Dendam dua jiwa.
Jiwa seorang mafia cantik berhati dingin, memiliki kehebatan dan kecerdasan yang tak tertandingi, namun akhirnya hancur dan berakhir dengan mengenaskan karena pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.
Jiwa yang satu adalah jiwa seorang gadis lugu yang lemah, yang rapuh, yang berlumur kesedihan dan penderitaan.
Hingga akhirnya juga mati dalam kesedihan dan keputus asaan dan rasa kecewa yang mendalam. Dia mati akibat kelicikan dan penindasan yang dilakukan oleh adik angkatnya.
Hingga akhirnya dua jiwa itu menyatu dalam satu tubuh lemah; jiwa yang penuh amarah dan kecewa, dan jiwa yang penuh kesedihan dan putus asa, sehingga melahirkan dendam membara. Dendam dua jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1. Fiorella dan Annabella (Kematian Dua Jiwa)
Kegelapan yang kelam telah melingkupi seantero hutan itu. Malam yang pekat menambah suasana hutan semakin tegang, semakin mencekam....
Namun malam itu tidaklah sunyi....
Irama-irama kematian terus mengalun menghantar perjalanan malam. Desingan timah-timah panas yang ditembakkan dari moncong senjata-senjata mesin terus membahana.
Di hutan yang cukup lebat itu, di tengah kegelapan malam yang kelam yang pekat, kejar-kejaran masih saja berlangsung. Dua orang wanita cantik bersama beberapa pasukan bersenjata mengejar seorang pria yang tampak amat ketakutan.
Lelaki tampan namun wajahnya sudah berbalut pucat ketakutan terus saja berlari dan berlari, menerobos hutan yang lebat, menerjang kegelapan malam yang pekat.
Hingga tiba di suatu tempat yang sedikit lapang lelaki muda itu berhenti. Dua orang wanita yang mengejarnya tak lama kemudian sampai juga di situ. Enam orang pasukan, ketika mereka tiba langsung mengepung sang lelaki malang setengah lingkaran.
"Kau nggak bisa lagi lari sekarang, Hendry pengkhianat," berkata salah seorang wanita cantik yang mengejar lelaki yang ternyata bernama Hendry bernada dingin penuh ancaman.
Dia bernama Fiorella Devara, kepala geng mafia yang sekaligus kekasih Hendry. Fiorella menuduh Hendry sebagai pengkhianat bukan tanpa alasan.
Di samping Hendry berselingkuh kepada sahabat yang sudah dianggap adik yang bernama Kayra, Hendry juga berkhianat kepada geng. Bersama Kayra, Hendry bersekongkol dengan geng mafia lain yang menjadi musuh geng untuk menyerang geng mereka.
Hingga akhirnya terjadi pengejaran seperti ini.
Tapi siapa sangka kalau trik ini sudah diatur dengan rapi oleh Hendry dan Kayra. Hendry berpura-pura melarikan diri di hutan ini dengan mengandalkan kelincahan dan kecepatannya, demi untuk menjebak Fiorella dan sisa-sisa pasukan elitnya.
Dan akhirnya mereka terjebak di sini, di hutan yang sudah direncanakan untuk mengepung balik Fiorella dan pasukan elitnya.
Benar saja. Begitu Hendry berbalik menghadap Fiorella yang masih menodongkan pistol, wajah yang tadinya pucat pasi, kini berubah menjadi dingin seraya menyeringai buas. Lalu terdengar tawanya yang cukup keras yang begitu lepas.
"Ha ha ha....!"
"Tertawalah sepuasmu, Hendry!" kata Fiorella bernada dingin penuh penekanan dan aroma membunuh. "Karena malam ini adalah akhir dari nyawa busukmu menghirup dunia."
Wajah cantiknya yang begitu beku laksana es batu, makin dingin dan makin beku melihat kekasih yang berkhianat itu tertawa lepas.
"Aku tidak menyangka pemimpin mafia kejam sepertimu bisa juga terjebak dalam permainanku, Fiorella," kata Hendry di tengah gelak tawanya. "Ha ha ha...!"
