Karena takut dipenjara dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kaisar Mahaputra terpaksa menikahi seorang gadis belia yang menjadi buta karena ulahnya.
Sabia Raysha ialah gadis yang percaya pada cerita-cerita Disney dan yakin bila pangeran negeri dongeng akan datang untuk mempersuntingnya, dia sangat bahagia saat mengetahui bila yang menabraknya adalah lelaki tampan dan calon CEO di perusahaan properti Mahaputra Group.
Menikah dengan gadis ababil yang asing sementara ia sudah memiliki kekasih seorang supermodel membuat Kaisar tersiksa. Dia mengacuhkan Sabia dan membuat hidup gadis itu seperti di neraka. Namun siapa sangka, perhatian dari adik iparnya membuat Sabia semakin betah tinggal bersama keluarga Mahaputra.
“Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!” -Kaisar-
“Ternyata kamu bukanlah pangeran negeri dongeng yang selama ini aku impikan, kamu hanyalah penyihir jahat yang tidak bisa menghargai cinta dan ketulusan.” -Sabia-
**********
Hai, Bestie! Jangan lupa klik ❤️ dan like agar author semakin semangat update dan berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bencana Tak Terelakkan
Sejak dua jam yang lalu, Pak Darma dan istrinya duduk di ruang tunggu Rumah Sakit. Wajah panik dan sedih tersirat jelas di antara keduanya. Panggilan telefon dari Memey tadi sontak membuat keduanya lekas meninggalkan aktifitas malam masing-masing dan mengendarai motor ke Rumah Sakit.
Sementara itu, di sudut yang lain, Syailendra dan Mira, istrinya, juga sedang menunggu kabar dari Dokter yang memeriksa keadaan putranya. Telefon dari Diki tadi telah membuat acara makan malam bersama di keluarga Syailendra buyar seketika.
Polisi nampak menunggu di luar lorong dan memperhatikan dua keluarga itu dari jauh.
"Keluarga Kaisar?!" Seorang Dokter keluar dari ruang IGD dan menghampiri Pak Darma.
Syailendra berdiri dengan sigap, "kami keluarganya, Dok!" sahutnya sembari menghampiri Dokter itu.
Sang Dokter menoleh cepat. "Kaisar sudah siuman. Hanya ada cidera ringan di kening dan pelipis. Kami sudah melakukan Rontgen serta Scan MRI dan tidak ada luka serius."
Syailendra dan Mira menghembuskan nafas lega setelah mendengar penjelasan Dokter.
"Lalu putri saya bagaimana, Dok?!" Darma menarik lengan Dokter dengan tak sabar.
"Masih belum sadar, Pak. Kami sudah melakukan beberapa tes serupa dengan Kaisar. Hasilnya ada cidera kepala berat dan kerusakan di kornea. Kami akan berusaha semaksimal mungkin."
"Biaaaaa ..." rintih Bu Darma tak kuasa menahan tangis.
"Selamatkan Putri saya, Dok! Berapapun akan saya bayar asal Sabia tetap hidup bagaimanapun kondisinya!" pinta Pak Darma memohon sambil menadahkan kedua tangannya.
"Pasti, Pak. Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Saya permisi," pamit Dokter itu sebelum kemudian berbalik dan kembali masuk ke ruang IGD.
Tatapan Pak Darma beralih pada Syailendra sekeluarga. Sejak tiba di Rumah Sakit tadi, polisi sudah menjelaskan padanya bila mereka adalah keluarga dari lelaki yang menabrak putrinya dan Memey.
"Kalian harus bertanggung jawab bila sampai terjadi apa-apa dengan Putriku!" rutuk Darma seraya menghampiri Syeilendra.
"Pak!" Bu Darma menarik lengan suaminya namun kekuatan lelaki yang sedang dikuasai amarah terlalu besar untuk ditahan oleh wanita seperti dirinya.
Diki yang sedari tadi hanya mengawasi dari jauh sontak mendekat ke arah Bosnya dan melerai keduanya.
"Aku pastikan anak kalian akan membusuk di penjara!!"
"Kami pasti bertanggung jawab, Pak. Tenanglah!" janji Diki seraya menahan Darma agar tak mendekat pada Bosnya.
Syailendra menghembuskan nafasnya berat, ia melepas cekalan Mira di lengannya dan menghampiri Darma yang merah padam.
