bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Forum Warga yang Menegangkan
Matahari belum sepenuhnya terbit ketika Boni dan tim Pengawal Duren memulai aktivitasnya. Hari ini mereka berencana menggelar forum warga di balai desa. Rekaman kamera tersembunyi dan pengakuan pelaku menjadi modal yang cukup untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Yuni duduk di serambi rumah Pak Jono sambil menyusun slide presentasi sederhana di laptop jadul yang baterainya harus dicolok terus. Di dekatnya, Boni sedang menggulung spanduk bertuliskan: "Selamatkan kebun Duren kami!"
“Jadi, semua warga bakal datang, kan?” Boni bertanya sambil menyeka keringatnya.
Yuni mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. “Kita sudah undang semuanya. Pak RT bilang dia bakal bantu panggil yang belum sempat dikabari.”
Pak Jono muncul dari dalam rumah, membawa segelas teh hangat. “Yang penting nanti kita jelasin semua dengan hati-hati. Jangan sampai ada yang malah takut atau salah paham.”
“Betul.” timpal Yuni. “Kalau kita terlalu keras, nanti warga malah nggak mau ikut campur.”
Boni memandang langit yang mulai cerah. “Yah, semoga semuanya berjalan lancar.”
Menjelang siang hari, balai desa mulai dipenuhi warga. Pak RT sibuk menata tempat duduk, sedangkan Arman membantu memasang proyektor. Warga terlihat berbisik-bisik penasaran dengan apa yang akan dibicarakan.
“Kenapa tiba-tiba ada rapat?” tanya seorang ibu kepada Bu Siti.
“Katanya ada yang penting soal kebun durian kita,” jawab Bu Siti sambil membawa keranjang berisi pisang goreng untuk camilan.
Di pojok ruangan, Kepala Desa muncul dengan wajah datar. Ia duduk di kursi belakang sambil mengamati gerak-gerik Boni dan timnya dengan tatapan tajam.
“Boni, lihat tuh Kepala Desa,” bisik Yuni sambil mencubit lengan Boni.
“Iya, aku juga lihat,” jawab Boni pelan. “Kita harus hati-hati.”
Pak RT mengawali forum dengan salam dan terima kasih kepada semua yang hadir. Setelah itu, ia menyerahkan waktunya kepada Boni untuk memimpin acara tersebut.
“Terima kasih, Pak RT,” Boni memulai dengan suara yang agak gemetar. “Saya Boni, dan kami dari tim Pengawal Duren ingin berbicara tentang ancaman serius yang sedang dihadapi kebun durian kita.”
Boni kemudian menjelaskan beberapa fakta sederhana tentang pentingnya kebun durian bagi perekonomian desa. Yuni membantunya dengan menampilkan gambar pohon durian di layar.
“Seperti yang kita tahu,” lanjut Boni, “ada pihak-pihak yang ingin mengubah kebun durian kita menjadi perkebunan kelapa sawit. Tapi kami menemukan sesuatu yang lebih buruk.”
Suasana ruangan menjadi hening saat Yuni memutar rekaman kamera tersembunyi. Dalam layar tersebut, terlihat seorang pria menebang pohon durian sambil sesekali melirik ke sekelilingnya.
“Itu siapa?” tanya salah satu warga.
“Dia tertangkap oleh kami,” jawab Arman sambil berdiri. “Dan dia mengaku disuruh oleh seseorang.”
Yuni menghentikan video dan melanjutkan penjelasan. “Kami juga menemukan pola aktivitas mencurigakan di sekitar kebun. Semua ini mengarah pada sebuah rencana besar untuk menguasai lahan kita.”
Pak Jono berdiri untuk menambahkan. “Kami tidak bisa diam saja. Kalau ini dibiarkan, kebun durian kita bisa lenyap dalam waktu dekat.”
Saat suasana mulai memanas, Kepala Desa tiba-tiba berdiri.
“Bukti kalian ini belum cukup kuat!” serunya dengan nada tinggi. “Jangan asal menuduh tanpa adanya bukti yang jelas, bisa-bisa kalian semua yang akan saya tuntut ke polisi. Atas dasar tuduhan palsu!”
Warga pun mulai kebingungan. Beberapa ada yang mulai berbisik, sementara yang lain tampak khawatir.
“Pak Kepala Desa.” kata Boni dengan suara tegas. “Kami punya pengakuan dari pelaku yang tertangkap, dia menyebut Anda sebagai orang yang memberinya instruksi.”
“Itu fitnah!” bantah Kepala Desa. “Kalian semua tahu, saya ini Kepala Desa yang bekerja demi kemajuan semua warga didesa ini!”
“Kalau begitu, kenapa Anda tidak pernah mengajak warga bicara soal rencana bapak mengenai kelapa sawit?” tanya Yuni sambil menatap tajam.
Kepala Desa terdiam sejenak, lalu mencoba mengalihkan perhatian. “Semua yang saya lakukan sudah melalui prosedur yang benar.”
Bu Siti maju ke depan dengan wajah penuh percaya diri. “Pak Kepala Desa, kalau memang Anda tidak bersalah, kenapa ada orang-orang mencurigakan di kebun durian kami? Kenapa Anda tidak pernah transparan soal kebijakan ini?”
“Iya, betul!” seru warga lainnya.
“Kami nggak mau kebun durian diganti kelapa sawit!” tambah Pak Hadi dari bangku belakang.
Suasana semakin memanas. Beberapa warga mulai berdiri menuntut penjelasan lebih lanjut dari Kepala Desa.
“Kalau semua warga sudah tidak percaya, saya akan buktikan melalui jalur hukum!” Kepala Desa akhirnya meninggalkan ruangan dengan wajah merah padam.
Setelah Kepala Desa pergi, suasana balai desa mulai tenang. Pak RT mengambil alih pembicaraan.
“Kita harus sepakat menjaga kebun durian ini bersama-sama,” ujarnya. “Ini bukan hanya tanggung jawab tim Pengawal Duren, tapi juga tanggung jawab kita semua.”
Warga mengangguk setuju. Mereka mulai membahas langkah-langkah konkrit seperti membuat jadwal patroli bersama dan meningkatkan komunikasi antar warga.
“Kami juga akan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib,” kata Arman. “Tapi kami butuh dukungan penuh dari warga.”
“Tenang saja,” jawab Bu Siti dengan penuh keyakinan. “Kami semua ada di belakang kalian.”
Usai forum, Boni dan Yuni duduk di tangga balai desa menikmati sejuknya angin sore.
“Kamu hebat tadi, Boni,” kata Yuni sambil tersenyum.
“Ah, aku cuma bantu sedikit,” jawab Boni dengan wajah merona.
“Tapi warga sekarang mulai percaya pada kita, Itu merupakan sebuah langkah besar bagi kita sebagai pengawal kebun duren,” lanjut Yuni.
Boni mengangguk. “Iya! Tapi ini baru permulaan, Kita harus tetap waspada.”
Yuni menepuk bahu Boni dengan lembut. “Dengan tim seperti kita, aku yakin semuanya akan baik-baik saja.”
Boni tersenyum, dalam hatinya ia merasa bangga telah menjadi salah satu bagian kelompok ini. Meski perjalanan masih panjang, dia tahu mereka kini tidaklah sendirian lagi ada beberapa orang yang terus mendukungnya.