SUARA UNTUK DILARA
Siang hari ini sangat terik. Sinar matahari bagai berada tepat diatas kepala, menyengat kulit hingga rasa terbakar.
Ya Allah, ini masih didunia. Bagaimana bila nanti di Padang Ma'syar? jarak antara manusia dengan matahari hanya sejengkal jemari Innalillahi. Dilara mengeluh dalam hati.
Tak biasanya gadis berperawakan tinggi kurus, lebih tepatnya sedikit ceking melintasi kawasan gudang tua yang sudah lama tidak terpakai. Nuansa horor kerap menyapu bulu kuduk meski siang bolong seperti saat ini kala melintasi tumpukan besi tua nan berkarat.
Ini adalah jalan pintas tercepat menuju rumahnya, daripada harus memutar lebih jauh. Lagipula jalanan beraspal mulus ini lumayan teduh oleh pepohonan dan semak yang menjulang disisi jalan.
Seperti biasa, Dilara akan pulang saat tengah hari usai sekolah. Hanya menunggu surat kelulusan turun saja karena ia telah dinyatakan lulus. Meski surat keramat itu tak begitu penting untuknya sebab belum tahu akan melanjutkan studi kemana, Dila tetap berbangga hati. Sekuat tenaga dia menyesuaikan diri ditengah bullyan serta himpitan atas keterbatasan yang dirinya miliki.
Sekolah menengah Umum untuk penyandang disabilitas seperti Dilara memang membutuhkan perjuangan keras. Tekad kuat serta muka tebal bak kulit gajah.
Kaki kurus Dila masih semangat mengayuh sepeda mini warna ungu pemberian anak Kyai tempat dirinya dan sang Bunda menjemput nafkah.
Tiba-tiba Dila menarik tuas rem sepedanya kencang hingga bunyi ban yang berdecit bergesekan dengan aspal pun terjadi.
Dirinya melihat aksi tindak kejahatan tak jauh dari jangkauan mata bulatnya. Perlahan Dila turun dari sepeda, menepikannya disisi jalan lalu mengendap lebih dekat.
Mungkin gadis berkerudung putih kusam itu terlalu lancang mencampuri urusan orang lain. Dila berjongkok, melepaskan alas kaki sebelah kiri dan melemparkan sepatu usangnya menarget pada kepala seorang pria bersetelan serba hitam. Tengah mengacungkan pistol ke arah pria paruh baya bersimbah darah.
Entah bagian mana yang terluka dari tubuh korban, yang jelas air mukanya terlihat menahan kesakitan yang teramat sangat.
Duk.
Lemparan sepatu butut tepat mengenai kepala sang pria berpistol.
Duk.
Lagi, untuk kedua kalinya pelipis pria itu menjadi sasaran lokasi pendaratan sebuah sepatu terbang. Sehingga membuat sosok seram itu menoleh ke arah Dila, sang coro pengganggu.
Ditatap sedemikian intens oleh pria seram tadi nyatanya tak membuat nyali Dilara menciut. Entah darimana datangnya keberanian itu, matanya dengan cepat memindai ke sekitar.
"Ah, Batu," ucap Dila dalam hati.
Tanpa pikir panjang Dilara memungut banyak batu dibawah kakinya, langsung melemparkan kembali satu persatu batu yang berhasil dia raih kala sang penjahat itu kian dekat.
"Jurus kunyuk melempar buah," gumam Dila, teringat cuplikan tontonan lawas adegan sebuah film.
Melihat raut muka terkejut dari lawannya yang telah bersiap menghalau wajah dari lemparan batu. Penjahat itu pun mengacungkan pistol ke sembarang arah.
"Seraaaaanggg," teriak Dila meski intonasinya kurang jelas.
Tak peduli telapak kakinya lecet akibat tertusuk batu kali yang lancip dari aspal jalanan yang berlubang. Tangan kurus Dilara tetap melempar dengan sekuat tenaga.
Keberanian bocah ceking ternyata mampu membuat pria berpistol itu lari menghindar. Pelipis pria itu nampak berdarah, jika Dila tak salah lihat sebelum pria itu kabur tadi.
Hosh ... hosh ... hosh. Nafas Dilara terengah.
Batu yang masih tersisa dalam genggamannya ia luruhkan tepat didepan pria paruh baya yang masih tersungkur.
Dilara lalu duduk bersimpuh disamping pria itu. Menepuk kaki beliau pelan hingga mata mereka beradu tatap sejenak.
Puk. Puk.
"Anda baik saja?" ujar Dila dengan intonasi kurang tegas. Disertai gerakan jemari sebagai bahasa isyarat. Bahasa keseharian yang tak semua orang mengerti.
"Siapa namamu Nak? dimana rumahmu? ... kamu bisa membantuku menyimpan ini?" Tanya Emery seraya menyodorkan pada Dila, tabung hitam bertali.
Tangan Dila meraih tas selempang yang masih menggantung di bahu. Meraba buku catatan kecil serta pulpen yang tersemat didalamnya. Dua benda itu setia menemani kemanapun Dilara pergi. Ia lalu menuliskan sebuah nama pada lembaran kertas itu lalu ditunjukkan pada pria dihadapannya.
