Lisna seorang istri penyabar dan tidak pernah mengeluh pada sang suami yang memilih menganggur sejak tahun ke tiga pernikahan mereka. Lisna dengan tulus menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah tujuh tahun pernikahan akhirnya sang suami terhasut omongan ibunya yang menjodohkannya dengan seorang janda kaya raya. Dia pun menikahi janda itu atas persetujuan Lisna. Karena memang Lisna tidak bisa memberikan suaminya keturunan.
Namun istri kedua ternyata berhati jahat. Dia memfitnah Lisna dengan mengedit foto seakan Lisna sedang bermesraan dengan pria lain. Lagi lagi suaminya terhasut dan tanpa sadar memukul Lisna bahkan sampai menceraikan Lisna tanpa memberi kesempatan Lisna untuk menjelaskan.
"Aku pastikan ini adalah air mata terakhirku sebagai istri pertama kamu, mas Fauzi." Ujarnya sambil menghapus sisa air mata dipipinya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Saksikan di serial novel 'Air Mata Terakhir Istri Pertama'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri yang patuh
Seperti biasa, pagi ini Lisna bangung jam empat subuh. Dia bangun lebih awal agar tidak terlambat tiba di kantor. Begitu bangun, dia mulai memutar cucian di mesin cuci, lalu memasak sarapan sekaligus masak untuk makan siang suaminya dan bekal untuk dibawanya ke kantor.
Semua pekerjaannya selesai setengah enam pagi dan Lisna selalu menyempatkan sholat subuh. Ya, meski di akhir waktu, Lisna tetap melaksanakan lima waktu nya tanpa terlewatkan sekalipun.
Usai bersiap jam tujuh pagi. Lisna langsung menata makanan di meja makan. Kemudian dia memasukkan kotak betalnya kedalam tas ranselnya yang sudah tampak lusuh tapi masih cukup bagus menurutnya.
"Mas, aku berangkat kerja dulu ya. Sarapan dan makan siang sudah siap seperti biasa." Pamit Lisna pada suaminya yang baru mulai membuka matanya.
"Hati hati, sayang." Fauzi memberi kecupan di kening istrinya setelah istrinya mencium punggung tangannya.
Begitu Lisna hendak melangkah keluar dari kamar, suara Fauzi membuat langkahnya terhenti.
"Lis, apa masih ada uang?"
Lisan menoleh sambil memberi senyuman manis pada suaminya yang masih setengah sadar itu.
"Masih, mas. Mas mau berapa?" Tanya Lisna seperti biasa tanpa menanyakan untuk keperluan apa suaminya meminta uang padanya.
"Tiga ratus, ada?"
"Ada, mas." Lisna mengambil dompet didalam tas ranselnya, lalu mengambil tiga lembar uang berwarna merah dari dompetnya yang menyisakan satu lembar lagi uang warna merah tersebut.
"Ini, mas." Mengulurkan uang itu pada suaminya.
"Mmm maaf ya sayang, mas minta terus. Habisnya mas butuh banget."
Lisna hanya tersenyum, kemudian setelah mengucap salam dia pun langsung berangkat menuju kantor tempatnya bekerja dengan menggunakan motor metik kesayangannya. Sedangkan Fauzi kembali menejamkan matanya dan dia tertidur lelap.
Fauzi sudah menjadi pengangguran sejak empat tahun lalu. Katanya, dia tidak menemukan pekerjaan yang cocok. Jadi, atas izin dari Lisna, jadilah dia seorang suami yang dinafkahi oleh istri. Yang lebih enaknya lagi, istrinya tidak pernah mengeluh atau keberatan sama sekali saat suaminya bermalas malasan di rumah seharian.
*
*
*
_Monday Caffe_
Fauzi sedang nongkrong bersama teman temannya saat jam istirahat makan siang, teman temannya rata rata bekerja kantoran.
"Bro, kantor gue lagi cari karyawan baru. Kalau loe minat, gue bantuin deh."
"Kagak usah ngasih Fauzi kerjaan. Dia mah memang lebih suka kagak ada kerjaan." Celetuk Abdul.
"Jabatan apa, bro?"
Fauzi tampak antusias sok sok-an bertanya jabatan dan itu membuat Abdul merasa geli.
"Staff gudang, bro. Tapi, gajinya lumayan loh."
"Waduh gimana ya bro, gue nggak cocok dengan kerjaan itu. Ya, loe pada pasti tahu lah kalau bekerja itu kita harus mencintai pekerjaan kita agar bisa happy di tempat kerja, kan?"
"Zi, zi.. loe emang kagak pernah berubah." Celetuk Abdul lagi.
"Eh Abdul, loe iri-kan, karena gue punya istri yang pengertian dan tidak menuntut gue harus bekerja. Tidak seperti istri loe yang selalu ngomel kalau loe ngasih uang cuma sedikit."
Fauzi membalas ejekan Abdul yang memang selalu memojokkanya saat mereka sedang nongkrong bareng.
