kisah seorang wanita yang berjuang hidup setelah kehilangan kedua orang tuanya, kemudian bertemu seorang laki-laki yang begitu mencintainya terbuai dalam kemesraan, hingga buah hati tumbuh tanpa pernikahan.
sungguh takdir hidup tak ada yang tahu kebahagiaan tak berjalan sesuai keinginan, cinta mereka Anita dan seno harus terpisah karena status sosial dan perjodohan dari kedua orang tua seno.
bertahun-tahun Seno menjalani kehidupan tanpa cinta, takdir tak terduga dan kini mereka di pertemuan kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arya wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENGHAPUS SENTUHAN
Bu Riana melihat ruangan Seno yang kosong hanya tertinggal kursi dan meja saja.
"Kamu benar-benar keluar dari perusahaan ini, dan Kamu benar-benar meninggalkan Mamah Seno"
Ucap kesedihan Bu Riana, memandang ruangan tempat Seno bekerja.
Anita baru ingat Ia akan menanyakan soal bangunan kosong di rumah susun itu, dengan segara Ia menelpon pemilik bangunan.
"Halo Bu, ini Saya Anita yang tinggal di rumah susun nomor 18"
"Oh iya ada apa ya"
"Begini Bu, apa ada bangunan kosong ya saat ini, teman Saya butuh rumah"
"Sepertinya ada.. Kalau tidak salah, kemarin pemilik rumah nomor 15 menjual rumahnya coba deh hubungi saja sama pemilik rumah"
"Baik Bu, boleh kirimkan nomornya"
"Ya.. Saya akan kirimkan"
"Terimakasih informasinya ya Bu"
Setelah nomor pemilik rumah dikirimkan, Anita langsung menghubunginya.
"Halo selamat pagi"
"Pagi dengan siapa?"
Lalu Anita menjelaskan apa yang ingin di sampaikan, setelah banyak cukup berbincang akhirnya pemilik rumah mau menyewa beberapa bulan rumahnya hingga sampai ada yang membeli rumah itu.
"Terimakasih ya Bu, kalau begitu nanti Saya kabari lagi jika uang sewanya sudah siap"
"Baik.."
Dan masalah tempat tinggal untuk Seno kini sudah terselesaikan.
"Aku harus mengabari Seno, tidak.. Sebaiknya nanti saja kalau Seno sudah pulang".
Lalu saat di perjalanan pulang taksi yang Seno tumpangi, mengalami mogok.
"Terus bagaimana Pak, apa lama kalau di tunggu"
"Lumayan lama sepertinya Pak, maaf ya Pak ada baiknya bapak naik taksi lain"
Mau tak mau Seno pun mencari taksi lain, namun saat sedang menunggu, mobil Aldi melewati Seno yang sedang berdiri di pinggir jalan.
"Seno..."
Aldi menyapa membuka pintu kaca mobilnya, namun reaksi Seno seperti tak suka melihat Aldi berada di hadapannya.
"Kenapa?"
"Gak kenapa-kenapa, kok Lo jam segini ada di pinggir jalan, bawa kotak barang lagi, Lo gak ke kantor"
Tidak mungkin baginya bercerita jika dirinya sudah pergi dari rumah di usir Ibunya.
"Bukan urusan Lo"
Aldi hanya tersenyum tipis kemudian Ia mengatakan tentang Anita yang Ia bawa ke hotel waktu itu.
"Seno.. Lo tahu gak, Gue tahu kenapa Lo begitu cinta sama Anita"
Mata Seno mulai menatap tajam Aldi saat Aldi berkata soal Anita.
"Apa maksud Lo?"
"Ya Gue jadi paham kenapa Lo cinta banget sama Anita, karena gak munafik sih, Anita itu wanita cantik dengan tubuhnya yang seksi membuat pria-pria jadi ingin merasakannya"
Seno mulai marah dengan perkataan Aldi yang kurang ajar itu.
"Kalau Lo gak datang, Gue pasti sudah tahu rasanya tubuh Anita"
Mendengar ucapan itu kini amarah Seno memuncak.
"Brengsek Lo ya"
Seno kini menarik kerah baju Aldi, lalu Aldi berkata lagi.
"Tapi walau Gue gagal, Gue sudah kecup bibir Anita, Lo tahu nikmat sekali rasanya"
Seno semakin marah besar, dan ingin menonjok Aldi, namun Aldi berkata lagi sebelum Seno melakukan hal itu.
