One Piece Raja Bajak Laut Dengan System Kapten

Setelah memastikan para pembuat kapal bersembunyi di dalam kapal yang hancur sebagai markas sementara, Andi memimpin anak buahnya ke sebuah tanah lapang di tengah pulau. Cahaya matahari siang menyorot wajah-wajah mereka yang penuh harapan, meski kelelahan masih terlihat jelas dari bekas pertempuran sebelumnya.

Andi menatap mereka satu per satu. Tak ada lagi tatapan putus asa seperti kemarin. Kini yang tersisa hanyalah tekad.

"Berdiri di tempat kalian masing-masing."

Suara Andi tegas namun tidak tergesa-gesa. Para bajak laut bergerak sesuai instruksinya, membentuk beberapa kelompok berdasarkan ukuran tubuh dan kemampuan mereka.

Kemudian, tanpa banyak basa-basi, Andi mulai mengajarkan ilmu pedang paling dasar.

"Mulai dari cara memegang pedang yang benar, menyalurkan tenaga, hingga bagaimana menangkis serangan lawan."

Sebagian dari mereka memegang pedang sungguhan, sementara yang lain hanya bisa menggunakan tongkat kayu. Namun, tak ada yang mengeluh. Mereka semua begitu fokus, memperhatikan setiap gerakan yang diperagakan Andi dengan penuh semangat.

Bahkan, ada yang menunjukkan fanatisme yang belum pernah Andi lihat sebelumnya.

Dia mengamati mereka dengan alis sedikit terangkat. Mereka benar-benar serius…

Andi tak bisa menahan tawa kecil dalam hati. Awalnya, dia mengira sebagian dari mereka akan menyerah setelah beberapa jam. Tapi ternyata, mereka tetap bertahan.

"Kapten, begini?"

Seorang bajak laut muda dengan rambut acak-acakan bertanya, menunjukkan posisi bertarung yang baru saja dia pelajari.

Andi mendekatinya, mengoreksi posisi tangannya. "Sedikit lebih rendah. Jangan terlalu tegang, biarkan tubuhmu bergerak dengan alami."

Bajak laut itu mengangguk cepat, wajahnya penuh konsentrasi.

Waktu berlalu tanpa terasa. Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, berganti dengan cahaya bulan yang menerangi langit. Namun, meski malam telah tiba, tak satu pun dari mereka yang berhenti.

"Kapten, mengapa aku tidak selelah yang kukira?" seorang bajak laut tiba-tiba bertanya.

Rekan-rekannya ikut menimpali.

"Benar, aku juga merasakannya! Normalnya, setelah latihan seharian, aku pasti sudah terkapar. Tapi sekarang, kakiku hanya sedikit lemas."

"Mungkin ini efek dari latihan yang benar?"

"Atau… usaha kita menggerakkan para dewa?" seseorang bercanda.

Tawa kecil terdengar di antara mereka. Meski kelelahan, suasana hati mereka tetap ringan.

Andi tersenyum samar. Tentu saja, dia tahu penyebabnya. Itu adalah efek dari sistem.

Lencana sistem yang dimilikinya meningkatkan pemulihan fisik sebesar 25%. Itu berarti mereka kehilangan stamina 25% lebih lambat selama latihan dan pulih lebih cepat saat istirahat.

"Sebuah buff yang sempurna," gumamnya sambil melihat panel sistemnya.

[Panel Status]

Ilmu Pedang: Level 4 (431/800) → 453/800

Fisik: Level 3 (357/400) → 384/400

Hanya dalam satu hari, ilmu pedangnya meningkat 22 poin, dan fisiknya bertambah 27 poin.

Bagi orang biasa, peningkatan seperti ini hampir mustahil. Bahkan, seseorang mungkin membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai level ilmu pedang Andi jika hanya mengandalkan latihan biasa.

Namun, di dunia ini, ada orang-orang berbakat seperti Zoro dan Sanji yang hanya membutuhkan beberapa tahun untuk menjadi petarung tangguh.

"Kesenjangan bakat memang luar biasa."

Andi sadar bahwa dirinya bukan seorang jenius. Tapi dengan sistem ini, dia bisa mengejar mereka—perlahan tapi pasti.

Jika tren ini berlanjut, dalam sebulan, ilmu pedangnya bisa mencapai Level 5. Jika semua berjalan dengan baik, fisiknya pun bisa meningkat ke level yang sama.

Tapi, seberapa besar peningkatan ini akan mempengaruhi kekuatan tempurnya?

"Menurut sistem, setiap lima level akan menjadi titik krusial yang menentukan arah perkembanganku."

Andi bergumam pelan.

Sementara itu, beberapa bajak laut datang membawa makanan—ikan hasil tangkapan dan buah-buahan liar dari hutan.

Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan janggut tebal, meletakkan sepotong daging di tangan Andi.

"Kapten, silakan makan dulu sebelum lanjut latihan!"

Andi mengambil daging itu dan menggigitnya. Rasa asin dan amis langsung memenuhi mulutnya.

"Keras dan bau… tapi cukup mengenyangkan."

Para bajak laut di sekitarnya tertawa.

"Bagi kami, ini sudah makanan mewah, Kapten!"

Andi hanya tersenyum, lalu menelan dagingnya dengan cepat.

Bagi mereka yang berasal dari kelas bawah, makanan seperti ini sudah lebih dari cukup.

Yang penting bukan rasanya, tapi energi yang mereka dapatkan darinya.

Setelah makan, Andi berdiri dan menatap anak buahnya yang masih bersemangat.

"Besok, kita lanjutkan latihan. Tapi kali ini, kita tidak hanya akan belajar bertahan—kita akan belajar bagaimana menyerang."

Mata mereka berbinar.

"Kita akan mulai menciptakan kekuatan yang mampu menantang dunia."

Dan dengan itu, malam pertama latihan mereka berakhir. Namun, di dalam hati masing-masing, sebuah tekad baru telah tumbuh.

Mereka bukan lagi sekadar bajak laut yang melarikan diri.

Mereka adalah pejuang yang sedang membangun masa depan mereka sendiri.