NovelToon NovelToon
The Mask Painter

The Mask Painter

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Spiritual / Iblis / Hantu
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asha Krajan

Odessa adalah pelukis topeng yang melanjutkan karir dari leluhur ayahnya.

Keluarganya memiliki sebuah toko topeng kecil yang buka di sebuah gang sepi yang jarang didatangi oleh pengunjung, pada awalnya Odessa tidak mengerti sama sekali mengapa keluarganya harus berjualan dan membuka toko di tempat yang sepi orang lewat.

Namun setelah Odessa mengambil alih bisnis itu, ia mengerti alasannya.

'Mereka' tidak menyukai tempat yang ramai.

Ya, yang Odessa layani sama sekali bukan manusia, melainkan 'mereka' jiwa yang tersesat atau pun arwah yang terjerat oleh masalah di bumi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asha Krajan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Memori Linn

Semuanya berawal dari hari itu...

Tubuhku bersembunyi di balik pintu mendengarkan suara ibuku yang sedang menelpon di ruang tamu kontrakan kecil kami. Karena ruangan yang tidak terlalu besar dan ruang tamu terhubung dengan kamar hanya dengan beberapa langkah, suara pertengkaran ibu dengan orang di balik telpon dapat dengan mudah terdengar olehku yang sedang berada di dalam kamar.

"Maaf pak, saya berjanji tagihan air akan kami bayar … tidak, tolong jangan usir kami pak! Cukup beri saya seminggu, saya akan segera membayarnya!"

Aku dapat mendengar suara ibuku yang penuh Isak tangis dan permohonan dengan rasa lelah yang dalam mencoba berdiskusi dengan seseorang di balik telpon. Pasti pemilik kontrakan, pikirku. Tanganku terkepal erat di balik lengan baju yang tampak bagus dan trend akhir-akhir ini, aku menunduk dan merasa semua ini adalah salahku.

Ibuku selalu seperti ini, jelas aku sudah bilang padanya untuk tidak perlu membiarkanku memakai sesuatu yang dipakai oleh anak gadis lain, tapi ia tetap keras kepala. Katanya, "Ibu hanya ingin anak ibu tidak malu meskipun kita miskin, ibu percaya bisa membahagiakanmu nak."

Omong kosong.

Jelas cukup hanya dengan dapat membayar tagihan dan melihatnya tidak terlalu lelah bekerja sampingan yang begitu banyak dan berat itu, aku sudah bahagia. Tapi tetap saja, ibu memang orang yang sangat keras kepala. Aku menghela nafas, tubuhku perlahan merosot turun dan duduk di lantai sambil memeluk lutut dengan perasaan kacau dan bingung.

Semenjak ayah tiada di usiaku yang ke-tiga belas tahun, yang menghidupiku sejak saat itu hingga sekarang hanyalah ibu. Beliau adalah sosok yang hebat, dari terbit fajar hingga larut malam beliau terus bekerja tanpa henti seolah tanpa rasa lelah.

Ibuku sangat jarang sakit, bahkan hampir tidak pernah, ia selalu menjaga kesehatannya tidak peduli apakah itu dalam keadaan musim penyakit atau bahkan musim dingin dan hujan. Ibuku pernah bilang, jika dia sakit aku tidak akan bisa makan karena ia tidak berpenghasilan, oleh karena itu ibu tidak boleh sakit.

Aku tidak mengerti bagaimana cara berpikir ibu, seperti yang kubilang sebelumnya, beliau adalah sosok yang sangat keras kepala. Setelah setahun kepergian ayah, jelas aku tidak keberatan untuk membiarkannya menemukan seorang pria untuk menjadi suami barunya, setidaknya itu akan memudahkannya dalam menemukan uang.

Bahkan nenek juga menyuruh ibu untuk menikah lagi, namun ibu menolak. Katanya ia tidak membutuhkan seorang pria untuk menghidupi keluarganya, ia bisa melakukannya sendiri. Sungguh wanita yang mandiri, kan?

Tapi itu jelas kebohongan, aku tahu ibu telah jatuh cinta dengan seorang pria, pria itu sebenarnya cukup baik dan aku pernah melihatnya sebelumnya, tapi ibu tampak takut untuk menunjukkan cintanya, awalnya aku tidak tahu mengapa tapi aku kemudian setelah aku sedikit lebih dewasa, aku akhirnya mengerti.

