Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Maher dan Axcel berniat menjemput Zehya pagi tadi. Tapi Matteo yang sedang menempeli kakanya, sama sekali tidak mengizinkan kakak perempuannya pergi bermain tanpa dirinya.
" Kami sudah menjadi kakaknya sebelum kau lahir, bocah!" Maher berkata dengan sengit. Zehya memutar bola matanya. Pertengkaran ini akan selalu ada jika mereka bertemu. Ada saja yang mereka peributkan. Matteo mendelik pada Maher, begitupun sebaliknya.
" Ayo kita pergi, Zee." Axcel mengajak Zehya untuk beranjak. Meninggalkan dua lelaki beda usia itu berdebat.
" Mau kemana kita hari ini?" Tanya Zehya begitu mereka sudah berada di dalam mobil milik Axcel.
" Bagaimana dengan taman bermain? sudah lama kita tidak bermain wahana" Axcel mulai melajukan mobil.
" Ide bagus. "
Di ruang tamu. Maher dan Matteo masih sibuk dengan pertengkaran mereka, tidak menyadari bahwa orang yang mereka peributkan sudah pergi bersama Axcel. Bagas melirik jam yang melingkari tangannya. Sudah hampir pukul setengah delapan. Sebentar lagi gerbang sekolah Matteo akan di tutup. Bisa di pastikan anak lelakinya akan mendapatkan surat peringatan jika tidak segera berangkat.
" Teo, cepat berangkat kesekolah. Atau kau akan terlambat."
Mendengar perkataan Ayahnya, Matteo gegas melihat jam tangannya. Matanya membulat.
" Kenapa Ayah baru bilang?"
" Loh? Dimana Zehya dan Axcel?" Maher sudah menyadari keduanya tidak ada. Matteo juga memandang Bagas yang sudah beranjak, hendak berangkat ke kantor.
" Mereka sudah pergi dari tadi. " Ujarnya dan berlalu. Maher dan Matteo saling pandang.
" Ini salahmu!" Tunjuk Maher.
" Salahmu, Kak!" Matteo tidak mau mengalah.
" Cukup, Maher, Teo. Cepat pergi!" Usir Syeina yang jengah dengan kedua lelaki beda usia itu. Sedari tadi Syeina mendengar semua keributan mereka dari ruang samping.
Keduanya gegas pergi, dengan saling menyerang. Namun tetap masuk di mobil yang sama. Maher akan mengantarkan Matteo kesekolah sebelum menyusul kedua saudaranya.
...****************...
Ilustrasi taman hiburan yang Zehya datangi. ( Gambar saya ambil dari google)
Zehya mengirimkan lokasi nya dan Axcel pada Maher, saat tiba di taman hiburan. Mereka berdua membeli tiket dan masuk ke wahana.
" Kak, Sebelum bermain ayo beli makanan sembari menunggu Maher." Ajak Zehya begitu melihat kedai di sebrang mereka berdiri. Axcel menarik lembut tangan Zehya dan membawa gadis itu ke sana.
Zehya melihat aneka macam kue dan puding yang baru saja di tata di etalase.
" Saya mau yang ini, ini, ini, itu, dan ini." Ucap Zehya pada penjual sambil menunjuk makanan yang dia inginkan. " late satu, americano satu." Tambah Zehya.
" Saya akan siapkan pesanan, anda. Mohon tunggu sebentar. "
Zehya memilih duduk di bangku yang di sediakan di depan kedai. Menyusul Axcel yang menunggunya disana.
" Bagaimana dengan musuhmu? Aku dengar dari Deddy kalau Kak Axcel sedang mengejar bos mafia yang menghancurkan kapal milik kalian." Mendengar pertanyaan Zehya, Axcel mengangguk.
" Benar. Pengejaran itu masih berlanjut hingga saat ini. Kami sudah menemukan titik koordinat yang tepat. Tinggal menunggu mangsa masuk perangkap. " Axcel menjeda kalimatnya. " Itu salah satu topik yang ingin aku bahas dengan mu dan Maher hari ini." Zehya mengangguk. Rupanya kehidupan damainya akan terusik sebentar lagi.
" Permisi Nona, ini pesanan anda." Ucap pelayan sembari meletakkan semua pesanan Zehya ke atas meja.
" Terimakasih" Ujar Zehya setelah semua makanannya sudah tertata di atas meja.
" Selamat menikmati Nona."
Zehya mulai melihat stoberi tart dengan wajah berbinar. Axcel tersenyum melihat tingkah Zehya.
Seperti biasa. Tidak ada perbincangan diantara mereka. Axcel yang diam memperhatikan dan Zehya yang asik dengan kegiatannya. Keadaan ini terasa begitu damai dan nyaman untuk mereka. Setelah bergelut dengan kesibukan dan interaksi dengan orang banyak, duduk diam bersama orang yang mereka sayangi, sudah cukup membuat mereka rileks.