"Lepas... Buat apa sih Lo mati-matian mencintai Anita, jelas Anita wanita malam yang bekerja di bar, Lo tahu kan aktifitas bar seperti apa, Anita pasti sudah pernah di pegang banyak laki-laki bukan cuma Gue"
Seno semakin naik darah mendengar penghinaan Aldi pada kekasihnya, dan saat Seno akan menonjok wajah Aldi, Aldi menginjakkan gas mobil dan kabur dari hadapan Seno.
"Bye Seno, Lo gak bisa pukul Gue ya, hahaha"
Amarahnya kini semakin menjadi, Ia membanting kotak barang itu hingga beberapa barangnya ada yang rusak.
"Brengsek Aldi, bisa-bisanya Gue punya teman seperti Dia"
Setelah itu Seno merapihkan kembali barang-barang pribadinya.
"Laptop Gue rusak nih pasti".
Sesampainya di rumah Anita, Seno ingin membuka pintu, tapi Ia lupa bahwa rumah ini hanya Anita dan Tante Risma yang menyimpan kuncinya, dengan segera Seno menghubungi Anita.
"Halo sayang, Aku ada di depan rumah ni, tapi Aku gak punya kuncinya, Kamu bisa gak pulang sebentar"
Tak lama Anita membuka pintu tersebut, Seno kaget mengapa Anita berada di rumah dan berpakaian seperti biasa.
"Loh sayang, Kamu gak kerja hari ini"
"Gak..."
Anita hanya menjawab dengan seadanya, Seno pun masuk dan menaruh barang pribadinya di kamar Anita.
"Aku nitip barang Aku ya"
Setelah menaruh barang tersebut Seno bertanya lagi mengapa Anita tak bekerja hari ini.
"Aku di pecat Seno"
"Apa...? Di pecat ko bisa?"
"Bisa saja kalau Kita berhadapan dengan orang yang berduit"
Seno semakin bingung apa maksud dari ucapan Anita.
"Coba deh Kamu jelasin sama Aku, kenapa bisa di pecat, Kamu buat kesalahan?"
"Gak Seno, Aldi yang merencanakan ini semua, Aku gak tahu apa yang di katakan Dia sama manajer bar, sampai-sampai Pak manajer gak memberikan Kita kesempatan bicara"
"Kita, jadi bukan hanya Kamu yang di pecat"
"Iya... Lia juga"
Kini Seno baru paham akan maksud ucapan Anita.
"Brengsek emang itu orang, Aku juga tadi ketemu Dia di jalan, dan dia bicara yang gak-gak tentang Kamu"
Anita kini menatap Seno saat Seno berbicara seperti itu, lalu terlihat Seno sedang memeriksa laptopnya.
"Emang apa yang di bicarakan Aldi tentang Aku"
"Gak usah di bahas ya sayang, lihat deh laptop Aku rusak, sepertinya ini harus di servis"
Anita masih memikirkan apa yang di katakan Aldi waktu di bar tentang kejadian di hotel itu.
"Seno, Aldi bilang sama Aku kalau Dia sudah lihat tubuh Aku, dan..."
Belum selesai Anita bicara Seno langsung berkata,
"Gak perlu Kamu percaya ucapan Dia, Dia itu licik Anita, stop cukup bahas soal kejadian di hotel, Aku sudah muak dengan semua itu"
Seno terlihat marah saat Anita berbicara kejadian di hotel itu.
Mungkin saja karena ucapan Aldi kini masih melekat dalam ingatannya.
"Kamu marah Seno?"
Seno menoleh dan menatap Anita.
"Gak Aku gak marah, tapi bisa gak sih Kita gak usah bahas masalah itu, Aku gak perduli Kamu sudah di cium sama Dia atau di Pegang-pegang Dia... "
"Cium..."
Anita memotong ucapan Seno, Seno kini tersadar ucapannya sudah melebar kemana-mana.
"Anita... Itu kan ibarat saja, bukan berarti Kamu di cium beneran"
"Kamu bohong Seno, Apa Aldi mengatakan hal itu sama Kamu, bahwa Dia sudah menodai Aku, Dia mencium bibir Aku begitu"
Anita mengusap bibirnya dengan telapak tangannya.
"Aku jijik, Aku akan hapus bekas ciuman itu, Aku gak mau ada bekas itu"
Seno merasa sedih melihat Anita yang kini kembali depresi.
"Cukup Anita, gak sayang... Kamu masih tetap suci, Aku gak peduli itu semua"
"Kamu bisa bicara seperti itu, tapi Aku.. Aku yang merasakannya Seno, Aku jijik dengan diri Aku sendiri, Aku gak mau ada bekas laki-laki lain di tubuh ini"
Anita berbicara dengan suara tangis kecil, lalu Seno langsung memeluk Anita dengan erat, Anita hanya terdiam meratapi semua ini.
