Nyonya Misterius itulah julukkan yang diberikan oleh Arzian Farelly kepada Yumna Alesha Farhana.
Hari yang paling mengejutkan pun tiba, Yumna tiba-tiba meminta Arzian menikah dengannya. Arzian tidak mungkin menerima permintaan wanita itu, karena wanita yang ingin Arzian nikahi hanyalah Herfiza, bukan wanita lain.
Demi melanjutkan misinya hingga selesai, Herfiza memaksa Arzian menikah dengan Yumna demi cintanya. Untuk cintanya, Arzian mampu melakukan apapun termasuk menikah dengan Yumna.
Mampukah Arzian mempertahankan Cintanya kepada Herfiza, atau ia malah terjebak pada cinta Nyonya Misterius yang tidak lain adalah Yumna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Seorang gadis kecil meronta-ronta saat dibawa paksa oleh dua pria berbadan besar, sepertinya itu adalah penculik. Seorang pria yang melihat hal itu segera berlari menyelamatkan gadis kecil itu.
Setelah perkelahian antara pria itu dan kedua penculik, pria itulah yang menjadi pemenangnya. Ia sudah bisa menyelamatkan gadis kecil itu.
Karena sangat shock atas penyulikan yang terjadi padanya, gadis kecil itu belum juga berhenti menangis. Pria itu menghampirinya berusaha menenangkan anak kecil itu. "Sudah nangisnya dong cantik, kan sudah om selamatkan dari penculik tadi," katanya sambil mengusap air mata gadis kecil itu.
"Aku sudah selamat ya, Om. Enggak diculik lagi? Om bukan penculik juga kan?" Pria itu tersenyum mendengar ucapan gadis kecil itu yang terdengar sangat lucu. "Om bukan penculik kok, kamu tenang saja. Bahkan Om akan antar kamu pulang agar bisa bertemu dengan orang tuamu."
"Aku tadi takut banget, Om."
"Sekarang sudah sama Om, jadi kamu nggak perlu takut lagi ya cantik. Kenalin nama Om Arzian, kamu bisa panggil Om Arzian," katanya mengenalkan diri, "kalau kamu namanya siapa cantik?"
"Aku Meyza Aulia Kavendra, Om." Saking gemasnya pria yang mengaku bernama Arzian itu mencubit pipi gembul Meyza. "Nama kamu cantik seperti orangnya."
"Terima kasih, Om. Kata Mama aku memang cantik kok," jawabnya dengan begitu PD.
"Kamu tau alamat rumah kamu enggak? Biar Om antarkan kamu pulang?" Gadis kecil bernama Meyza itu menggeleng, karena ia memang tidak tahu alamat rumahnya. Perkiraan Meyza juga baru 4 tahun, wajar belum bisa hafal alamatnya sendiri.
Arzian terdiam, sambil memikirkan sesuatu. "Tadi Meyza di mana kok bisa diculik?"
"Tadi aku itu lagi main ke taman sama Mama dan Tante, Tante izin ke kamar mandi. Sedangkan Mama beliin aku es krim, soalnya aku lagi pengen es krim. Sedangkan aku diminta nunggu di kursi taman, Om," ceritanya dengan lucu.
Arzian tahu, dekat dari sini memang ada sebuah taman. "Om antar kamu ke taman buat cari Mama dan Tante kamu ya, Om yakin sekarang mereka juga bingung banget cariin kamu. Kalau di taman mereka sudah tidak ada, Om antar kamu ke kantor polisi saja. Biar kantor polisi yang cari alamat kamu." Meyza mengangguk setuju.
Arzian menggandeng tangan Meyza, mereka berdua pergi ke taman untuk mencari Mama dan Tante Meyza. Benar saja, tak selang beberapa lama Arzian mendengar seorang wanita berteriak-teriak memanggil nama Meyza. Arzian langsung mengajak Meyza menghampirinya.
Setelah bertemu Meyza dan wanita itu langsung berpelukkan. "Mama takut banget kamu hilang, Nak. Mama sama Tante udah cari kamu ke mana-mana, akhirnya kita ketemu juga."
"Jadi Anda Mamanya Mezya?" Wanita yang mengaku Mama Meyza itu memincing, menatap Arzian dari atas sampai bawah. "Siapa kamu? Kamu yang sudah menculik anak saya ya!" ucapnya emosi. Bahkan wanita itu memukuli Arzian dengan tasnya. Hingga Arzian mengaduh ke sakitan.
"Mama jangan sakitin Om, Om itu yang sudah menyelamatkan aku dari penculik!" teriaknya berusaha menghalangi Mamanya yang memukuli Arzian. Mendengar hal itu, Mama Meyza langsung berhenti memukuli Arzian. Ia sangat malu karena sudah salah sangka, pada pria yang sudah menyelamatkan anaknya.
"Maafkan saya, saya kira kamulah penculiknya."
"Tidak, papa, Mbak. Lain kali jangan asal menuduh sebelum tahu yang sebenarnya." Wanita itu meringis mendengar balasan dari Arzian.
"Saya Serra Ananda Kavendra. Mama Meyza, saya sangat berterima kasih pada Mas karena sudah menyelamatkan putri saya, saya tidak tahu lagi jika tidak ada Mas bagaimana nasib Meyza tadi," ujarnya tulus.