Ibu takut aku tidak nyaman.

Padahal selama ibu bahagia aku akan bahagia juga, meskipun … mungkin nasibku akan sama seperti anak-anak lain yang ditinggalkan setelah orang tuanya menikah lagi.

Pria yang disukai ibu adalah tetangga kontrakan kami, sampai sekarang masih ada, tapi tetap saja ibu tidak mendekati pria itu karena aku. Aku hanya bisa pasrah dan tidak bisa memaksa ketika ibu tidak mau, lagi pula itu adalah keputusan untuk hidupnya, aku yang masih seorang anak saat itu tidak bisa ikut campur dalam kehidupan pribadi ibu.

Aku menghela nafas dan melihat ke arah jendela kamarku yang masih terbuka, aku menatap langit yang gelap tanpa sedikitpun bintang ataupun bulan. Pikiranku bergemuruh memikirkan apa yang harus aku lakukan agar bisa membantu ibu, meskipun ibu melarang untuk bekerja padahal aku sudah berumur 17 tahun sekitar seminggu lagi, tapi mau tidak mau aku terpikir tentang ibu yang selalu kelelahan dalam bekerja. Tapi aku tidak bisa membangkang terhadap perintah ibu, aku hanya ingin membantu keuangan keluarga.

"Apa yang harus aku lakukan?" Aku mengerang dan menarik rambutku dengan keras mencoba berpikir, mataku bergerak dengan gelisah, tidak bisa memikirkan ide sama sekali membuat kepalaku menjadi linglung, tatapanku dari yang menatap langit gelap beralih ke arah buku pelajaranku yang masih terbuka di atas meja belajar. Aku berdiri dan melangkah menatap buku, ketika aku kembali berpikir, mataku seketika melebar.

Aku pikir aku tahu apa yang harus aku lakukan!

Senyum manis mulai terbit di wajahku, mataku kini dipenuhi tekad yang kuat ketika tanganku mengepal bersemangat. Aku tertawa bahagia, "Kenapa aku bisa melupakannya? Aku selalu mendapat nilai tertinggi di semua pelajaran di sekolah, kenapa aku tidak menjadi guru bimbingan belajar saja? Itu ide yang bagus!"

Tapi seketika aku berhenti, aku menjadi ragu.

Dari mana aku bisa menemukan siswa yang perlu dibimbing? Pikirku bingung.

Aku menggelengkan kepalaku dan menyingkirkan pikiran itu, lebih baik aku menyiapkan semua materi yang mungkin aku bisa ajarkan dari sekarang. Aku hampir begadang semalaman untuk menyusun rangkuman dari tiga buku pelajaran, ketika pukul setengah tiga pagi, akhirnya aku menguap dan pergi tidur.

Keesokan paginya, aku pergi sekolah hanya dengan dua jam tidur, mataku tampak sedikit lelah namun aku berusaha menutupinya dari ibu, ketika aku berhasil lolos dari pandangan ibu dan sampai di sekolah. Aku duduk di kursiku dan termenung memikirkan kemana aku harus menawarkan jasa bimbel itu, ketika aku mulai putus asa, aku bercerita kepada sahabatku mengenai apa yang aku pikirkan semalam, aku berharap bisa menemukan jawaban dengan bertanya.

"Hmm… aku pikir ide bagus juga untuk menjadi guru bimbel. Kepada siapa menawarkan jasa … uh, bagaimana jika kamu mencoba berdiskusi dengan guru pembimbing lombamu yang waktu itu? Mungkin beliau ada kenalan siswa yang perlu dibimbing." Sahabatku itu menggaruk kepalanya bingung, namun aku tahu dia menyarankan ide yang sangat bagus. Aku merasa sedikit lega karena sahabatku itu satu frekuensi denganku.

Aku tersenyum manis kepadanya dan menepuk bahunya senang, "Ide bagus kawan! Terima kasih, aku tahu aku pasti bisa menemukan solusi ketika bertanya denganmu!"

