Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Ka, mama mendapatkan pekerjaan di Yogyakarta. Mama juga sudah mengajukan pengunduran diri sore tadi".
"Wah selamat ma, akhirnya ma", ucapku ikut berbahagia untuknya.
"Senin depan ujian akhir kamu kan Ka? Minggu depan juga sepertinya keputusan sidang perceraian Ka. Bagaimana jika setelah ujian kamu tinggal di rumah tante Mur? Papa akan memasarkan rumah itu kan Ka".
"Ya ma".
Sambil membalas mama sebenarnya perasaanku campur aduk, aku senang akhirnya masalah orangtuaku mendapatkan titik akhir, banyak hal terjadi di rumah itu kenangan manis dan pahitnya, aku juga akan tinggal berjauhan dengan Carlo, belum lagi itu waktunya aku tes masuk perguruan tinggi. Mama sepertinya membaca pikiranku.
"Kamu masih bisa menghabiskan waktumu bersama Carlo saat weekend Ka".
Aku tersenyum mendengarnya.
"Aku tau ma, ga hanya Carlo kok ma".
"Iya mama tau sayang, hidup itu tentang perjalanan, akan ada penyesuaian di sepanjang perjalanan itu".
"Aku mengerti itu, aku hanya...".
Mama kemudian memelukku, dan aku tenggelam dalam kehangatan pelukan mama.
Carlo menjemputku ke rumah tante Mur sore itu. Karena langit masih terang, kami mengobrol sebentar dirumahku.
"Ka, besok seperti biasa kan kita belajar bareng untuk ujian di rumahku?".
"Ya boleh Lo".
Ia memegang wajahku, dan mencium bibirku dengan lembut, kemudian ia melepaskan tautan bibir kami, mengusap bibirku yang basah karena ciumannya dengan tangannya.
Aku sangat menyukai perlakuan Carlo yang hangat seperti itu.
"Lo, setelah ujian aku akan tinggal di rumah tante Mur".
"Kenapa Ka?".
"Papa mau menjual rumah ini, akan lebih nyaman bagiku tinggal bersama tante Mur selama proses itu".
"Ya aku mengerti Ka, aku bisa main kerumah tantemu atau kita berkencan di tempat lain, bukan masalah".
Kami mengakhiri pertemuan sore itu dengan pelukan dan ciuman.
"Drrttt...drrtt...".
"Ada apa Lo? Aku baru mau jalan ke rumahmu".
Sepulang sekolah kami berjanji akan belajar bersama untuk ujian besok, dan aku pulang dulu ke rumah mengambil beberapa materi yang ada di rumahku.
"Ka, maaf untuk hari ini kita belajar di rumah masing-masing aja ya Ka. Mama pulang cepat dari kantor karena tidak enak badan, mama juga demam Ka".
"Oh ya ampun, iya ga apa apa Lo. Apa ada yang bisa aku bantu?".
" Ga usah Ka, mama sudah minum obat, aku juga punya makanan di rumah".
"Baiklah, semoga mama cepat sembuh ya Lo. Nanti aku akan foto materi yang belum kamu punya ya".
"Terima kasih Ka".
Mama Carlo sakit selama seminggu, kami belajar di rumah masing-masing, dan bertukar pesan atau video call jika Carlo kesulitan dengan bahan materi ujian.
Sabtu pagi Carlo sudah menunjukkan batang hidungnya di rumahku.
"Pagi banget Lo, aku aja belum mandi".
"Kangen soalnya Ka, udah lama ga dapat vitamin C".
Aku meliriknya dengan tatapan curiga.
"Ciuman", ucap Carlo sambil memelukku.
"Ya ampun, udah sana aku mau mandi dulu", ucapku menghindar.
"Jangan pelit Ka, ga kangen apa?".
Aku mencium pipinya dan melambaikan tangan memintanya menjauh, lalu aku naik ke lantai 2 menuju kamarku.
Saat aku sudah mandi kulihat Carlo duduk di ruang TV sambil menonton YouTube.
"Udah sarapan Lo?".
"Udah, tadi aku disuruh mama makan dulu sebelum pergi".
Aku sarapan sereal sambil menemani Carlo menonton TV.
"Aku datang pagi gini juga mau bantu kamu beberes rumah Ka, biar cepet selesai, soalnya aku mau ajak kamu nonton bioskop nanti sore".
"Ooo... ok".
"Ini pertama kalinya setelah sekian lama aku masuk kamar kamu ya Ka, terakhir kayanya waktu awal aku pindah ke lingkungan sini, waktu SD deh kayanya".
"Iya Lo".
"Aku mulai darimana Ka?".
Aku memintanya membantu dengan buku-buku dan area pernak pernikku, sementara aku membereskan lemari bajuku. Kami beristirahat sebentar untuk makan siang, kemudian lanjut kembali memasukkan barang-barangku ke dalam dus.
"Lo ini sudah mulai sore, masih mau nonton hari ini?".
"Cape juga ya Ka, kita beresin ini aja, jadi besok kita bisa jalan tanpa mikirin harus beberes lagi".
"Ok, terima kasih ya Lo".