"Pak, kami tidak akan lepas dari tanggung jawab. Putri bapak adalah putri kami juga mulai hari ini, kami pastikan dia akan mendapat perawatan terbaik hingga pulih seperti sedia kala," janji Syailendra dengan pasti.
Tubuh Darma yang semula tegang mulai merenggang perlahan setelah mendengar janji Syailendra. Bu Darma menarik suaminya agar kembali duduk di kursi tunggu seraya berdoa untuk kesembuhan dan kesadaran putri mereka yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam ruang IGD.
Memey hanya mendapat luka lecet di tangan dan kaki. Ia selamat dari cidera kepala karena mengenakan helm, sementara Sabia yang terpental kala itu membentur aspal dengan cukup keras.
Keesokan hari, Kaisar sudah di pindahkan ke ruang rawat inap. Sementara Sabia yang masih belum sadar dipindah ke ICU.
Pak Darma yang tak tidur sejak semalam tetap berangkat kerja di keesokan hari, sementara Bu Darma tetap menunggui putrinya di luar ruang ICU. Mulutnya komat-kamit membaca doa yang tak berhenti setiap ia membuka mata. Hatinya ngilu membayangkan betapa sakitnya Sabia berjuang sendirian di dalam sana.
"Tante."
Bu Darma menoleh cepat pada asal suara di sebelahnya. Memey berdiri di situ seraya mendekap erat paperbag di dadanya. Bu Darma berusaha menarik ujung bibirnya ke atas dengan sekuat tenaga, ia tak ingin menampakkan kesedihan di depan Memey.
"Kemarilah, apakah lukamu sudah diobati?" tanya Bu Darma seraya mengulurkan tangan pada Memey dan meminta gadis itu untuk duduk di sebelahnya.
"Sudah, Tante. Bagaimana keadaan Bia hari ini?" tanya Memey balik sembari duduk.
"Dia masih belum sadar, Mey. Dokter semalam bilang bila kornea matanya tergores dan mengalami kerusakan. Sepertinya Bia tidak akan bisa melihat lagi, hiks," tangis Bu Darma kembali pecah tanpa bisa ia kontrol.
Memey memeluk tubuh wanita yang sudah ia kenal di lebih dari separuh usianya itu untuk menenangkannya. Bu Darma kembali menumpahkan air mata yang susah payah ia tahan di depan suaminya. Ia tak ingin Pak Darma semakin bersedih bila melihat istrinya terus menerus menangis. Bayangan senyum terakhir Sabia kemarin kembali melintas di ingatan dan membuat hati Bu Darma tersayat-sayat. Mungkinkah itu akan menjadi senyum terakhir putrinya?? Putri yang susah payah ia besarkan dengan penuh kasih sayang, yang selalu ia bebaskan dalam membuat keputusan, yang sangat ia sayangi melebihi dirinya sendiri.
"Sabia kuat, Tante. Dia pasti bangun dan kembali pada kita," bisik Memey berusaha menenangkan.
Namun nyatanya, hingga seminggu kemudian, Sabia tak kunjung sadar dari komanya. Kaisar telah diamankan di kantor polisi begitu pulang dari Rumah Sakit. Pak Darma ingin lelaki itu mempertanggung jawabkan apa yang sudah ia perbuat pada putrinya.
"Bagaimana keadaanmu, Kai?" tanya Syailendra yang datang mengunjungi putranya bersama dengan Diki.
Kaisar tak menyahut, ia membuang muka sembari menahan amarah yang menumpuk di dalam hati. Ia tak bersalah, gadis itu yang menyebrang dan membuatnya banting setir tiba-tiba.
"Gadis itu masih belum sadar, kita akan kesusahan untuk mengajukan damai. Bertahanlah dulu sampai gadis itu sadar, oke?!"
"Aku tidak bersalah, Pa! Mereka yang lalai dan membuatku kehilangan kendali!"
"Kamu mabuk, Kai. Mau beralibi seperti apapun, hasil urinemu tidak bisa berbohong. Kamu tetap berada di pihak yang salah karena sudah menyetir di bawah pengaruh alkohol!" cecar Syailendra lugas.
Kaisar tak menyahut, ia memang sempat menenggak wine dan membuat semuanya jadi kacau balau.