"Apa maksudmu?" tanya Fiorella langsung curiga dan waspada.
Adeline, sang asisten cantiknya yang selalu setia berada di sampingnya juga langsung bersikap waspada. Sedangkan enam pasukan elit sang ketua geng langsung bergerak cepat memagari ketua mereka.
"Apa maksudku?" kata Hendry seraya tersenyum dingin lagi meremehkan. "Kau sudah terjebak, sayangku!"
Fiorella seketika tersentak seolah baru menyadari sesuatu. Tapi terlambat. Kejap berikut suara-suara tembakan yang ditingkahi desingan-desingan peluru kembali merobek malam yang kelam. Kejap berikut enam pasukan Fiorella yang terakhir langsung jatuh terkapar dengan bersimbah darah.
Sedangkan pistol Fiorella berikut pistol Adeline langsung terlempar ke udara begitu terkena peluru yang entah datangnya dari mana. Kemudian kedua pistol yang sudah meninggalkan tuannya itu jatuh ke tanah berumput tanpa daya.
Belum lama adegan mengerikan itu terjadi, dari balik pohon muncul sang sahabat kental Fiorella, Kayra.
Nyaris beriringan muncul pasukan Kayra dari balik pohon dan semak-semak. Begitu muncul mereka langsung mengepung ketua mereka dan Adeline setengah lingkaran.
★☆★☆
"Kau sudah tidak berdaya lagi, Fiorella," kata Kayra seraya tersenyum penuh kemenangan. "Malam ini adalah akhir dari hidupmu... dan asistenmu yang malang itu...."
Setelah berkata begitu dia langsung menembak Adeline dua kali, tepat di dada dan ulu hatinya.
Dooorrr! Dooorrr!!!
"Hugkh!"
Adeline hanya mengeluh sedikit, lalu ambruk tanpa daya di dekat kaki sang ketua.
"Adel...!" jerit Fiorella histeris.
Dia langsung menghambur ke Adeline. Memeluk asistennya sekaligus sahabatnya yang paling setia itu. Membawanya ke dalam rengkuhannya.
"Adel, bertahanlah!" pinta Fiorella dalam rasa sedih dan duka. "Aku akan bereskan para pengkhianat busuk ini untukmu...!"
"Ke-ketua..., aku... minta maaf... nggak bisa menjagamu selamanya...," desah lirih Adeline di ujung napasnya. "Tapi... jika ada kesempatan ke dua..., aku... aku akan menjagamu lebih baik lagi...."
Setelah ujung ucapannya itu, tangan berikut kepalanya langsung terkulai lemas. Nyawanya telah terbang dengan damai.
"Adel....!" jerit Fiorella begitu histeris, begitu sedih begitu kehilangan..., begitu kecewa....
Tapi dia tidak boleh menangis. Fiorella tidak boleh menunjukkan kelemahannya di hadapan para pengkhianat busuk ini.
Setelah membaringkan Adeline dengan lembut, dengan tenang, Fiorella berdiri tegak menghadap Hendry dan Kayra yang tertawa senang melihat kehancurannya.
"Kalian sungguh biadab!" katanya bernada dingin. Wajah cantiknya kembali beku, dingin, penuh aura membunuh yang dalam. "Aku nggak akan membiarkan kalian hidup!"
Setelah bekata dengan nada mengancam, dia hendak maju menyerang Hendry dan Kayra dengan tangan kosong. Tapi sehebat apapun bela diri yang dia miliki melawan senjata api, hal itu tidak akan berguna.
Belum juga kakinya bergerak melangkah, Kayra dan Hendry yang sudah memegang pistol langsung menembakinya dengan brutal. Sehingga beberapa timah panas langsung menembus tubuhnya tanpa penghalang. Bahkan salah satu peluru Kayra menembus keningnya.
