Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Tawanan
#Adrian Orion Ilyasa
Anak sulung dari Prabu Ilyasa dan Lina Ilyasa. Dengan jabatan CEO di Ilyasa Corporation, semua orang mengenalnya sebagai pribadi yang tegas dan dingin. Sekalipun wajahnya mempunyai nilai di atas rata-rata, tak seorangpun bisa dengan mudah berhubungan dengannya, karena dia bukan orang yang ramah.
...........
Ara berteriak sekuat tenaga, memejamkan matanya tak ingin membayangkan kemungkinan terburuk.
'Apa ini di surga, rasanya ringan dan nyaman'. Perlahan matanya mengerjap, rasa enggan dan penasaran menyatu bergelayut dalam pikirannya. Ketika netranya belum terbuka sempurna, terasa sekujur tubuhnya meremang. Sebuah lengan kokoh tengah merengkuhnya dalam dekapan, aroma aquatic yang menyegarkan berpadu dengan citrus yang menambah semangat siapapun yang menghirupnya.
Pelan ia melacak wangi itu, mengendus seperti anjing pelacak yang mencari korbannya. Dan tanpa sadar Ara mengulurkan tangannya, memegang mantap pada bahu seseorang.
Sekian menit menikmati. Aromanya seperti candu yang tak ingin ia lepas begitu saja, ingin lagi dan lagi.
Pletakk!
Setengah kaget Ara memegang dahinya. Kemudian memicingkan matanya. Mulutnya terbuka dan takjub apa yang hadir dihadapannya. Sesosok wajah tampan, sangat tampan dan..
"Sudah selesai pura-puramu Nona? ". Dilepaskannya kedua lengan yang mendekap tubuh gadis itu, dan tangannya melerai tangan Ara yang memegang bahunya. Hingga gadis itu hampir jatuh. Untung saja Ara kuat menahan beban tubuhnya sendiri.
"Aku tidak pura-pura" kata-katanya meyakinkan sambil melirik ke arah Adrian. "Hanya sedikit limbung" Ara menarik sebelah sudut bibirnya, kemudian bersedekap ingin menunjukkan ia baik-baik saja.
"Cih, sangat bisa terbaca. Cara kabur yang amatiran. Kau tahu, aku tak pernah melepaskan tawananku, apalagi dalam keadaan hidup" ucapnya keras, tegas dan menekan pada bagian akhir.
Ara merinding. Sendinya seakan kaku dan lemas dalam keadaan bersamaan. Ancaman nyata yang biasanya hanya ia dengar di film action kesukaannya, kini melenggang merdu di telinganya. Tanpa sadar ia menghela napas panjang, mencoba mengisi ruang paru-parunya dengan oksigen berharap ada sedikit rasa aman disana. Tapi kosong, bahkan pikirannya tak lagi berjalan, dia tak punya siapapun untuk menolongnya, bahkan sekedar mengadu.
Tiba-tiba ada yang menarik pergelangan tangannya. "Tuan.. " sedikit berlari ia mengikuti langkah kaki panjang pria di depannya. Dan pria itu hanya diam tak menggubrisnya. Menuju ke dalam rumah.
"Duduklah " perintahnya dengan menepuk ruang kosong disebelahnya. Dengan ragu Ara mengikutinya. Karena ternyata tak ada tempat duduk lain di ruangan itu.
"Tuan.. "
"Adrian," ucap pria itu datar.
"Tuan Adrian, saya tidak bermaksud kabur. Hanya saja saya takut, menghadapi anda. Emmm.. .maksud saya, saya takut tidak bisa mengikuti mau anda." Ara mengambil nafas panjang, dilihatnya Adrian hanya menatapnya tanpa ekspresi sama sekali.
"Bahkan aku belum mengatakan apa mauku, dan kau sudah takut? Itu bukan alasanmu saja kan?" manik matanya tajam dan senyumnya meremehkan.
"Emm.. saya bisa bekerja untuk anda di kantor anda menjadi apa saja, office girl atau cleaning service atau membantu anda membersihkan rumah ini juga tak apa Tuan atau mungkin_" Suara Ara tercekat di tenggorokan saat Adrian hanya memandangnya lurus seakan jengah dengan dirinya.
Kemudian pria itu tersenyum miring, tidak ada yang berani membuat penawaran dengannya sebelumnya. Apalagi mendiktenya dengan berani.
"Aku belum butuh semua itu Nona, tidak akan pernah butuh lebih tepatnya, tapi... "Adrian berdiri, berjalan agak menjauh dan berbalik " asisten pribadiku baru aku pecat kemarin, sepertinya kau cocok menggantikannya " senyumnya merekah, dan pasti bukan firasat yang baik, karena ini bukan simbiosis mutualisme.