"Bertahanlah dulu, Papa akan melakukan apapun asal kamu bisa keluar dari sini. Satu-satunya jalan adalah mengajukan damai pada keluarga gadis itu agar tidak menuntutmu."
"Lalu bila mereka menolak?" tanya Kai sinis.
Syailendra menghela dan menghembuskan nafasnya berat. "Kamu harus keluar bagaimanapun caranya. Perusahaan membutuhkanmu."
Drtttt ... drrtt ...
Ponsel Diki bergetar di dalam saku jasnya, ia lekas mengeluarkan benda pipih itu dan memperhatikan nama yang muncul di layar.
"Halo?" sapa Diki ragu.
Kaisar dan Syailendra memperhatikan lelaki berkacamata di samping mereka. Wajah Diki yang tadinya redup sontak berbinar. Ia pun menutup sambungan telefon itu dan menatap dua bosnya dengan sukacita.
"Pak, gadis itu sudah sadar! Mari kita segera ke Rumah Sakit!" jelas Diki seraya bersiap dan merapikan beberapa berkas yang tadi ia bawa ke tahanan untuk di tandatangani oleh Kaisar.
"Benarkah?" tanya Syailendra berbinar.
"Betul, Pak. Pak Kai pasti bisa segera keluar dari sini. Mari kita pergi!"
.
.
.
Di Rumah Sakit, Syailendra tiba tepat di saat Pak Darma sedang berbincang dengan Dokter dan Polisi di depan kamar Sabia.
“Nah, itu dia orangnya! Hukum putranya seberat-beratnya, Pak Polisi. Pastikan putranya membusuk di penjara hingga masa depannya hancur seperti masa depan putri saya!” geram Pak Darma seraya menunjuk wajah Syailendra.
Polisi tersebut menahan lengan Pak Darma agar tak terjadi keributan, emosi lelaki itu meletup-letup setelah tahu putrinya divonis buta oleh dokter. Masa depan Sabia telah hancur! Sehancur hatinya saat pertama kali mendengar pernyataan Dokter Alex.
“Tenang dulu, Pak. Mari kita bicarakan hal ini baik-baik. Saya dan Kaisar akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan dan masa depan putri bapak, tolong kasihani kami.”
“Kasihani?! Manusia tak berotak seperti putramu tidak berhak dikasihani! Menyetir dalam keadaan mabuk, mengebut dan mencelakakan putri saya, lantas sekarang minta dikasihani??”
Syailendra menghela napas panjang. Ia mengawasi Diki yang berdiri di depannya untuk melindunginya.
“Akan tetapi, Mbak Sabia juga tidak mengenakan helm yang merupakan kewajiban bagi pengendara motor, Pak. Itu juga perlu di garis bawahi.” Diki tiba-tiba bersuara.
“Apa!? Kurang ajar ya kalian! Jadi kalian tidak mau bertanggung jawab!?”
Pak Polisi maju dan berdiri di antara Syailendra dan Pak Darma. “Pak Darma, Pak Syailendra, mari kita bicarakan hal ini dengan kepala dingin. Tidak perlu memakai emosi. Kita akan temukan jalan tengah yang tidak merugikan pihak manapun.”
“Kami akan bertanggung jawab, Pak Darma. Kaisar bersedia menikahi Sabia untuk menjamin masa depannya. Kami akan mencarikan dokter terbaik agar Sabia dioperasi dan bisa melihat lagi.”
“Tidak. Tanpa kalian pun, saya masih bisa menanggung biaya operasi putri saya, saya akan mengoperasi dia secepatnya!”
“Transplantasi kornea ini tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu, mengingat stok kornea terbatas, sedangkan daftar antrean pasien yang membutuhkan lebih banyak. Kami biasanya akan mendahulukan yang sudah mengantri di awal, Pak!” Dokter Alex menengahi.
Pak Darma menghembuskan nafasnya geram.
“Pak, kami mohon. Mari kita selesaikan ini dengan baik-baik. Kaisar memang bersalah, namun putri anda juga menyalahi aturan dalam berkendara. Saya akan jamin masa depan putri anda bila menikah dengan Kaisar. Saya berjanji!”
coba klo ga sakit apa mau di puk puk
cuma taunya marah kan bang koi bang koi pulang" mlh sakit 🤣🤣🤣
Kai ini cari mslh aja ada yg halal
tp cinta mo lawan kah😍