Kedua orang itu saling mencintai, namun tidak ada satupun dari mereka yang menyadari perasaan yang tumbuh di hati mereka. Baik Zehya maupun Axcel mengira bahwa rasa cinta mereka adalah rasa sayang kepada saudara.
Axcel mengulurkan tangannya, menghapus krim yang ada di sudut bibir Zehya. Pandangan mereka bertemu, cukup lama mereka ada di posisi itu, dengan jantung yang berdisko.
" Wah! Lihat. Bahkan kalian jajan tanpa ku!" Protes Maher membuat kontak mata mereka terputus.
" Mau?" Zehya menawarkan Brownis coklatnya yang masih utuh. Hilang sudah amarah Maher. Lelaki itu langsung duduk di samping Zehya dan memakan Bronis yang di berikan padanya.
Axcel melebarkan bibirnya, memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Semua itu tak luput dari perhatian Zehya. Gadis itu meraba dadanya, dia merasakan degupan yang keras di sana.
" Apa aku sakit jantung? Aku harus memeriksakannya nanti "
...****************...
Potret Zehya dan Axcel yang Zain terima dari Asistennya. ( Gambar saya ambil dari google.)
Zain melempar lembaran poto yang ada di tangannya, hingga berhamburan di lantai kantornya. Amarah nya memuncak. Semalam Zehya menolak dengan tegas permintaannya, dan hari ini asistennya melaporkan bahwa gadis itu tengah menghabiskan waktu di taman hiburan bersama dengan Maher dan Axcel.
Kedekatan mereka bertiga saja sudah membuatnya mendidih. Di tambah dengan beberapa poto mesra antara Zehya dan Axcel. Zain cukup tahu hubungan mereka bertiga. Meski cemburu, Zain masih bisa menerima kedekatan Zehya dengan Maher. Keduanya merupakan saudara sedarah, keduanya mengaliri darah ibu mereka. Tapi, beda cerita dengan Axcel.
Zain dapat melihat dengan jelas tatapan cinta lelaki itu pada Zehya, dan yang lebih menyakitkan lagi; Sepertinya Zehya juga memiliki perasaan yang sama.
...****************...
Zehya mengerutkan dahinya ketika mendapati Zain berdiri di dalam kantornya. Hari ini, Zehya berencana untuk menyelesaikan semua pekerjaannya, karena besok setelah acara pameran di galerinya selesai, Zehya akan kembali ke Jerman.
Zehya melambaikan tangannya, meminta Rose untuk menunggu di luar. Gadis itu melewati tubuh Zain dan duduk di kursinya.
" Kamu datang sebagai teman, atau rekan kerja?" Pertanyaannya Zehya meredakan Amarah yang sedari kemarin menggerogoti kewarasan Zain. Lelaki itu menarik kursi depan meja Zehya dan duduk disana
" Teman." Jawab nya singkat. Zehya mengangguk, kemudian mulai membaca laporan yang sudah tersusun rapi di mejanya, siap untuk di tanda tangani.
" Apa yang membawamu kesini sepagi ini, Zain?" Zehya bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.
" Apa aku harus punya alasan untuk menemuimu?" Zain balik bertanya.
" Hubungan kita tidak sedekat itu untuk datang kapanpun tanpa alasan." Zehya menyelesaikan satu laporan, dan mengambil map ke dua. Zain memperhatikan semua yang di lakukan Zehya tanpa berkedip.
" Apa kamu tidak ada kerjaan?" Sarkas Zehya.
" Sudah selesai." Jawab Zain jujur. Dia memang sudah menyelesaikan semua pekerjaan mendesak kemarin.
" Ingin makan sesuatu? Aku akan pesanan jika kamu mau." Zain masih mencoba mengajak gadis yang fokus membaca dokumen di depannya. Zehya melirik Zain sekilas. Sempat akan tergoda, namun waktunya tidak banyak.
" Besok datanglah bersamaku ke galeri."
" Aku sudah memiliki pasangan." Jawab Zehya singkat.
" Dengan?" Sontak Zain langsung bertanya.
" Apa itu penting untukmu?" Zehya menatap Zain. Kali ini agak lama. Zehya mengirim pesan pada Rose untuk membawakan kopi untuk Zain, dan jus buah untuknya. Zehya juga meminta Rose untuk membawakan cookies yang dia beli tadi.
" Tentu. " Zain menjawab dengan yakin. Zehya kembali mengambil map baru dan mempelajari isinya sebelum membubuhkan tanda tangannya sebagai bentuk persetujuan sebagai pimpinan perusahaan.
" Aku akan pergi bersama Matteo." Zain tanpa sadar menghembuskan nafas lega, ketika mengetahui bahwa Matteo lah akan menjadi pasangan Zehya besok.
" Mau aku jemput?" Zain mencoba peruntungan.
" Tidak perlu."
" Tok!Tok!Tok!"
" Masuk!" Zehya berkata agak keras. Pintu terbuka, dan Rose masuk dengan sebuah nampan berisi semua pesanan Zehya. Rose meletakkan barang bawaannya ke atas meja yang ada di tengah ruangan, dimana ada satu set sofa disana.
