NovelToon NovelToon
Bos Jutek Itu Suamiku

Bos Jutek Itu Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / CEO / Berbaikan
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Ayra tak pernah menyangka bahwa hidupnya bisa seabsurd ini. Baru saja ia gagal menikah karena sang tunangan-Bima berselingkuh dengan sepupunya sendiri hingga hamil, kini ia harus menghadapi kenyataan lain yang tak kalah mengejutkan: bos barunya adalah Arsal—lelaki dari masa lalunya.

Arsal bukan hanya sekadar atasan baru di tempatnya bekerja, tetapi juga sosok yang pernah melamarnya dulu, namun ia tolak. Dulu, ia menolak dengan alasan prinsip. Sekarang, prinsip itu entah menguap ke mana ketika Arsal tiba-tiba mengumumkan di hadapan keluarganya bahwa Ayra adalah calon istrinya, tepat saat Ayra kepergok keluar dari kamar apartemen Arsal.

Ayra awalnya mengelak. Hingga ketika ia melihat Bima bermesraan dengan Sarah di depan matanya di lorong apartemen, ia malah memilih untuk masuk ke dalam permainan Arsal. Tapi benarkah ini hanya permainan? Atau ada perasaan lama yang perlahan bangkit kembali?

Lantas bagaimana jika ia harus berhadapan dengan sifat jutek dan dingin Arsal setiap hari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KALYA TIDAK MAU PUNYA IBU TIRI

Helen awalnya ingin tidak peduli dengan apa yang dilihatnya di depan. Dirinya yang sedari tadi duduk di sofa sambil memainkan ponselnya akhirnya mengangkat kepala, menatap Ayra yang mondar-mandir seperti orang kebingungan.

"Astaga, Ayra. Bisa nggak sih kamu duduk sebentar? Dari tadi aku lihat kakimu kayak nggak bisa diam," Ujar Helen dengan nada frustasi.

Ayra menghentikan langkahnya sejenak, lalu menatap sahabatnya dengan ekspresi panik. "Helen, aku kacau! Aku benar-benar kacau!"

Helen mengangkat alisnya. "Kacau kenapa?"

Ayra menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk di samping Helen. Tangannya mencengkeram bantal sofa erat-erat.

"Aku… aku ngajak Arsal menikah," Gumamnya seperti bisikan.

Helen yang baru saja hendak menyeruput minumannya langsung terbatuk. "Kamu apa?" Tanyanya seolah tidak percaya.

"Aku ngajak Arsal menikah!" Ayra menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Helen menatapnya dengan mata membelalak. "Kamu bercanda, kan?"

"Aku berharap ini cuma mimpi, Helen," Rintih Ayra. "Tapi nyatanya itu beneran terjadi."

Helen masih tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Belum hilang rasa kagetnya karena Ayra menginap di tempat Arsal, sekarang sahabatnya pulang malah membawa berita yang tak ia sangka.

Merasa penasaran, Helen menatap Ayra dengan penuh tanya. "Tunggu, gimana ceritanya sampai kamu ngajak Arsal menikah? Seingatku, terakhir kali kalian ketemu, kamu bahkan nggak mau berurusan sama dia."

Ayra menghela napasnya, merasa semakin ingin menghilang saja dari muka bumi. "Itu semua gara-gara aku lihat Bima sama Sarah di lorong apartemen. Mereka keliatan mesra banget, dan aku… aku emosi! Aku nggak tahu kenapa, tapi saat itu aku cuma pengen membuktikan kalau aku juga bisa bahagia, kalau aku nggak peduli sama mereka!"

Helen menatap sahabatnya dengan ekspresi tidak percaya. "Dan solusi yang kamu pilih adalah ngajak Arsal menikah?"

Ayra mengerang frustasi. "Aku nggak sengaja! Itu keluar dari mulutku begitu aja! Aku bahkan nggak sadar sampai akhirnya aku lihat wajah Arsal yang…"

Ia terdiam sejenak, mengingat ekspresi Arsal saat itu. Tatapan lelaki itu yang awalnya datar, kemudian berubah menjadi sesuatu yang sulit diartikan. Dan yang lebih parahnya lagi, Arsal menanggapinya dengan serius.

"Ya Allah… aku malu banget!" Ayra mengacak rambutnya sendiri. "Aku nggak bisa ketemu Arsal lagi. Aku harus kabur sejauh mungkin!"