Aku tertawa kecil ketika melihat pipinya memerah karena malu, "Haha … bukan apa-apa. Bukankah bagus menolong sahabat yang sedang kesulitan? Lagipula aku hanya membantu mengusulkan ide."

"Walaupun begitu, itu sangat berharga tahu!" Aku cemberut dan menggelengkan kepala tidak setuju, ia tampak tertawa sehingga aku juga ikut tertawa bersama-sama. Tidak lama bel masuk berbunyi dan dia kembali ke tempat duduknya, aku duduk tegak ketika guru mapel jam pelajaran pertama akhirnya masuk, kami menghabiskan waktu dengan belajar hingga jam pelajaran keempat akhirnya berakhir, ketika bel istirahat berbunyi akhirnya aku bangun dari tempat duduk dan berjalan keluar kelas.

Sahabatku yang melihat itu juga ikut berdiri dan berlari mengikutiku, "Hei! Mau kemana teman?" Aku tersentak dan menatapnya, "Aku ingin pergi mencari guru pembimbingku waktu itu." Sahabatku tampaknya menyadari apa tujuanku dan mengangguk, "Baiklah, apakah kamu mau diantar?" Aku mengangguk setuju sebagai balasan.

Akhirnya kami berdua bersama-sama pergi mencari ke ruang guru, tidak ada guru pembimbing itu di sana, setelah lelah diarahkan oleh berbagai guru hingga keliling sekolah, kami akhirnya menemukan guru pembimbingku itu di ruang lab komputer. Aku terengah-engah dan mengutuk di dalam hatiku, mengapa mereka harus begitu lelah mencari ketika guru pembimbing itu ternyata ada di ruang lab komputer bersebelahan dengan ruang guru?!

Menyusahkan saja.

Sahabatku sudah mengomel dengan nyaring hingga bahkan hampir terdengar suaranya ke ruang guru, ketika akhirnya kami semakin dekat dengan ruang lab, akhirnya dia berhenti mengomel, aku sedikit lega karena telingaku hampir menjadi tuli dan wajahku hilang karena mendengarnya terus mengomel dan diperhatikan heran oleh siswa lain yang lewat.

Aku mengetuk pintu ruang lab tiga kali dengan lembut, kepalaku menengok mencoba mengintip ke dalam, akhirnya aku melihat guru perempuan dengan penampilan yang sedikit tua dan memakai kacamata itu sedang mengetik di komputer, dia adalah guru pembimbingku ketika lomba di kelas 11.

"Guru, ini Linn. Bolehkah saya masuk? Ada yang ingin saya bicarakan dengan guru." Aku berkata dengan lembut ketika menyadari bahwa guru perempuan itu menoleh menatap ke arahku dengan mata menyipit sebelum tersenyum, "Oh? Linn! Masuklah nak, ada apa?"

Aku meminta izin masuk dengan senyum sopan, akhirnya aku berdiri di samping mejanya menatapnya yang memutar kursinya menghadap ke arahku. Aku dan sahabatku mendapati bahwa kami saling pandang, aku sedikit malu untuk mengatakannya namun sahabatku segera menyikut tanganku dari belakang.

Hampir saja aku tersandung jika tidak berdiri tegak karena sikutannya, aku menarik nafas tajam dan meliriknya tajam, namun akhirnya aku menatap kembali ke guru pembimbingku yang tampak bingung dengan keberadaan ku di sini.

"Begini guru … aku ingin membuka jasa bimbel." Aku menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal dengan canggung, guruku tampak heran dan bertanya, "Membuka jasa bimbel? Apakah kamu kekurangan uang nak?" Ia menatapku dengan khawatir, aku tahu mengapa ia begitu khawatir, karena ketika ia mengantarku pulang sebelumnya setelah aku memenangi juara satu lomba sastra antar distrik. Aku masih begitu ingat ekspresi wajahnya begitu mengetahui tentang sejarah singkat keluargaku, begitu sedih dan kasihan, namun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sedikit guru … sebenarnya ada yang terjadi sehingga aku ingin membuka jasa bimbel." Aku menatap ke arahnya dan akhirnya menjelaskan mengapa aku ingin membuka jasa tersebut. Setelah mendengarnya beliau tampak terkejut dan terdiam lama sekali sebelum akhirnya menghela nafas, "Baiklah jika keputusanmu begitu yakin, guru tidak bisa membantu mengenai keuangan ini. Namun guru harap guru masih bisa membantumu dalam bidang ini, baiklah … jika ada wali murid yang ingin meminta saran jasa bimbel, guru akan merekomendasikan kamu untuk anaknya."