" Terimakasih, Rose." Ucap Zehya setelah Rose menyelesaikan tugasnya. Rose mengangguk kecil dan berlalu di balik pintu yang kembali tertutup.
Zehya menyelesaikan dokumen terakhirnya, menyusun kembali map menjadi dua, satu yang telah di setujui, dan satu lagi untuk yang butuh revisi.
Zehya beranjak dari kursinya dan pindah ke sofa, Zain mengikutinya tanpa di minta. Keduanya lalu duduk berdampingan dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Zehya mempersilahkan Zain untuk meminum kopinya, dan dia menikmati jus nya. Belum sempat Zain kembali mengajak Zehya bicara, Pintu kantor Zehya terbuka, Maher masuk keruangan dengan sebuah paper bag di tangannya, tentu dengan kegaduhan khas dirinya di susul dengan Axcel yang berwajah kalem. Detik itu juga wajah Zain mengeras.
" Zehya! Lihat! Apa yang aku Bawakan untukmu_Eh? Mengapa Tuan muda Agatha ada disini?" Maher duduk di sela Zehya dan Zain dengan rusuhnya. Sedang Axcel duduk di samping Zehya. Zain makin meradang dengan keadaan ini. Terlebih ketika melihat betapa dekatnya Axcel dengan Zehya.
Belum sempat mendapatkan jawaban, pintu kembali terbuka, lalu muncul si kembar Kai, kei serta Matteo yang langsung masuk tanpa permisi. Kai dan Kei langsung mencomot cookies di atas meja, sedang Matteo menegak jus jeruk milik Zehya hingga tandas.
" Apa kalian belum makan selama tiga hari?" Sindir Maher pada tiga remaja yang kini sudah menghabiskan cemilan yang ada di atas meja.
" Pak tua. Lebih baik kamu diam." Jawab Kai sadis.
" Kalian membolos?" Maher berdiri dari duduknya, setelah menyadari bahwa sekarang masih jam sekolah. Ketiga remaja itu memamerkan deretan gigi mereka dengan ekspresi polos.
" Aku akan adukan kalian pada Mama!" Maher sedang akan mengangkat tangannya, berniat menjewer adik kembarnya.
" Tidak! Kami di mintai tolong untuk mengambil paket buku milik Miss Naem, lalu mampir sebentar." Matteo cepat-cepat menjelaskan, karena sang kakak sudah menatapnya dengan ekspresi datar yang menyeramkan.
" Nah sudah dengar?" Kai menegakkan kembali tubuhnya.
"Makanya jangan asal menuduh, tua!" Kei menimpali. Maher yang sudah sangat kesal dengan kedua adiknya itu mengejar Kai dan Kei. Membuat kegaduhan di kantor Zehya. Gadis itu sudah akan meledak jika saja Axcel tidak menepuk pundaknya lembut.
Zain menyaksikan semua itu dengan dada bergemuruh. Cemburu? Tentu saja. Namun Zain masih bisa menahan rasa ingin memukul Axcel dengan bogemannya.
Keributan Maher dan kedua adiknya, di tambah dengan Matteo yang meneriaki mereka menguras habis stok kesabaran Zehya. Gadis itu memejamkan matanya dan berhitung dalam hati. Tepukan lembut dari Axcel sudah tidak mempan lagi. Gadis itu benar-benar marah sekarang.
" Pergi.... " Suara pelan Zehya membuat semua hening. Maher dan ketiga remaja itu berhenti saling menyerang, memandang satu sama lain dengan tegang. Namun tak ada satupun yang mau pergi. Axcel merapikan kemeja, siap beranjak dari duduknya.
" Aku. Bilang. Pergi." Kali ini Zehya menekan semua kata yang dia ucapkan. Maher dan Axcel yang sudah paham bagaimana perangai Zehya lekas bersiap untuk pergi. Sebelum benar-benar pergi, Axcel mengacak rambut Zehya lembut, matanya menatap hangat pada Zehya, Lalu beranjak dari duduknya.
" Hubungi kami setelah pekerjaanmu selesai." Axcel menarik Maher dan ketiga remaja yang ada di sana. Meski mereka pergi dengan ogah-ogahan, tapi semua menurut. Matteo mengecup kening kakaknya sayang, kemudian Mereka semua menghilang di balik pintu, setelah hening. Zain yang merasa di atas angin mengangkat wajahnya. Zehya menatap jengah lelaki itu.
" Pintunya ada di sana, Tuan." Zehya mengusir Zain dengan dingin. Zain menelan ludahnya kasar. Lelaki itu hendak mengatakan sesuatu, tapi Zehya sudah mengangkat tangannya, meminta dia untuk segera pergi dari ruangannya.
Setelah ruangannya kembali tenang dan lenggang. Zehya baru bisa bernafas dengan lega. Saat ini, rasa rindu akan suasana Put Garten menyerangnya.