"Aspri? "Ara tampak berpikir, ia memang pernah bekerja di kantor ayahnya. Itu satu tahun yang lalu, itupun hanya seperti anak magang karena ia hanya lulusan SMA, belum punya keahlian. Dan ia ditempatkan di bagian marketing, karena menurut ayahnya, marketing paling mudah dipelajari oleh Ara.
"Ya.. kau tak pernah dengar?"
"Pernah Tuan, tapi saya tidak tahu apa saja tugas aspri, apalagi saya tidak memiliki kompetensi di bidang itu, saya takut mengecewakan," Ara menunduk.
" Elang akan menjelaskan tugasmu beserta berkas perjanjian yang harus kau tanda tangani." Adrian mengangguk pada pria yang semenjak tadi berdiri di dekat pintu masuk ruangan itu.
Sambil membawa lembaran tebal di tangannya, pria yang di panggil Elang itu mendekati Ara dan mengulurkan apa yang dibawanya.
Kemudian Elang menyampaikan apa yang menjadi tugas Ara sebagai asisten pribadi Adrian secara lisan.
"Silahkan dipelajari berkasnya nona, untuk tugas anda yang saya sampaikan tadi, apabila ada yang kurang dimengerti bisa anda tanyakan pada saya" kata Elang sambil membungkukan badannya, kemudian mundur.
Tangan Ara membuka lembar demi lembar kertas itu, sampailah pada poin-poin yang menurutnya sangat janggal.
Poin 1 Mr. Adrian satu-satunya penentu keputusan.
Poin 2 Mengabdi sampai waktu yang tidak ditentukan.
Poin 3 Setiap melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman.
Poin 4 Setiap mencoba kabur, hutang akan bertambah menjadi dua kali lipatnya.
Poin 5 Jika ingin komplain kembali ke poin 1.
Ara menganga tak percaya, mencoba mengulang apa yang di bacanya tetap saja kembali dirinya yang dirugikan. Mengulang kembali kata yang pernah Adrian ucapkan 'MENGABDI SEUMUR HIDUP dan malah menjadi DALAM WAKTU YANG TIDAK DITENTUKAN'
"Tuan.. ini tidak salah kan? mengapa perjanjiannya hanya berat sebelah?" tanyanya ragu. Menatap Adrian yang sejak tadi tersenyum menyeringai memperhatikan mimik Ara yang menggemaskan karena kaget dengan isi dari lembar kertas yang dipegangnya.
"Berat sebelah? " Adrian mengernyit " Kau pikir kita sedang bernegosiasi? Tidak ada penawaran disini, yang ada apa yang aku mau kamu harus menyetujuinya" Adrian membungkukkan badannya dan berkata tepat di sebelah telinga Ara.
"Saya tidak menawar, hanya saja.. " Ara menggaruk tengkuknya mencoba berpikir cepat tapi buntu.. " hahhhh... " dia memalingkan wajahnya mencoba bernafas sejenak.
"Tanda tangani atau aku menelpon polisi?" Adrian mengeluarkan ancamannya. "Mungkin kau lebih senang hidup di penjara, kasus penipuan yang pasti akan membuatmu lebih lama mendekam di penjara" gertaknya kemudian.
Ara membulatkan matanya, pikirannya melayang kemana-mana" Jangan Tuan, baiklah saya ikut apa kata anda saja". Cemas dan takut bergelayut di hatinya. Ia duduk menenangkan diri kemudian dibukanya kembali lembar kertas itu dan segera ia tanda tangani.
"Good girl.." Adrian mengacungkan jempolnya. " Kau kerja mulai besok, untuk sementara kau tinggal di apartemenku saja. Lagipula sudah lama tak kutempati. Apapun kebutuhanmu katakan pada Ardi, dia yang akan mengantarmu kemanapun, kecuali ke kantor. Kau harus berangkat sendiri"
Pria itu berdiri kemudian melangkah pergi di ikuti para bodyguardnya. Ara memperhatikan mereka sampai hilang dari pandangan.
'Oh Tuhan ' batinnya sambil memegangi dadanya. Demi apa rasanya sesak, mengingat kembali orang tua angkatnya yang meskipun menjadikannya jaminan atas hutangnya. Namun Ara tak bisa membencinya begitu saja, ia ingin menanyakan sendiri apa alasan mereka melakukan itu.
Dan dimana mereka sekarang. Bahkan ponsel pun dia tak memegang, bagaimana dia tahu keadaan mereka.
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