Helen terkekeh pelan. "Kamu sadar nggak sih? Dulu Arsal yang ngejar-ngejar kamu, dan sekarang malah kamu yang ngajak dia menikah. Takdir emang lucu, ya?"

Ayra menatap Helen tajam. "Ini nggak lucu!"

Helen tertawa lebih keras. "Buatku sih lucu banget."

Ayra mendesah panjang. Seandainya waktu bisa diputar kembali, ia pasti akan menahan mulutnya agar tidak berbicara sembarangan. Tapi sayangnya, semua sudah terlanjur terjadi. Dan sekarang ia harus memikirkan bagaimana caranya menghadapi Arsal setelah kejadian memalukan itu.

Sementara Ayra yang masih dengan perasaan malunya, Arsal justru sebaliknya. Membayangkan wajah serius Ayra ketika mengajak Arsal menikah hingga wajah panik dan malunya saat menyadari bahwa ia telah asal bicara membuat Arsal tanpa sadar tersenyum samar.

Siapa sangka, ia yang dulu pernah ditolak Ayra kini justru Ayra yang melamarnya duluan.

Arsal duduk dengan punggung tegak di depan laptopnya, kedua matanya menyapu layar yang menampilkan daftar data karyawan di Cerita House Publishing. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pelan meja, sebuah kebiasaan yang muncul saat pikirannya dipenuhi sesuatu.

Hingga kemudian, sebuah nama menarik perhatiannya. Almahyra Ghassani. Arsal membuka data diri gadis itu. Tak lupa sebuah foto menyertai data diri Ayra di sudut layar. Gadis itu tidak banyak berubah dari enam tahun yang lalu.

“Aku bawa minuman untukmu,” Suara lembut Amanda terdengar sebelum ia meletakkan segelas kopi dan sepiring kue di meja Arsal.

Arsal menoleh sekilas, kemudian kembali menatap layar.

"Terima kasih," Sahutnya singkat.

Amanda ikut duduk di sofa. Perhatiannya langsung tertuju pada layar laptop Arsal yang menampilkan data seorang perempuan berhijab. Alisnya sedikit berkerut.

"Kamu tampak bahagia, Mas." Amanda mencoba membuka percakapan dengan nada menggoda. "Apa yang sedang kamu lihat? Tidak biasanya kamu tersenyum seperti itu saat bekerja"

Arsal dengan cepat menekan tombol di keyboardnya, menutup tab yang menampilkan data Ayra. Wajahnya kembali datar seperti biasa.

“Hanya pekerjaan,” Jawabnya santai, mengambil gelas kopi tanpa benar-benar meminumnya.

Amanda menghela napas kecil, berusaha menahan perasaan aneh yang mulai merayapi dadanya. Sejak tadi, ia memperhatikan perubahan ekspresi Arsal yang tidak biasa. Lelaki itu jarang sekali terlihat santai atau bahkan senyum-senyum sendiri.

"Benarkah?" Amanda masih berusaha mencairkan suasana. "Jarang-jarang kamuu terlihat senang seperti ini. Jangan bilang kamu sedang jatuh cinta?"

Arsal mengangkat satu alis, menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada laptopnya.

"Kamu terlalu banyak menonton drama, Amanda," Balasnya singkat.

Amanda tersenyum tipis, tapi tidak bisa menyembunyikan sedikit ketidaknyamanan dalam hatinya.

Suasana mendadak berubah ketika suara ceria Kalya tiba-tiba terdengar. Kalya baru keluar dari kamar. Gadis kecil itu langsung menghampiri ayahnya.

"Papa!" Kalya berlari kecil mendekati mereka, kemudian berhenti tepat di samping Arsal.

Arsal melirik putrinya sebentar. "Ada apa?"

Kalya mengembungkan pipinya, seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting. Matanya beralih ke Amanda, lalu kembali ke Arsal.

"Papa nggak mau nikah lagi, kan?" Tanyanya polos.

Amanda terdiam, sementara Arsal hanya menghela napas, sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini.

"Kemarin teman Kalya bilang, kalau punya ibu tiri itu nggak enak," Lanjut Kalya dengan wajah serius. "Aku nggak mau seperti itu, Papa." Kata Kalya. Lalu matanya beralih ke Amanda. "Kalya nggak butuh ibu tiri. Sudah ada Tante Amanda yang menemani kita."

Keheningan sejenak melanda ruangan. Arsal menatap putrinya dengan ekspresi datar, sementara Amanda tampak terkejut.