"Dilara," sebut Emery mengeja nama diatas kertas.
Gadis polos itu menganggukkan kepala cepat sembari tersenyum manis.
"Cantik ... aku titip ini, jaga dengan nyawamu, dan akan mengambilnya segera ... karena aku tak tahu, siapa serigala berbulu domba yang masih bersembunyi dalam jajaran management perusahaanku," pinta Emery sambil meringis menahan sakit.
"Aku berhutang nyawa padamu, Dilara ... simpan ini, agar aku mudah mencarimu," Emery menarik gelang Giok hijau dari tangan kirinya, menyerahkannya pada Dila.
Dilara bingung, mata bulatnya mengerjap beberapa kali. Membuat pria didepannya tersenyum melihat wajah lugu sekaligus mengeluh sakit.
Dila lalu menyobek rok abu usang yang ia kenakan. Bakal tak dipakai lagi, pikirnya.
Tangannya menekan kuat luka di tubuh Emery untuk menghentikan pendarahan pada perut bagian kiri sang korban kejahatan yang tak ia ketahui identitasnya.
"Tuan!" seru sebuah suara seorang pria dari kejauhan.
"Lex, lama sekali," pekik Emery, tak kuasa lagi menahan sakit.
"Maaf, aku kehilangan jejak, beberapa anak buah ku amblas," sesal Rolex sambil berjongkok melihat luka sang majikan.
"Minggir," Rolex menepis bahu Dilara agar ia menyingkir.
Gadis itu hendak melayangkan protes namun kedatangan beberapa pria dengan setelan jas yang sama dengan pria kurus tadi membuat Dilara tak memiliki kesempatan, hingga semakin tersingkir.
Tak ingin ambil pusing, Dila memasukkan gelang giok hijau tadi ke dalam tas lalu mengambil sepatunya yang terlempar kemudian ia pakai lagi. Kakinya sakit akibat berlari di jalan beraspal nan berlubang disertai kerikil tajam tadi.
Dila melangkah perlahan sedikit pincang, tangan kanannya menyelempangkan tabung hitam titipan pria itu ke bahu kiri lalu mengangkat tuas standar yang menyangga sepeda ungu, mengayuhnya kembali meninggalkan segerombolan pria yang masih berkerumun.
"Lex, gadis itu ... aku belum mengucapkan terimakasih padanya," ujar Emery saat teringat pada sosok yang telah hilang.
"Gadis mana Tuan? yang tadi?" tanya Rolex.
"Iya, dia gadis pemberani ... aku hutang nyawa padanya," ungkap Emery.
"Akan aku cari nanti, yang penting anda selamat," jawab Rolex. Sang asisten pribadi kepercayaan anaknya, membawa sang Tuan Besar untuk segera mendapatkan perawatan intensif.
"Siapa berani berulah seperti ini, kalian akan berhadapan denganku dulu," batin Rolex bersumpah.
...***...
Sementara ditempat lainnya.
Seorang pria dengan suara berat mengamuk didalam ruangan mengetahui misi anak buahnya gagal.
Dia melemparkan segala benda yang terdapat diatas mejanya. Raut wajah menyeramkan terukir dengan jelas membuat siapapun yang mengusiknya kali ini dipastikan tak akan lolos dengan mudah.
Brakk.
"Si-alan! lebih dari tiga bulan masa pengintaian kita dan hari ini digagalkan oleh seorang anak ingusan dari kampung?" teriak Akbar sanjaya.
"Maaf Tuan," cicit anak buahnya akut.
"BODOH, TAK BERGUNA!" bentak Akbar pada kedua pria di depannya.
"Ampuni kami Tuan, kami tak mengira akan ada gadis itu, dia sangat berani dan lemparannya tepat mengenai kepalaku meskipun hanya menggunakan batu kali." Elak salah satu pengawal membela diri.
"Baru segitu mengeluh, sekarang kita bagai mulai dari nol lagi ... Ezra Qavi pasti akan lebih waspada setelah insiden yang menimpa ayahnya," Akbar sanjaya menggeram marah.
"Pilihan kalian dua, melenyapkan Emery Qavi dan mengambil cetak biru project pulau kelapa itu atau kalian yang akan lenyap. " Ancam CEO Sanjaya Grup itu serius.
"Akan kami laksanakan, Tuan," jawab kedua pria.
"Jangan sampai lolos, atau nyawa kalian melayang! " tatapan Akbar nyalang.
"PERGILAH! Beri aku hasilnya, SEGERA!" titah sang Bos tak ingin dibantah.
"Siap, Tuan!" seru kedua pria seraya meninggalkan ruangan.
"Tunggu kehancuranmu, Emery ..." lirih sang pimpinan Sanjaya Grup.
.
.
..._____________________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
sakura
...
2024-11-05
0
zha syalfa
dia angkatan brp ya?? rasanya aku kenal jurus ini
🤭
2023-03-19
1
Dzulfan Ahlami
baru ketemu lg mulai baca
2023-03-08
1