Ariella, seorang wanita muda yang dipilih untuk menjadi pemimpin organisasi pembunuh terkemuka setelah kematian sang mentor. Kejadian tersebut memaksanya untuk mengambil alih tahta yang penuh darah dan kekuasaan.
Sebagai seorang wanita di dunia yang dipenuhi pria-pria berbahaya, Ariella harus berjuang mempertahankan kekuasaannya sambil menghadapi persaingan internal, pengkhianatan, dan ancaman dari musuh luar yang berusaha merebut takhta darinya. Dikenal sebagai "Queen of Assassins," ia memiliki reputasi sebagai sosok yang tak terkalahkan, namun dalam dirinya tersembunyi keraguan tentang apakah ia masih bisa mempertahankan kemanusiaannya di tengah dunia yang penuh manipulasi dan kekerasan.
Dalam perjalanannya, Ariella dipaksa untuk membuat pilihan sulit—antara kekuasaan yang sudah dipegangnya dan kesempatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari bayang-bayang dunia pembunuh bayaran. Di saat yang sama, sebuah konspirasi besar mulai terungkap, yang mengancam tidak hanya ker
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Takhta yang Terlupakan
Ariella berdiri di hadapan tubuh tak bernyawa Victor Blackthorn, pemimpin yang telah membesarkannya, yang telah mengajarinya cara bertahan hidup di dunia yang gelap dan penuh kekerasan ini. Darah masih mengalir, mengotori lantai marmer yang sebelumnya tampak elegan. Pisau kecil yang digunakan untuk mengakhiri hidup Victor tergeletak di samping tubuhnya, tercampur dengan darah yang mulai mengering.
Dengan langkah tenang, Ariella mendekat, memandang mayat sang mentor. Wajah pria itu, yang dulu begitu dihormati, kini tampak begitu rapuh. Di matanya yang terbuka lebar, Ariella seolah bisa melihat seluruh perjalanan hidup Victor—penuh dengan keputusan-keputusan yang keras dan penuh pengkhianatan, sebuah perjalanan yang akhirnya berujung pada titik ini. Puncak dari takdir yang tak terelakkan.
Tanpa ragu, Ariella menatapnya satu detik lagi sebelum menarik pisau dari tubuh Victor, darah yang tersisa menetes perlahan ke lantai. Seluruh tubuhnya terasa kaku, seakan ada sesuatu yang tidak bisa ia lepaskan. Kematian Victor bukan hanya sebuah akhir—ini adalah awal dari sebuah jalan baru, jalan yang harus ia tempuh sendirian. Untuk pertama kalinya, Ariella merasakan beban yang lebih berat dari sebelumnya. Tak hanya darah di tangannya, tetapi juga takhta yang kini harus ia duduki.
Dengan napas yang tertahan, ia menatap ruangan yang kini terasa semakin sempit. Kekuatan yang ia inginkan begitu lama, akhirnya berada dalam jangkauannya. Namun, dengan kekuatan itu datang pula tanggung jawab yang tak terbayangkan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana ia bisa memastikan bahwa ia tak akan jatuh ke dalam jebakan yang sama seperti yang pernah menimpa Victor?
Rael, tangan kanan Victor yang setia, masuk ke dalam ruangan dengan langkah mantap. Wajahnya yang tegas dan penuh perhitungan memancarkan kewaspadaan. Ia tahu betul apa artinya kematian Victor—dan ia tahu, sesuatu yang lebih besar sedang dimulai.
"Dia sudah mati," kata Ariella tanpa menoleh. Suaranya terdengar datar, seolah-olah tidak ada yang luar biasa dengan kematian seorang pria yang telah menjadi mentornya.
Rael berhenti di pintu, tidak berkata apa-apa selama beberapa detik. Mata tajamnya menilai situasi. Ia telah lama mengetahui bahwa Victor semakin lemah, tetapi ini adalah langkah yang begitu mendalam dan tak terduga. Ariella kini harus menghadapi dunia yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Dan Rael tahu, ia harus memilih untuk tetap setia kepada perempuan muda ini—atau memilih untuk berkhianat demi ambisinya sendiri.
"Dan sekarang?" tanya Rael akhirnya, suaranya tenang namun penuh dengan pertanyaan yang tersembunyi.
Ariella tidak segera menjawab. Ia menatap keluar jendela, menuju kota yang terbentang di bawahnya. Di luar sana, semuanya akan berubah. Setiap gerakan, setiap keputusan yang ia ambil akan menjadi sorotan bagi seluruh dunia pembunuh bayaran. "Sekarang," jawabnya dengan suara yang lebih pasti, "kita melanjutkan apa yang telah Victor bangun."
Rael mengangguk, tetapi keraguan tetap ada di matanya. "Mereka tidak akan menerima begitu saja, Ariella. Tidak semua orang akan menganggapmu sebagai pemimpin mereka."
