telah bersemayam janin, buah cintanya bersama mendiang suaminya.
Arumi sejak datang hingga sekarang, sangat irit bicara. Ia hanya berbicara seperlunya saja. Seakan suaranya tercekat di kerongkongan sehingga susah untuk berbicara pada siapa pun.
"Aku enggak bisa jaga dia sendirian, Mas. Aku mohon pulanglah. Aku butuh kamu," batin Arumi semakin sendu.
Walaupun secara mulut ia sudah bisa berkata ikhlas, namun sejujurnya hatinya masih belum bisa merelakan kepergian Yuda. Satu kata keramat yang memang setiap manusia butuh waktu dan proses yang tak mudah untuk menggapai sebuah keikhlasan yang sesungguhnya. Menerima takdir hidupnya.
"Hiks...hiks...hiks..." Arumi pun akhirnya menangis tanpa bisa ia bendung. Air matanya langsung menetes membasahi pipinya dengan kondisi kepala tertunduk.
Yuni dengan setia berada di samping Arumi. Ia memeluk teman dekat yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri tersebut. Sebab, usia Arumi lebih muda darinya.
"Aku yakin kamu kuat, Rum. Mas Yuda pasti bangga sama kamu. Ingat, sekarang ini ada si utun yang butuh kamu jaga dan kuatkan juga di dalam sini," ucap Yuni seraya mengelus perut Arumi.
"Apa aku sanggup, Yun? Hidup tanpa Mas Yuda,"
"Arumi Safitri yang aku kenal, orangnya kuat setegar karang di tengah derasnya ombak lautan yang ganas. Apa pun yang terjadi, percayalah jika takdir Sang Pencipta pasti itu yang terbaik untuk hidup kamu dan juga dia," ujar Yuni seraya mengelus kembali perut Arumi.
Gemuruh ombak lautan menjadi saksi bisu kepedihan sekaligus cinta yang tulus seorang Arumi Safitri untuk mendiang Letda Laut (P) Yuda Kusuma.
"Aku sangat mencintaimu, Mas. Aku harap kamu bisa hadir di mimpiku setiap malam sebagai pengobat rinduku, Yuda Kusumaku. Pelaut hebatku yang selalu hidup di hatiku. Selamanya," batin Arumi.
"Dasar wanita sial! Pasti gara-gara si yatim piatu ini jadinya bawa sial di hidup Bang Yuda. Atau jangan-jangan dia main pelet jadinya Bang Yuda bucin akut. Sampai-sampai Bang Yuda lima tahun setia pacaran sama dia dan kekeh nolak perjodohan yang disodorin sama Mama. Lihat saja, Arumi. Hidupmu akan aku buat berantakan sepeninggal Bang Yuda," batin Wulan seraya melirik tajam pada Arumi yang tengah menangis dalam pelukan Yuni.
Bersambung...
🍁🍁🍁
sukses tuk karya2 nya ❤❤
mmng keluarga yg tdk punya malu.
nah begitulah wanita hrs punya sikap tegas jgn mau di tindas.