Beberapa detik lamanya Fiorella terpaku diam di tempatnya dengan kedua mata melotot yang memancarkan kekosongan, kesedihan yang berbalut dendam membara. Kejap berikutnya tubuhnya langsung rebah ke belakang bagai papan jatuh.
Terbayang dalam ingatannya tentang manisnya persahabatannya dengan Kayra, sahabatnya sesama anak panti asuhan. Terbayang kisah cintanya yang harmonis bersama Hendry, sang kekasih pujaan hati.
Namun pengkhianatan yang kedua manusia busuk itu lakukan, ingatan manis dan indah itu berubah keruh, bagai cairan racun yang merendam kepercayaannya terhadap keduanya. Sehingga berubah kental menjadi endapan kekecewaan dan dendam kesumat.
Tubuhnya jatuh dengan keras di atas tanah berumput. Nyawanya siap lepas dari raganya. Namun hatinya tidak rela untuk melepas kematian yang seperti ini.
Tampak Kayra dan Hendry tertawa-tawa penuh kepuasan dan kemenangan, menatap Fiorella malang yang berjuang di ujung sekarat.
"Aku... nggak rela mati seperti ini, ya Tuhan...," hatinya merintih dalam rasa sedih dan kecewa. "Tapi..., tapi... jika Kau beri aku kesempatan ke dua..., aku akan menjaga Adel-ku dengan baik..., aku akan membalas dua pengkhianat itu dengan kejam...."
Setelah mengucapkan rintihan hatinya itu, kedua matanya terpejam perlahan, lalu tertutup untuk selamanya. Namun dua butir air mata sempat lolos dari kelopak matanya, air mata kesedihan, air mata kecewa, air mata dendam.
★☆★☆
Sementara itu di sebuah gedung terbengkalai, di belakang gedung sekolah elit yang megah dan besar di siang hari yang terik....
Tampak seorang gadis cantik berkaca mata, berwajah lugu yang menyedihkan tengah bersimpuh gemetar di tengah sebuah ruangan. Sepasang matanya yang membanjirkan air mata kesedihan dan ketakutan menatap pilu orang-orang yang mengelilinginya.
Di ruangan itu ternyata ada lima siswa laki-laki serta tiga siswa perempuan yang tengah mengitari si gadis malang itu. Lima siswa pria menatap penuh nafsu pada gadis malang itu, sedangkan tiga siswa perempuan menatap jijik penuh kedengkian dan kebencian pada si gadis malang.
Gadis cantik berkaca mata bernasib malang itu bernama Annabella. Dia adalah gadis malang yang kerap mendapat perundungan dari siswa-siswi di sekolahnya.
Seperti saat ini Annabella kembali mendapat perundungan dari kedelapan orang siswa itu. Bahkan salah satu dari tiga siswi yang merundungnya saat ini adalah adiknya yang bernama Nikita, ular betina yang bermuka dua.
Nikita bersama kedua sahabatnya, Vanka dan Stella, selalu saja mem-bully Annabella dengan penuh hinaan, rasa benci dan dengki.
Bahkan sekarang pembullyan yang akan dilakukan oleh Nikita terhadap kakak tercintanya itu semakin ekstrim. Dia memanggil kelima siswa laki-laki untuk melecehkan Annabella. Bahkan sepertinya dia anteng-anteng saja jika kelima siswa laki-laki yang sudah dikobari nafsu itu mau memperkaos kakaknya.
"Niki..., Niki..., tolong lepasin aku...," ratap Annabella penuh kerapuhan dan ketidak berdayaan. "Aku kakakmu, Niki.... Kenapa kamu sampai tega berbuat begini padaku...?"
"Aku... sama sekali nggak pernah berbuat jahat padamu...."
Dia bahkan sampai bersimpuh dan memohon belas kasihan kepada sang adik yang kejam penuh dengki itu.
Nikita maju lebih mendekat di depan Annabella, lalu menjambak rambut sang kakak dengan kasar tanpa belas kasihan. Lalu terdengar ucapannya yang dingin dan sinis penuh kebencian dan rasa jijik dan dengki.
