Keberanian Dila, seorang gadis tunarungu yang menolong pria tua penuh luka, membawanya pada nasib cinta bagai Cinderella untuk seorang anak pungut sepertinya.
Tuduhan, makian, cacian pedas Ezra Qavi, CEO perusahaan jasa Architects terpandang, sang duda tampan nan angkuh yang terpaksa menikahinya. Tak serta merta menumbuhkan kebencian di hati Dilara Huwaida.
"Kapan suara itu melembut untukku?" batinnya luka meski telinga tak mendengar.
Mampukah Dila bertahan menjadi menantu mahkota? Akankah hadir sosok pria pelindung disekitarnya? Dan Apakah Dila mempunyai cerita masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. PENYELIDIKAN
EQ Building, Surabaya.
Terjadi ketegangan di ruang kerja sang CEO muda perusahaan jasa architect ternama di negeri ini, Ezra El Qavi.
Pasalnya sang Ayah, Emery Qavi, pendiri kerajaan bisnis keluarga El Qavi dinyatakan hilang kontak saat kembali dari acara pelelangan project.
Mobil sang ayah di jegal sekelompok orang tak dikenal. Menghajar habis beberapa bodyguard yang terbiasa mengawal kemanapun beliau pergi.
Nampaknya kali ini bukan sembarang pasukan elite yang bekerja tapi dia sangat menginginkan sesuatu dari tangan ayahnya. Iya, sebuah project dan siang itu dikabarkan oleh asistennya bahwa Emery Qavi baru saja selesai mengerjakan cetak biru mega proyek sebuah pulau buatan untuk misi pariwisata.
Presentasi lelang kedua sebagai event puncak yang dihadiri oleh para perusahan besar skala nasional akan dilaksanakan esok hari di tempat yang sama.
"Periksa semua CCTV Jhon, aku ga mau kejadian ini terulang lagi," pinta Ezra pada sekretaris pribadinya itu.
Wajahnya masih memerah akibat meledakkan emosi pada semua jajaran management yang terlibat dalam project kali ini. Ezra juga mengamuk saat mengetahui ada penyusup didalam pasukan pengawal yang dia sewa.
"Juga selidiki semua yang terlibat," gemerutuk gigi sang pimpinan El Qavi terdengar jelas oleh Jhonson hingga membuatnya bergidik seram.
"Baik, Bos ... saya permisi," ucap Jhonson undur diri.
"Jhon," panggil Ezra lagi.
"Ya?" Jhonson berhenti dan berbalik badan menghadap Ezra.
"Rolex belum kembali?" tanya sang Bos.
"On the way, Bos ... dia langsung menuju rumah sakit, report terakhir saat Anda itu tadi, anu," ucap Jhon terbata bingung menjelaskan maksudnya agar tak menyinggung perasaan sang Tuan Muda.
"Apa? anu apa?" Ezra bingung atas penjelasan Jhonson.
"Itu Bos, me-nga ... muk," cicit Jhon bergegas pergi.
Braakk.
Jhonson menyebutkan kata itu sembari menutup pintu ruangan bosnya kencang. Berusaha berlindung dibalik pintu bila saja tuan mudanya kembali emosi.
"Hah, selamat," Jhon mengelus dadanya pelan penuh kelegaan hingga sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebaris senyuman tipis.
Teringat akan tugasnya, dia bergegas kembali ke belakang meja, berdampingan dengan sekretaris yang jenisnya abu-abu. Sungguh Jhonson tak mengira, setelah aksi sekretaris genit yang menggoda sang Tuan Muda dan berujung pemecatan. Kenapa si Bos malah memilih pengganti model begini.
Kinerjanya memang bagus, tak banyak bicara namun baik Jhonson maupun Rolex, sangat merasa tidak nyaman bila berdekatan dengannya. Eldo wujudnya namun bisa berubah menjadi Elda bila dia dipancing. Yaps, menyalak dengan tatapan mendamba yang membuat bulu kuduk pria normal sepertinya bangkit. Hiii, Jhonson geli membayangkan.
"Eh nek, Lu merhatiin aja aqiqa, udah mulai naksir ye?" Kerling mata Eldo manja.
"Amit-amit," gumam Jhon berusaha tak menanggapi.
"Si Bos aja ga gue lirik, apalagi macam Lu ... bisa mendadak kurapan eike," sergah Eldo lagi.
"Kerja! ngehalu aja Lu," tukas Jhonson memutar kursinya. Membelakangi Eldo sang sekretaris abu-abu, berusaha fokus pada tugas selanjutnya.
Sementara di ruangan Ezra.
Dia memang lost kontrol tadi, seharusnya bermain cantik. Berpura tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Musuhnya sangat lihai kali ini, namun apalah daya nasi telah bercampur dengan rendang dan kuah gulai sayur nangka, mau tidak mau, harus dia santap agar tuntas tak berbekas meninggalkan noda pada pinggan.
"Aku harus mulai mencari tahu, apakah ini ada hubungannya dengan Akbar Sanjaya, pengusaha real estate terbesar negeri ini," lirih Ezra diatas kursi kebesaran.