"Loe berdua kalau ketemu selalu saja adu argumen. Heran gue!" Ujar Joko yang mulai risih melihat adu mulut kedua temannya itu.
"Lagian, loe juga, Zi. Apa loe kagak kasihan sama Lisna. Dia harusnya jadi tulang rusuk, eh malah loe jadiin tulang punggung." Celetuk Rino yang memang sedikit banyaknya tahu tentang rumah tangga Fauzi.
"Apa masalah loe, No. Toh Lisna nggak pernah tuh keberatan membiayai hidup gue. Lagi pula, gaji Lisna sudah cukup kok untuk bertahan hidup dari bulan ke bulan."
"Sakit loe, Zi." Gumam Joko dan Rino hampir bersamaan.
"Kalian iri kan? Iri bilang boss. Istri kalian pasti memaksa kalian harus bekerja dan menghasilkan uang yang banyak..." Fauzi mengejek tiga temannya itu sambil berguyon.
"Serah loe dah, Zi." Joko tampak mulai malas bicara pada Fauzi.
*
*
*
Lisna tiba di rumah pukul sembilan malam, karena dia ambil tambahan jam kerja atau lembur. Lumayan untuk mendapatkan tambahan uang gajinya bulan ini.
"Assalamu'alaikum, mas." Lisna masuk ke rumah disambut dengan pemandangan sang suami yang sedang duduk santai di sofa sambil menonton televisi.
"Wa'alaikumsalam, sayang. Sudah pulang."
"Sudah, mas." Mencium punggung tangan suaminya.
"Ini mas, ada martabak coklat keju kesukaan mas."
"Wah, kamu dapat bonus ya.." Antusias membuka bingkisan martabak yang diletakkan Lisna diatas meja.
"Nggak kok, mas. Martabaknya dibelikan mbak Mirna, katanya ucapan terimakasih karena aku tadi bantuin kerjaan dia."
"O gitu. Kirain kamu dapat bonus. Biasanya kan gitu kalau dapat bonus kamu selalu beliin makanan."
Lisna hanya tersenyum, kemudian dia melanjutkan langkahnya menuju kamar.
"Alhamdulillah, ya Allah. Hari ini pekerjaanku lancar seperti hari hari sebelumnya." Gumam Lisna saat tiba di kamar.
Segera dia meletakkan tas ranselnya, lalu berganti pakaian dari seragam kantor menjadi piyama yang nyaman. Lisna tidak mandi, dia hanya mencuci kakinya dengan air panas setiap kali pulang malam. Beruntungnya kamar mandinya lumayan mewah memiliki air panas otomatis.
Sambil merendam kakinya di air panas, Lisna mengosok giginya dan mencuci wajahnya. Setelah selesai barulah dia menghampiri suaminya yang masih asyik nonton sambil makan martabak di depan tv.
"Mas nonton apa sih, seru banget kayaknya?" Duduk di samping suaminya.
"Stand up komedi. Seru, lucu lucu--"
"Mmm."
Lisna ikut menemani suaminya menonton sambil menikmati martabaknya.
"Ambilin minum dong, Lis."
"Mau air putih atau dibikinkan kopi?"
"Kopi boleh juga."
"Tunggu sebentar ya mas."
Lisna yang baru saja duduk beberapa menit langsung melangkah lagi menuju dapur untuk membuatkan kopi untuk suaminya.
"Sayang, kamu sudah makan malam belum?" Teriak Fauzi dari ruang tengah.
"Belum mas. Mas mau dimasakkan apa!" Serunya yang sudah hapal gerak gerik suaminya.
Saat sang suami bertanya apakah dia sudah makan atau belum, itu artinya suaminya memberi tahu bahwa dia belum makan dan tolong buatkan makanan.
"Goreng ikan asin, sayur bayam sama sambel terasi aja deh, sayang."
Segera Lisna membuka kulkas untuk memeriksa apakah ada bayam di sana. "Alhamdulillah masih ada bayam."
"Tunggu bentar ya, mas."
"Iya sayang. Tapi kopinya jangan lupa loh."
Lisna hanya mengangguk sambil melanjutkan membuat segelas kopi instan favorit suaminya. Setelah selesai, Lisna langsung mengantarkan kopi pada suaminya dan kembali kedapur untuk menyiapkan makan malam.
Sejak awal menikah, memang beginilah kegiatan yang selalu Lisna lakukan. Dia memberikan pelayanan terbaik pada suaminya bak seorang raja. Tidak sekalipun Lisna marah, atau merutuk saat tiperintah oleh suaminya secara tiba tiba sekalipun. Bahkan saat sedang sangat lelah dan sakit sekalipun, Lisna akan tetap memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya.
.
.
...Gimana gimana teman teman! 😬...
...Lanjut nggak nih??🌷🌷...
...Kalau mau dilanjutin jangan lupa beri dukungan untuk Author ya, supaya Author lebih semangat nulisnya 😁😄😂...
uh..ampun dah..
biarkan metrka berusaha dengan keangkuhanya dulu