"Seno..."
"Iya.. Sudah ya jangan menangis lagi, Aku gak ingin Kamu terlihat sedih terus"
"Kamu mau kan menghapus bekas sentuhan itu"
Seno terdiam bingung merasa tak mengerti akan ucapan Anita.
"Apa maksud Kamu?"
Anita menatap wajah Seno begitu lama, lalu Ia berkata,
"Setubuhi Aku"
Sungguh permintaan yang membuat Seno merasa terkejut mendengarnya.
"Apa.. gak.. Gak seperti ini Anita"
"Tolong, Aku gak mau ada bekas sentuhan Aldi di tubuh ini, hapus sentuhan itu.. Hapus... Aku cuma ingin Kamu satu-satunya orang yang menyentuh diri ini"
Seno semakin terenyuh mendengar ucapan Anita, namun bukan seperti ini yang Seno harapkan.
"Anita Aku..."
Tiba-tiba saja Anita mencium bibir Seno, dan sentuhan ini mengingatkan kembali masa di mana Mereka sedang di mabuk kasmaran.
Anita mulai memainkan bibirnya mengajak Seno menciumnya lebih lekat, karena Mereka saling mencintai, gejolak asmara kini tumbuh kembali, Seno pun terbawa suasana dan Ia membalas ciuman itu dengan hangat.
Beberapa detik kemudian Anita melepas ciuman itu, Ia menyandarkan dahinya di dahi Seno, nafas Mereka kini terasa dekat, Anita pun berkata,
"Aku ingin Kamu hapus sentuhan itu, tolong Seno"
Seno memejamkan matanya, kemudian Ia menatap wajah Anita penuh dengan cinta, lalu Ia membuka kancing bajunya, melihat hal itu Anita merasa Seno meresponnya, dan Anita juga melepas bajunya, kini kedua insan menyatukan cintanya gejolak asmara semakin membara, Seno menciumi setiap inci tubuh Anita Ia melakukan itu memenuhi permintaan Anita menghapus bekas sentuhan Aldi.
Tak tertahankan rasanya, Seno laki-laki biasa yang punya nafsu membara apalgi Ia melakukan itu dengan seseorang yang begitu Ia cintai, namun sayang sebelum meneruskan aksinya Seno berhenti sesaat nafasnya kini terengah-engah, Anita pun menatap Seno lalu Ia bertanya,
"Kenapa Seno?"
"Gak.. Bukan seperti ini Anita, Kita gak bisa lakukan ini"
"Tapi Aku mencintai Kamu, dan Kamu juga cinta Aku, Aku cuma ingin bekas ini di hapus oleh Kamu Seno, cuma Kamu"
Seno memakai kembali pakaiannya, dan Ia mengambil selimut menutupi tubuh Anita, dan Ia mencium kening Anita lalu berkata,
"Aku cinta Kamu, sangat mencintai Kamu, tapi tidak seperti ini Anita, Kita belum menikah, Aku gak mau melakukan kesalahan lagi seperti dulu"
Seno mencium lagi lagi kening Anita dan melanjutkan ucapannya.
"Anita sayang, Aku akan terima Kamu apa adanya, Aku gak perduli seperti apa sentuhan Aldi itu, Kamu milik Aku, mulai sekarang Aku mohon sama Kamu, jangan bersikap seperti ini lagi, tolong lupakan kejadian itu, Kamu mengerti kan sayang"
Mendengar Seno berbicara dengan lembut kepadanya, membuat Anita semakin percaya akan kekuatan cinta Mereka, Anita tersenyum namun bersedih, dan Ia memeluk Seno dengan mengatakan,
"Terimakasih Seno, Kamu sudah mencintai Aku dengan tulus, lalu kapan Kita menikah?"
Pertanyaan yang di tunggu-tunggu Seno dari mulut Anita, namun dengan terbatasnya uang yang Ia miliki, mungkin pernikahan itu tidak semegah yang di bayangkan, dan di harapkan para wanita.
"Aku gak butuh pernikahan megah, Aku hanya butuh janji setia Kamu untuk Aku Seno"
"Tapi tetap semua itu butuh biaya Anita, beri Aku waktu ya, satu Minggu atau dua Minggu Aku pasti akan memenuhi janji Aku"
Dan Mereka saling tersenyum, Seno pun meminta Anita segera memakai kembali pakaiannya.