"Thank you for patiently putting up with my moods, and being mature as you remind me to be the same. I know that I'm not easy to understand, and as complex as they come. I act childishly and immaturely when I don't get what I want, and it get unbearable. Yet, you choose to gently and patiently chastise me and correct me. And even when I fight you and get mad at you, you take it with no offense, both gradually and maturely."
~Celia
Pertemuan Celia dan Elvan awalnya hanya kebetulan, tapi lambat laun semakin dekat dan menyukai satu sama lain. Disaat keduanya sepakat untuk menjalin hubungan. Tiba-tiba keduanya dihadapkan dengan perjodohan yang telah diatur oleh keluarga mereka masing-masing.
Kira-kira bagaimana akhir kisah mereka? Apakah mereka akan berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Seperti Pengantin Baru
..."Thank you for letting me know how you feel. I know that it was not easy for someone to express their feelings." ~Celia...
Elvan melirik Celia, dan tersenyum, "Nothing," dia menjawab dengan singkat.
Celia mendongakkan kepalanya, "Tell me, sebenarnya apa yang kamu pikirkan?" tanya Celia.
Elvan menatap lekat wajah Celia, "Aku tidak tahu mau mulai darimana," jawab Elvan.
"Elvan," Celia memanggil Elvan dengan lembut.
"Huh?"
Rambut panjang Celia tergerai di dada Elvan, membuat Elvan sedikit tidak nyaman. Elvan merubah posisinya, ia duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur. Celia berbaring dengan kepala di atas paha Elvan.
"Elvan, aku juga bisa menjadi teman baikmu. Jadi ceritakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu," ujar Celia.
Elvan menghela nafasnya, tangannya menggenggam erat tangan Celia. "Aku ingin kamu berjanji padaku. Apapun yang terjadi, dan dalam keadaan apapun, kamu tidak akan pernah meninggalkan ku," ucap Elvan sambil menunduk menatap Celia.
Celia mengangguk dan membalas tatapan Elvan, "Aku juga tidak akan mengijinkan mu meninggalkan ku. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap ada disisiku," ucap Celia. Elvan tersenyum mendengar ucapan Celia.
"Aku punya cerita, mau dengerin?" tanya Celia. Elvan mengangguk.
"Ketika aku sedang berada di Paris, ada banyak pria yang mendekati ku. Dan semuanya good looking, dan memiliki temperamen yang baik. Tapi tidak satu pun dari mereka yang menarik perhatianku. Awalnya, aku pikir ada sesuatu yang salah denganku. Sampai akhirnya aku bertemu denganmu, akhirnya aku sadar, bukan aku yang bermasalah, tapi ternyata mereka bukan seleraku. Apakah kamu tahu? Alasan aku mengikutimu saat di bandara?"
Elvan menggelengkan kepalanya.
"Karena aku tertarik denganmu, kamu berhasil mencuri perhatianku. Aku pikir, kamu adalah pria dingin yang sulit di taklukkan, tapi ternyata ... " Celia menghentikan ucapannya, ia mengubah posisinya, dan duduk di samping Elvan.
"Mulai sekarang kamu hanyalah milikku, dan kedepannya, aku akan selalu ada di sisimu," ucap Celia sambil membenamkan kepalanya di ceruk leher Elvan. Elvan mengecup puncak kepala Celia dengan lembut.
*******
Keesokan harinya, Elvan membuka matanya tepat pada pukul sepuluh. Hal pertama yang dilihat Elvan ketika dia bangun adalah wanita yang tidur di sampingnya. Dia sepertinya tidur sangat nyenyak, dan masih dalam alam mimpinya.
Elvan tersenyum mengingat apa yang terjadi semalam. Elvan mengecup pipi wanita itu dan menyambar bathrobe yang ada di samping tempat tidur. Elvan juga mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu beranjak ke kamar mandi.
Elvan keluar dari kamar mandi, dengan tampilan yang lebih segar. Elvan berjalan ke dapur dan membuka kulkas. Tidak ada makanan sama sekali, hanya ada beberapa botol air mineral di dalam kulkas. Elvan mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja, dan bergegas keluar untuk membeli bahan makanan.
Celia masih tertidur dan deringan ponsel membangunkannya. Kesadarannya belum terkumpul saat Celia mengangkat telponnya.
".... Hallo?" sapa Celia.
"Kamu masih tidur?"
Celia mengenali suara Elvan dan langsung beranjak dari tempat tidur. "No, aku sudah bangun."
Tawa pelan terdengar dari telepon. "Kalau sudah bangun, cepat buka pintunya!"
Celia diam untuk beberapa saat, dia belum sepenuhnya mengingat apa yang terjadi semalam. Celia melirik arlojinya yang menunjukkan pukul dua belas siang.
"Kamu dimana?" tanya Celia.
"Aku didepan rumahmu," jawab Elvan.