"Aku udah bilang padamu, kakakku tersayang, jangan dekatin Kak Rey. Tapi kamu tetap gatal juga. Jangan salahkan aku jika memberi pelajaran padamu...."
"Aku sudah nggak dekatin Rey lagi," makin memelas suara Annabella sambil menahan rasa sakit akibat rambut panjangnya dijambak. "Kenapa kamu nggak percaya...?"
"Dia juga malah menyuruh aku agar nggak temenan sama dia lagi," lanjutnya di sela kesedihan dan rasa sakitnya, "biar kamu nggak cemburu."
"Itu bagus bukan," dengus Vanka menanggapi. "Kak Rey memang nggak pantas sama kamu, pantasnya sama Nikita."
"Iya, Rey memang pantas buat kamu, Niki," kata Annabella seolah berusaha meyakinkan. "Tolong lepasin aku ya. Aku janji nggak dekat-dekat Rey lagi."
"Kamu memang harus menjauh dari Kak Rey," dengus Nikita masih dingin dan sinis suaranya. "Tapi... aku nggak bakal lepasin kamu begitu saja. Kali ini aku beri pelajaran padamu biar nggak diulang lagi...."
Lalu dia melepas dengan kasar jambakannya pada rambut Annabella. Terus dia berkata pada kelima siswa laki-laki yang masih mengitari Annabella.
"Silahkan kalian berbuat sesuka hati pada gadis menjijikan ini, aku nggak bakal peduli...!"
Kelima siswa laki-laki itu langsung menyambut ucapan Nikita dengan menyeringai buas penuh nafsu mesum. Setelah itu terdengarlah tawa mereka yang penuh kegirangan.
Setelah itu Nikita meninggalkan tempat itu setelah mengajak kedua sahabatnya.
"Nikita..., jangan tinggalin aku!" teriak parau Annabella dengan putus asa yang berbalut duka yang mendalam. "Tolong lepasin aku, Niki...!"
Nikita bersama kedua sahabat bejatnya terus saja melenggang tinggalkan tempat itu, tanpa menghiraukan ratap tangis Annabella, kakaknya.
Sedangkan kelima siswa laki-laki, begitu mendapat lampu hijau dari Nikita, mereka langsung menggarap Annabella dengan penuh nafsu. Tangan-tangan kotor mereka menggerayangi sekujur tubuh Annabella.
Meski di tengah ketidak berdayaan dan putus asa, Annabella tidak pasrah. Sekuat tenaga kerapuhan yang dia miliki mendorong salah seorang siswa, dan kakinya yang lain menendang selangkangan siswa lainnya.
Kemudian, tanpa perduli lagi akan dirinya, dia bangkit dengan susah payah. Lalu berlari membawa kesedihan, luka duka dan amarah di kedalaman rasa lemahnya.
Dalam pikiran Annabella sudah kosong, cuma berisi kehampaan dan keputus asaan. Terus berlari menerjang kegilaan di depan sana.
Tanpa pikir-pikir lagi karena benak dan jiwanya sudah kosong, dia melompat ke lantai bawah. Tak lama tubuh rapuh dan lemahnya jatuh ke bawah tanpa kenal ampun. Dan dengan ritme yang cukup cepat, tubuh tak berdaya itu telah jatuh bergedebuk di lantai bawah yang amat keras.
Tak ada suara lagi, tak ada tangis lagi, tak ada teriakan kesedihan dan putus asa lagi. Semuanya telah diam dan sunyi.
Darah dengan sedikit cepat menggenang di sekitar tubuhnya yang diam. Tetesan air mata terakhir kembali mengalir, setelah itu berhenti.
"Apakah aku akan mati, Ya Tuhan....?" terdengar rintihan dari kedalaman hatinya yang begitu pedih begitu duka.
"Aku nggak kepingin mati dulu, Ya Tuhan... Aku nggak rela mati seperti ini...."
Setelah itu suara hatinya telah terkubur, terendam dalam kesunyian.
★☆★☆★