"Akbar, setelah kegaduhan yang kau ciptakan pada kasus lelang project milik Agatha Corp beberapa waktu lalu, apakah kini kau menyasar El Qavi sebagai calon mangsamu selanjutnya? coba saja, selama aku masih berdiri, tak akan kubiarkan tanganmu menyentuh keluargaku," Ezra bergumam.
Drrrttt.
Ponsel yang sedari tadi Ezra abaikan tergeletak diatas meja bergetar. Muncul satu nama dilayar gawai pipih series keluaran terbaru, berwarna hitam metalik.
Ezra mengambil benda itu dengan tangan kanannya, menggeser pelan tombol hijau ke arah atas layar.
"Ya Lex, bagaiamana Papa?" tanyanya pada Rolex.
"Aku sudah melakukan pengamanan level 2 Bos, parameter 200 meter dari kamar Tuan besar dan juga memilih team dokter terbaik. Aku telah menelusuri riwayat masing-masing dari mereka dalam perjalanan tadi ... email terlampir Bos, Anda bisa memastikan ulang kembali apakah team yang kupilih semuanya kompeten dan clear ... laporan selesai." Pungkas Rolex.
"Ok, thanks Lex ... akan aku pastikan bahwa semua terbaik, aku menyusulmu segera setelah ini," balas Ezra.
"Siap, Bos," jawab Rolex diujung panggilan.
Ezra meletakkan ponselnya di sisi kanan laptop yang masih menyala diatas meja kerjanya. Memeriksa email sesuai dengan rincian yang Rolex kirimkan, sang asisten pribadinya itu memang bagaikan jam, tak pernah berhenti bekerja pun hasilnya selalu maksimal.
"Tak salah bila namamu Rolex, kau sangat berdetak dalam setiap misimu. Good job," senyum Ezra tersirat saat memandang layar laptopnya, meneliti satu persatu profil team dokter yang dipilih oleh Rolex.
Huft. Terhembus nafas kasar dari mulut dengan bibir tebal berhias kumis tipis itu. Matanya memejam menetralisir rasa panas dan denyutan ringan yang mulai merangsek dikepalanya.
Ezra Qavi memutar kursi kebesarannya menghadap jendela yang sedari tadi ia punggungi. Netra elangnya berpendar ke luasnya angkasa lepas dibalik jendela.
Tidak ada awan yang bergumul siang itu, hingga sang surya pun tak segan melepaskan hawa panas yang menyengat, tidak ada sesuatu pun dibawah sana luput dari sinarnya yang menembus pori kulit.
Membayangkan betapa tinggi kedudukan langit, Ezra berpikir bahwa ujian yang datang seperti ini mungkin akan dia jumpai beberapa kali dimasa depan. Apakah dia telah siap nanti bila sang Ayah betul-betul melepaskan diri dari posisinya?
Dalam lamunannya, ia teringat sesuatu. Urusan pribadinya kali ini mau tidak mau harus segera dia selesaikan agar sosok ular derik yang berwujud wanita seksi nan menggoda itu tak lagi mengusik kesehariannya.
"Aneh, bisa-bisanya aku menikahi wanita sepertinya ... dimana otakku dulu?" sesal Ezra tak lagi berguna.
"Pergilah Cheryl, kejarlah selingkuhanmu ... meski aku belum punya yang baru, mungkin rasanya jauh lebih enak daripada kamu." Ezra tergelak akan kalimatnya, teringat sound medsos dengan ciri khas jogetnya itu menciptakan lirik demikian. Sangat pas baginya dengan situasi yang tengah ia hadapi dan rasa.
"Eldo, bagaimana perkembangan gugatanku?" tanya Ezra dari interkom saat kursi kebesarannya telah ia putar kembali ke posisi semula.
"Nyonya Cheryl keberatan dengan tunjangan yang anda berikan, Pak," terang Eldo atas pertanyaan bosnya.
"Maksudnya kurang?" Ezra menegaskan maksud Eldo.
Gila, lu me-res gue ini namanya. Masih bagus gue kasih tunjangan tiga bulan. Batin Ezra.
"Mungkin, Pak ... beliau berpesan lewat lawyernya bahwa akan negosiasi langsung dengan anda," ucap Eldo lagi.
"Thanks Do," tutup Ezra meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya.
Ting. Notif whatsapp masuk di ponselnya.
"Panjang umur nih uler, udah nyamber aja," rutuk sang duda jengah.
Ezra membaca pelan pesan dari calon mantan istrinya itu. Meski dia mengumpat, namun jarinya mengetik sebaris pesan.
"Kau terima itu, atau tidak sama sekali. Bukan aku yang berkhianat atas pernikahan kita, " balas Ezra telak.
Tak ingin menunggu balasan, Ezra bangkit dan mengambil jas yang tersampir di kursinya lalu melangkah keluar ruangan berniat menuju rumah sakit tempat sang ayah mendapat perawatan akibat insiden hari ini.
"Kalian, tunggu saja pembalasanku," Ezra membatin.
.
.
...__________________________...
⭐⭐⭐⭐⭐