“Kalya…” Amanda berusaha memilih kata-katanya dengan hati-hati.

Namun, sebelum ia bisa bicara lebih jauh, Arsal meletakkan gelasnya di meja dan menatap putrinya dengan lembut. Tangannya mengusap kepala Kalya pelan.

"Ibu tiri itu nggak selalu jahat, Kalya," Ucapnya dengan suara tenang. "Kamu terlalu mendengarkan perkataan teman-temanmu."

Kalya mengerjapkan mata, masih memperhatikan ayahnya dengan serius.

"Tapi kata Rafi, mamanya sekarang nggak sayang sama dia. Dia bilang kalau ibu tiri itu selalu lebih sayang sama adiknua." Protesnya.

Arsal menghela napas. "Setiap orang itu berbeda, Nak. Ada ibu tiri yang baik, yang bisa menyayangi anak tirinya seperti anak sendiri. Seperti Eyang misalnya. Eyang menyayangi Papa sama seperti Eyang menyayangi Om Fakhri," Ujar Arsal lembut.

Kalya menggigit bibirnya, tampak masih mempertimbangkan kata-kata ayahnya. Lalu, ia menoleh ke arah Amanda yang duduk diam dengan ekspresi sulit ditebak.

"Tante Amanda juga ibu tiri yang baik, kan?" Tanyanya polos.

Arsal terdiam sesaat, lalu tersenyum tipis. Ia menoleh pada Amanda sebelum kembali menatap putrinya.

"Tante Amanda itu tantenya Kalya," Ucapnya dengan nada mantap. "Tentu saja Tante Amanda itu baik dan jadi ibu yang baik untuk Kalya."

"Jadi Papa akan menikah dengan Tante Amanda?"

Arsal tersenyum lagi. "Tidak harus, Sayang. Papa menyayangi Tante Amanda sama seperti Papa menyayangi Om Fakhri. Tante Amanda adalah adiknya Papa."

Kalya tampak berpikir, kemudian mengangguk seolah mengerti. "Jadi Papa nggak akan menikah sama Tante Amanda?"

"Tidak," Jawab Arsal tanpa ragu.

Jawaban itu terdengar tegas, membuat Amanda yang sejak tadi diam akhirnya menunduk sedikit, merasakan sesuatu yang menusuk di dadanya. Ada perasaan yang sulit ia jelaskan.

Padahal, sejak dulu, ia sudah terbiasa dekat dengan Arsal dan Kalya. Bahkan, ia tak pernah keberatan jika suatu saat Arsal benar-benar menjadikannya bagian dari keluarga ini. Tapi sekarang, mendengar Arsal mengucapkannya dengan begitu pasti, Amanda menyadari bahwa selama ini mungkin hanya dirinya yang berharap.

Sementara Arsal, lelaki itu bahkan tak pernah melihatnya lebih dari sekadar ‘tante’ untuk Kalya.

"Tapi Kalya tidak mau punya ibu tiri!" Seru Kalya sambil melipat tangannya dengan wajah cemberut.

Arsal tidak marah. Ia justru tersenyum melihat Kalya yang tampak kesal. "Pun Papa menikah lagi, bukan berarti kamu punya ibu tiri. Kamu bisa panggil dia... Kakak? Bagaimana?"

Kalya menatap ayahnya dengan seksama. "Aku harus masih memikirkannya. Pokoknya aku nggak mau punya ibu tiri." Gadis kecil itu langsung masuk kamar.

Amanda baru saja akan menyusul Kalya. Namun Arsal menahan gadis itu.

"Kamu boleh pulang, Man. Terima kasih sudah menjaga Kalya. Biar dia nanti saya yang urus." Ucap lelaki itu datar.

Gadis itu diam. Matanya menatap Arsal, seolah tidak menyangka bahwa ia baru saja diusir secara halus. "Saya pulang, Mas." Ucapnya pelan lalu segera mengambil tasnya dan pergi dari apartemen Arsal.

"Hati-hati." Kata Arsal tanpa berniat mengantarkan Amanda sampai pintu. Lelaki itu sadar, perkataannya pasti menyakiti hati Amanda. Namun membiarkan Amanda terus berharap padanya juga bukanlah hal yang baik.

Apalagi ia akan segera menikah dengan Ayra, perempuan yang ia benci sekaligus ia cintai.

1
Kesatria Tangguh
🔥❤️
Siti Septianai
up nya lebih sering dong ka
Siti Sukaenah
bagus
Edelweis Namira: makasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!