Ariella menoleh, matanya penuh tekad. "Mereka akan menerima atau mereka akan mati," katanya, setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti ancaman yang tak terelakkan.
Rael memandangnya dalam diam, menganalisis setiap gerak-geriknya. Ariella memang lebih muda dan lebih rentan daripada Victor, namun ada sesuatu dalam dirinya yang jauh lebih berbahaya daripada kekuatan fisik semata. Ia tidak hanya cerdas—Ariella memiliki cara berpikir yang luar biasa tajam. Tidak seperti Victor yang menggunakan kekuatan untuk memimpin, Ariella akan mengandalkan pikirannya, mengatur langkahnya dengan penuh perhitungan.
"Jadi apa langkah pertama kita?" Rael bertanya, matanya tidak pernah meninggalkan wajah Ariella.
Ariella kembali memandang peta dunia yang terbentang di atas meja. Kota-kota besar dengan tanda-tanda yang menandakan kekuasaan dan pengaruh. "Kita butuh aliansi," jawabnya dengan suara yang lebih dalam, hampir berbisik. "Kita akan menarik mereka yang bisa kita percaya, mereka yang kuat dan memiliki ambisi yang sama. Kita akan mulai membangun kekuatan kita dari sana."
Rael menatap peta itu, kemudian melirik Ariella. "Dan bagaimana dengan mereka yang tidak setuju? Mereka yang akan mencoba merebut kekuasaan?"
Ariella menatap Rael dengan mata yang tajam. "Mereka akan kita taklukkan. Tidak ada yang bisa melawan kita jika kita bekerja bersama. Namun kita tidak boleh terburu-buru. Setiap langkah harus dihitung dengan matang."
Keheningan meliputi ruangan, hanya suara detak jam yang terdengar menggema di antara mereka. Ariella tahu bahwa ia tidak bisa menjalani semua ini dengan cara yang sama seperti Victor. Dunia telah berubah, dan ia harus siap menghadapi tantangan yang lebih besar.
Di luar, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu terbuka dan beberapa anggota lama dari organisasi Victor muncul, mereka yang telah lama beroperasi di bawah bayang-bayang. Para pembunuh ini tahu bahwa perubahan telah terjadi, bahwa kekuasaan telah beralih tangan, dan mereka datang untuk mengetahui bagaimana mereka akan diperlakukan selanjutnya.
Ariella berdiri dengan tegas di hadapan mereka, tidak menunjukkan sedikit pun keraguan di wajahnya. Mereka semua memandangnya, mencoba membaca setiap ekspresi yang ada. Mereka tahu siapa dia—anak didik Victor yang terkenal dengan kecerdasannya dan kemampuan bertarungnya yang tak tertandingi. Tetapi di dunia ini, bukan hanya kemampuan yang dihargai. Yang dihargai adalah kekuasaan yang bisa dipertahankan.
"Saya yang kini memimpin," kata Ariella dengan suara yang tidak mengenal kompromi. "Jika kalian ingin bertahan hidup, kalian akan mengikuti perintah saya."
Beberapa di antara mereka terdiam, saling pandang. Tidak ada yang berani berbicara, meski jelas terlihat keraguan di mata mereka. Namun Ariella tidak menunggu mereka untuk memutuskan. Ia sudah tahu bahwa dalam dunia ini, keputusan harus diambil dengan cepat dan tegas.
Dengan kecepatan yang luar biasa, Ariella mengambil sebuah pisau dan melemparkannya ke arah seorang pria bertubuh besar yang terlihat ragu. Pisau itu melesat tepat di depan kakinya, menancap ke lantai dengan suara yang tajam. Semua orang terdiam, memandang pisau itu yang kini menjadi simbol keputusan yang tak bisa dibantah.
"Jika ada yang ragu, pisau ini akan menemui kalian. Pilihlah dengan bijak," kata Ariella, suaranya dingin namun penuh kekuatan.
Sejenak, suasana hening. Kemudian, satu demi satu, mereka menundukkan kepala. Mereka tahu, seperti yang diketahui semua orang di dunia ini—Ariella adalah pemimpin mereka yang baru, dan tidak ada tempat bagi mereka yang menentang.
Dengan langkah tegas, Ariella memutar tubuhnya dan berjalan menuju meja besar di sudut ruangan. "Sekarang," ujarnya dengan suara yang semakin keras, "kita mulai membangun kerajaan kita."
Dia tahu, ini baru permulaan. Langkah-langkah berikutnya harus lebih cermat, lebih terencana. Tetapi satu hal yang pasti—Ariella tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi jalannya. Dia sudah siap untuk menjadi ratu di dunia pembunuh bayaran ini, dan dia tidak akan ragu untuk meraih takhta yang telah lama diinginkannya.
---