Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Janji Masa Muda
Hari Jumat sore, Sadiyah baru saja sampai di rumah minimalisnya setelah seharian berkutat dengan proyek terbaru dalam mengolah hasil pertanian dari perkebunan milik keluarga.
Sadiyah melihat nama Rostita, bibinya memanggil di ayar ponsel.
“Halo, assalamualaikum, bi Ita.”
“Waalaikumsalam. Neng, ada dimana? Kenapa sudah jam segini belum nyampe rumah?” tanya Rostita khawatir
“Ini baru pulang dari tempat kerja Bi. Insya Allah, besok pagi Iyah pulang,” jawab Sadiyah.
“Bibi khawatir sama kamu karena gak ada kabar. Biasanya jam segini kamu sudah sampai rumah. Neng, ada hal penting yang harus Bi Ita bicarakan sama kamu,” ungkap Rostita.
“Insya Allah, besok pagi Iyah pulang. Tadinya mau sore ini, tapi tadi Iyah keenakan garap pekerjaan jadi gak kerasa magrib baru selesai." Sadiyah memberikan alasan.
“Ya sudah, besok hati-hati bawa motornya. Jangan kebut-kebutan.” Rostita mengingatkan.
“Siapa yang suka kebut-kebutan atuh Bi? Iyah mah kalau bawa motor ya biasa aja, pelan-pelan,” ucap Sadiyah membela diri.
“Lah itu, minggu kemarin kamu datang dengan luka dimana-mana karena jatuh dari motor,” kata Rostita kesal sekaligus khawatir.
“Itu kan karena Iyah menghindari kucing yang nyebrang tiba-tiba, Iyah jadi jatuh,” ungkap Sadiyah membela diri.
“Ya pokoknya mah kamu harus hati-hati, jangan sampai celaka lagi.” Sekali lagi Rostita mengingatkan.
“Iya Bibiku tersayang. Assalamualaikum.” Sadiyah segera menutup telepon setelah mengucapkan salam pada Rostita.
*******************
“Assalamualaikum bi.” Sadiyah langsung menerobos masuk ke rumah sambil berteriak-teriak memanggil Rostita.
“Bi, Bi Ita dimana?” teriak Sadiyah lagi.
“Waalaikumsalam,” jawab Rostita.
Sadiyah segera mencium punggung tangan Rostita setelah melihat bibinya yang keluar dari kamar tidur.
“Bi, ada makanan gak? Iyah laper nih, belum sempat sarapan tadi.” Baru saja sampai rumah, Sadiyah sudah meminta makan pada Rostita.
“Duuuh, dasar anak gadis. Baru juga datang sudah teriak-teriak minta makan,” ucap Rostita sambil mencubit gemas pipi Sadiyah.
“Laper pisan, Bi,” sahut Sadiyah.
“Tuh ada goreng singkong sama goreng pisang di meja makan. Tadi ada yang ngirim,” kata Rostita sambil menunjuk ke arah meja makan.
Langsung saja, Sadiyah melesat dan menghabiskan singkong dan pisang goreng yang masih tersisa.
“Dasar anak gadis makannya meuni rewog (Makannya lahap sekali),” sindir Rostita.
"Lapar, Bi," ucap Sadiyah manja.
Setelah menghabiskan sisa singkong dan pisang gorengnya, Sadiyah menghabiskan satu teko teh tawar hangat. Rostita hanya bisa beristighfar dan mengelus dada melihat kelakukan Sadiyah.
“Neng, kalau sudah kenyang dan selesai makan dan minumnya, Bibi mau bicara hal yang penting.” Rostita berlalu meninggalkan Sadiyah di ruang makan menuju ruang keluarga.
Setelah menyimpan piring dan gelas kosong ke dapur, Sadiyah mengikuti Rostita ke ruang keluarga.
“Ada apa, Bi? Serius pisan.” tanya Sadiyah. Ia duduk di sebelah Rostita.
“Nanti tunggu Amang kamu pulang. Tadi Amang kamu pergi ke rumah pak RT, katanya ada hal penting yang harus diselesaikan dulu,” jawab Rostita.
“Ada apa Mang Awan pergi ke rumah Pak RT, Bi?” tanya Sadiyah curiga karena biasanya pa RT lah yang selalu berkunjung ke rumahnya.
“Kan sudah Bibi bilang kalau amang kamu mau menguruskan sesuatu,” jawab Rostita.
Setelah beberapa saat, Darmawan, suami Rostita menampakkan batang hidungnya.
“Assalamualaikum” Darmawan memberi salam sebelum masuk ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam” jawab Sadiyah dan Rostita kompak.
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," goda Sadiyah. Bi Ita udah gak sabar ingin segera bertemu suami tercinta. Padahal setiap hari bertemu, tapi tetap saja masih bucin."
“Sudah selesai urusannya, Bah?” tanya Rostita pada suaminya.
“Sudah, Mbu,” Jawab Darmawan.
"Kamu ini bisa saja kalau sudah menggoda Amang. Paling pintar memang dalam hal ejek-ejekan," sindir Darmawan.
Sadiyah terkekeh mendengar jawaban Darmawan. Ia sungguh merasa begitu beruntung memiliki paman dan bibi seperti Darmawan dan Rostita. Mereka ikhlas mengurus dan mendidik Sadiyah dan adiknya sejak kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.
“Neng, ada yang mau Amang bicarakan sama Neng. Amang harap, Neng menanggapinya dengan kepala yang dingin dan hati yang tenang.” Darmawan mulai menjelaskan hal penting yang sejak kemarin diwacanakan Rostita.
“Ada apa, Mang. Apa kita dililit hutang banyak? Apa kita harus menjual tanah dan rumah kita? Bagaimana dengan para pekerja?” Sadiyah menanyakan beberapa pertanyaan langsung saking khawatir.
“Bukan itu Neng. Alhamdulillah, tanah dan rumah kita baik-baik saja, para pekerja juga semakin bertambah karena semakin banyak dan luas tanah yang harus kita garap,” jawab Darmawan menenangkan.
“Kalau begitu, ada apa Mang?” tanya Sadiyah masih khawatir.
“Iyah, dengarkan baik-baik apa yang akan dikatakan Amang kamu,” kata Rostita sambil mengelus puncak kepala Sadiyah yang tertutup jilbab.
Sadiyah mengangguk.
“Begini Neng. Satu minggu yang lalu, sahabat lama Aki kamu datang menemui kami. Pak Musa namanya. Pak Musa datang menemui kami untuk melaksanakan janji yang telah diikrarkan oleh beliau dan Aki sewaktu mereka masih muda. Janji mereka itu…” Darmawan menggantungkan kalimat.
“Janji apa, Mang?” tanya Sadiyah tak sabar.
“Mereka berjanji untuk menjadi besan dengan menikahkan anak-anak mereka,” jawab Darmawan.
“Lah, Ayah kan sudah meninggal, sudah menikah juga dengan ibu. Bibi juga sudah menikah dengan Amang kan? Gak mungkin Amang menceraikan Bi Ita, kan?” tanya Sadiyah sedikit heran dengan keadaan yang tak masuk akal dan di luar nalar.
“Ya gak mungkin atuh Neng, masa Bi Ita yang mau dinikahkan dengan anak beliau. Yang pasti anak-anak beliau juga sudah menikah semua,” sahut Rostita berusaha menjelaskan untuk meluruskan kesalahpahaman pikiran Sadiyah.
“Jadi siapa yang mau dinikahkan?” tanya Sadiyah semakin heran. "Bukan Iyah, kan?"
******************
to be continued...
semangat