Celia masih sedikit bingung, kesadarannya belum sepenuhnya pulih. Celia menatap ponselnya, dan berkata, "sebentar, tunggu aku lima menit."
"Okay."
Celia meletakkan ponselnya dan bergegas ke kamar mandi. Dia bercermin, wanita di cermin tampak seperti baru bangun tidur. Penampilannya kusut, rambutnya awut-awutan, dan garis-garis wajahnya terlihat kasar.
Celia membasahi wajahnya dengan air, menggosok wajahnya dengan pencuci muka, menepuknya beberapa kali, lalu mencuci wajahnya, dan kemudian mengaplikasikan beberapa produk skin care di wajahnya.
Setelah selesai, Celia pergi ke ruang ganti untuk mengambil pakaian. Karena terburu-buru, Celia mengambil satu set pakaian olahraga dan langsung memakainya. Setelah berganti pakaian, Celia bergegas membuka pintu.
Saat membuka pintu, sosok Elvan muncul didepannya. Elvan menenteng beberapa kantong belanjaan di tangannya, dan tersenyum, lalu berkata, "Aku sudah menunggumu lima belas menit."
Celia menundukkan kepalanya dan berkata, "sorry."
Elvan mengangguk, masuk kedalam rumah, dan berjalan ke dapur. "Aku membeli beberapa sayuran dan bahan makanan. Aku akan memasak untukmu," ucap Elvan.
"Memasak?" tanya Celia dengan wajah polosnya.
"Ya, kenapa? Kamu keberatan?" tanya Elvan.
Celia menggeleng, "Bukan itu, tapi... "
"Tapi apa?" Elvan bertanya lagi.
"Aku tidak punya peralatan masak," jawab Celia sambil menundukkan kepalanya.
Elvan : " ...... "
Celia mengangkat kepalanya, "Aku akan membelinya, kamu tunggu disini dan istirahat dulu," ujar Celia. Celia bergegas ke ruang ganti. Celia memilih rok linen dan sweater tipis dengan lengan tiga perempat. Setelah mengganti pakaian, Celia keluar dengan tas di tangannya.
Saat Celia keluar, Elvan sudah bersandar di mobilnya, "I will go with you," ucap Elvan.
Celia mengangguk, dan berkata, "Okay, let's go together."
Keduanya pergi ke supermarket terdekat. Sesampainya di supermarket, Celia mengambil keranjang belanjaan.
Elvan menoleh ke arah Celia, dan mengembalikan keranjang belanjaan ke tempatnya. Celia menatap Elvan, "Kenapa di kembalikan? Bukankah kita butuh untuk menaruh barang?" tanya Celia.
"Pakai itu," ujar Elvan sambil menunjuk ke arah troli.
"Pakai troli?" tanya Celia. Elvan mengangguk.
Celia mengambil troli dan mulai mengambil barang-barang yang dibutuhkan. Celia baru sadar ternyata banyak barang yang harus di beli. Saran Elvan untuk menggunakan troli benar-benar tepat.
Celia mengambil rice cooker, panci, telfon, teko listrik, dan peralatan masak yang lain, dan trolinya hampir penuh.
Mereka berbelanja selama hampir satu jam. Dan Elvan hanya mengikuti Celia sambil mendorong troli dan memperhatikan Celia yang tampak cekatan dalam memilah milih produk.
Celia menoleh ke arah Elvan, dan bertanya, "Bagaimana menurutmu? Apakah kita memerlukan yang lain?"
Elvan diam sejenak, dan mengecek barang-barang yang ada di troli. "Ini sudah cukup," jawab Elvan sambil mendorong troli ke meja kasir. Kebetulan supermarket tidak begitu ramai, jadi mereka tidak perlu mengantri. Saat Celia hendak membayar, Elvan menahannya. "Biar aku yang bayar," ucap Elvan. Elvan mengusap kepala Celia dengan lembut dan menyodorkan kartu debit miliknya kepada kasir.
"Kalian pasti pengantin baru," ucap seorang ibu yang mengantri di belakang mereka.
Elvan dan Celia menoleh kebelakang, lalu tersenyum.
"Bagaimana ibu tahu?" tanya Elvan yang penasaran bagaimana ibu itu bisa berpikiran seperti itu.
"Aku dapat melihatnya," ucap si Ibu sambil tersenyum lalu menunjuk belanjaan mereka.
"Dan satu lagi, cara kamu berjalan terlalu kentara, pasti semalam melakukan itu kan?" bisik Ibu itu pada Celia.
Mendengar itu, wajah Celia langsung memerah, dia benar-benar malu. Celia mencubit pinggang Elvan, sedangkan Elvan hanya terkekeh.
"Nggak usah malu-malu, itu hal wajar buat pengantin baru. Langgeng ya kalian, semoga cepat di beri momongan," ucap si Ibu.
Celia mengangguk dan segera mengambil belanjaannya, tanpa memperdulikan Elvan.
semangat yaaa kak nulisnya ✨
Mampir juga di karya aku “two times one love”