Saat langit mulai berubah berwarna menjadi jingga, aku berkata kepada Carlo.
"Lo kita keluar cari makan aja yuk, ini tinggal sedikit banget kok, nanti keburu gelap, ga enak juga kamu udah seharian di rumah aku".
"Ok, mana upahnya aku bantu kamu seharian ini".
"Aku traktir makan?".
Carlo menggelengkan kepalanya dan menunjuk bibirnya. Aku tersenyum dengan tingkahnya, lalu mencium bibirnya.
Kami berciuman cukup lama, kedua tanganku berada di atas bahu Carlo, memeluknya. Awalnya tangan Carlo berada di pinggangku, namun kami terbuai dengan ciuman itu, tangannya mulai menyentuh bagian dadaku untuk sesaat. Lalu ia menghentikan ciuman kami dan memegang wajahku dengan menempelkan kening kami, ia berkata,
"Aku sangat mencintaimu, aku ingin melakukan ini dengan benar. Aku tunggu kamu di bawah ya Ka", ucapnya kemudian ia keluar dari kamarku.
Aku mengatur nafasku, setelah agak tenang, aku mengambil tas kecilku lalu menyusul Carlo ke bawah.
Setelah makan malam, ia hanya mengantarku sampai depan rumah, mencium pipiku lalu pamit pulang.
Malam itu aku terbayang-bayang akan ciuman kami, dan bersyukur aku bersama orang yang tepat.
Kami sekarang hanya sesekali datang ke sekolah, hanya untuk kegiatan olahraga ataupun kesenian saja. Hari ini adalah hari terakhir aku akan bermalam di rumah ini. Tadi siang Carlo sudah membantuku mengantarkan beberapa barang ke rumah tante Mur. Besok pagi aku janjian sama papa untuk memberikan kunci rumah yang aku miliki.
"Ka aku mampir dulu ya sebentar, kita nanti udah ga segampang sekarang ketemuannya, mau lamaan dikit bareng kamu ya hari ini", pinta Carlo.
"Ok baiklah, tapi jangan lama-lama ya, begitu mulai gelap kamu harus pulang".
Iya mengangguk dan tidur di pahaku sambil memegang tanganku memintaku mengusap usap kepalanya. Kemudian kami mengobrol ringan sambil menonton YouTube.
"Lo gerimis deh kayanya diluar, sebelum makin besar lebih baik kamu pulang Lo".
"Ok tapi minta vitamin C nya dulu ka".
Aku tersenyum lalu menciumnya, kami berdua terbuat oleh ciuman kami, mungkin suara hujan juga menyamarkan suara di sekeliling kami, hingga aku tidak menyadari bahwa suara mobil terparkir di halaman.
Tiba-tiba terdengar suara papa berteriak memanggil namaku,
"Malika...!!!".
Kami berdua kaget dan melihat kearah suara, papa terlihat sangat marah. Ia menarik baju Carlo agar menjauh dariku.
"Maaf Om...", hanya 2 kata itu yang sempat Carlo ucapkan.
Papa tidak mau mendengarkan penjelasan Carlo, ia memukuli Carlo baik di wajah dan tubuhnya. Carlo sungguh tidak berdaya melawan papa.
"Pa stop pa, ini bukan salah Carlo".
"Pa stop pa, aku mohon...", suaraku seperti tenggelam tidak memiliki arti apapun.
Melihat Carlo tampak sudah sangat lemah, dengan darah diwajahnya, aku mengumpulkan semua kekuatan yang aku miliki, aku mendorongnya sekuat yang aku bisa, namun papa hanya bergeming sedikit. Ia melihatku lalu memukulku wajahku beberapa kali dan mendorongku hingga tubuhku membentur dinding dengan sangat keras.
"Dasar anak ga tau diri!!!", teriak papa.
"Pa aku mohon hentikan pa", aku memeluk kaki papa saat papa hendak memukul Carlo lagi.
"Kamu membela anak ini Malika?!!".
"Kamu tidak boleh berhubungan dengan dia lagi, dengar itu Malika!!!".
"Iya pa, Malika berjanji pa".
Kemudian papa pergi meninggalkan kami.
"Carlo maafkan aku...", ucapku duduk di samping Carlo, memegang wajahnya yang terluka sambil menangis.
"Aku ga apa-apa Ka", ucap Carlo sambil mengusap air mataku.
"Tunggu aku akan pergi ke rumah orangtuamu mencari bantuan ya".
Kemudian aku berlari ke rumah Carlo.
"Om tante ... ", ucapku sambil mengambil nafas karena aku berlari sekuat tenaga menerjang hujan.
"Ada apa Ka?", aku bisa merasakan mama Carlo panik melihatku dalam keadaan seperti ini.
"Maafkan aku, Carlo dipukul papa di rumah", ujarku sambil menangis.
"Pa...", ia menengok ke arah papa Carlo, dan hendak menuju rumahku.
"Om sebaiknya bawa Carlo ke rumah sakit om", ucapku lagi.
Mendengar hal itu, papa Carlo segera mengeluarkan mobil, lalu kami menuju rumahku.