"Nama Omnya Om Arzian, Ma."
"Terima kasih sekali lagi, Mas Arzian."
"Sama-sama Mbak Serra, besok-besok jangan tinggalkan Meyza sendirian lagi. Sekarang sedang rawan sekali penculikkan."
"Iya, Mas. Ini sebagai ucapan terima kasih karena Mas Arzian sudah menyelamatkan putri saya " Serra memberikan beberapa lembar uang seratus ribu untuk Arzian, tetapi pria itu dengan sopan menolaknya. Karena ia menyelamatkan Meyza tulus tanpa mengharapkan apapun.
Serra tidak mau memaksa, jika Arzian tidak mau menerimanya. Namun, dalam harinya Serra bertekad akan membantu Arzian jika sedang membutuhkan bantuan. Meyza sangat berharga untuk Serra, ia bahkan tak akan segan melakukan apapun demi putrinya.
Ponsel Serra berbunyi, ternyata Tante Meyzalah yang telah menelfonnya. Serra langsung memberitahukan keberadaannya dan Meyza, hingga tak perlu waktu lama sebuah mobil mendekat ke arah mereka. Tentu saja itu adalah Tante Meyza.
"Saya pulang dulu bersama Meyza dan Kakak saya, apa kamu mau kami antarkan dulu kamu pulang biar sekalian."
"Tidak usah, Mbak. Saya ada urusan lain kok di sekitar sini."
Tante Meyza yang berada di dalam mobil berseru menyuruh adik dan keponakkannya segera masuk mobil, karena mereka harus segera pulang. Tante Meyza sama sekali tidak berniat untuk keluar dari mobil.
"Yasudah." Serra dan Meyza segera masuk mobil, mereka melambaikan tangan pada Arzian.
Setelah kepergian mobil Meyza, Arzian segera pergi ke tempat yang seharusnya ia datangi sejak tadi.
"Aduh terlambat ini," keluhnya.
Arzian langsung berlari ke tempat yang ia tuju, sampailah di depan kontrakkan bercat pink. Arzian terdiam sejenak. "Semoga aja enggak marah deh, gara-gara aku terlambat datang. Ini terlambat kan gara-gara bantuin anak kecil tadi, masa enggak mau ngerti sih."
Pria itu mengetuk pintu perlahan, beberapa ketukkan barulah pintu terbuka, munculah seorang wanita cantik dengan rambut terurai.
"Maafin, aku ya. Aku terlambat, soalnya tadi-" Wanita itu memotong ucapan Arzian. "Aku enggak mau dengerin apapun penjelasanmu, sekarang ayo kita segera berangkat ke rumah Om Faisal. Kita sudah ditunggu tau dari tadi."
Arzian menyergitkan keningnya bingung dengan ucapan kekasihnya.
"Kok malah diam, ayo kita berangkat sekarang."
"Fiza sayang, kita mau ke rumah Om kamu, kamu kok nggak bilang dari awal sih. Emang ada acarakah di sana? Atau ada apa?" tanyanya beruntun. Wanita cantik itu adalah Herfiza Dwi tidak lain adalah kekasih Arzian, mereka sudah menjalin hubungan hampir 2 tahun. Arzian sendiri biasa memanggilnya dengan panggilan Fiza.
"Dadakkan, oh iya tadi kata kamu beliin sesuatu buat aku. Mana?" Herfiza melihat apapun ditangan Arzian.
Arzian menepuk keningnya pelan. "Aku lupa sayang." Arzian benar-benar lupa tentang beberapa makanan yang kekasihnya pesan, sehingga tidak ia belikan. Hari minggu memang waktunya keduanya bertemu, Arzian akan datang ke kontrakkan Herfiza untuk menjemputnya atau hanya sekadar bertemu dan menghabiskan waktu berdua di kontrakkannya.
Kontrakkan Herfiza sendiri tidak terlalu jauh dari kontrakkan yang Arzian tempati, tetapi karena ingin memberikan beberapa pesanan kekasihnya. Arzian harus melewati jalan dekat dengan taman, dan malah melihat penculikkan yang terjadi tadi.
Wajah Herfiza merah padam. "Gimana sih, tadi di telfon kamu nanya mau dibeliin apa, sedangkan sekarang saat aku udah pesan kamu malah nggak dibawain. Kamu sayang enggak sih sama aku, yang."
"Kok kamu gitu sih, tanpa harus tanya kamu pasti tau dong sesayang apa sama kamu. Oke, aku salah sudah terlambat dan sudah lupa membeli pesanan kamu. Tapi bisa menjelaskan semuanya, aku tidak sengaja melakukannya."
"Sudahlah tidak perlu, sekarang kita pergi ke rumah Om Faisal saja," ajaknya.
"Motor kamu mana yang?"
"Motorku lagi di bengkel, yang. Tadi aja aku jalan kaki ke sini."
"Yaampun ada aja sih."
"Kamu tenang, aku pesankan taksi online. Sebentar aja kok." Herfiza menghela nafas, ia kini hanya bisa menurut. Ia pun tidak punya kendaraan, sedangkan jalan kaki ke rumah Omnya jelas itu adalah hal yang tidak mungkin dilakukannya.
Sambil menunggu taksi online, Arzian berusaha menjelaskan semua yang tadi terjadi padanya. Agar kekasihnya tidak lagi marah padanya.