Mataku seketika berbinar gembira begitu juga sahabatku, "Benarkah guru? Terima kasih banyak! Tolong mohon bantuannya guru!" Aku membungkuk 90 derajat untuk berterima kasih padanya dengan hormat, beliau tampak melambaikan tangannya dan menggelengkan kepala, ia membantuku untuk kembali berdiri tegak.

"Tidak apa-apa nak, lagipula kamu anak yang cerdas, sayang sekali jika tidak menyalurkan kemampuan belajarmu kepada siswa lain. Guru ikut bahagia jika kamu ingin memberikan tips belajar kepada yang lain." Beliau mengangguk dan ikut tersenyum, "Baiklah, lebih baik kalian cepat-cepat menikmati waktu istirahat sebelum bel masuk kembali berbunyi. Guru juga memiliki pekerjaan yang harus guru selesaikan di sini, sampai jumpa lagi Linn."

Aku mengangguk dan berpamitan dengan guru pembimbing itu, aku akhirnya menarik sahabatku untuk pergi beristirahat, namun belum lima menit kami membeli makanan dan bahkan belum sempat memakannya, bel masuk sudah kembali berbunyi untuk yang kedua kalinya sehingga kami terpaksa harus menyimpan makanan kami untuk istirahat kedua.

Tentu saja tidak untuk sahabatku, ketika aku tengah mendengarkan penjelasan guru mapel, aku meliriknya dan melihatnya diam-diam memakan makanan yang kami beli tadi!

Rahangku terjatuh dan menatapnya melotot, namun sahabatku itu hanya tertawa dan menyuruhku untuk diam agar tidak ketahuan oleh guru. Aku akhirnya diam dan tidak melaporkan, namun tentu saja mata guru mapel matematika kami sangat tajam, ia bisa melihat sahabatku yang melanggar kedisiplinan itu hanya dengan sekali lirik.

Aku tertawa terbahak-bahak dan menggelengkan kepalaku ketika melihatnya membawa makanannya keluar untuk dihukum menjewer telinga dan mengangkat kaki, hari ini benar-benar indah lainnya untuk masa-masa SMA.

1
Hariyanti Katu
😂😂
Ediherianto
kok blm update ya thor.
Ediherianto
tetap semangat ya thor, walaupun lelah, kami tetap setia menunggu author update.
Ediherianto
terimakasih thor, seh double up
A.K: Sama-sama❤️
total 1 replies
Ediherianto
menarik dan bagus
Ediherianto
semoga lekas sembuh ya thor, dan selamat atas diterimanya disekolah yg diimpikan.
A.K: Aamiiin terima kasih banyak kak Edi!🔥❤️
total 1 replies
bbyylaa
Thank you author. Semoga lolos PPDB tahap selanjutnya, dan tetap jaga kesehatan ya. Aku tetep nunggu kapanpun updatenya kok~
A.K: Terima kasih banyak bbyylaa!❤️🔥🎉
total 1 replies
bbyylaa
Semangat author💘
A.K: Terima kasih bbyylaa! 🎉❤️🔥
total 1 replies
bbyylaa
sukakk banget sama konsep novelnya, underrated banget!!! semangat ya thorr
bbyylaa: ayooo thor semangat updatenyaa
A.K: Terima kasih banyak bbyylaa❤️🔥
total 2 replies
L K
hahahhaha tasnya ilang di gedung hotel
Setsuna F. Seiei
Tiap habis baca chapter pasti bikin aku pengen snack sambil lanjut baca!
A.K: Terima kasih telah berkomentar! komenmu membuat thor bersemangat deh!✨
total 1 replies
Desi Natalia
Ceritanya memukau, jangan berhenti menulis ya author!
A.K: Terima kasih telah memberi dukungan! nantikan bab selanjutnya ya~😉
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!