Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.
Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.
"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.
Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Klien pun tiba, disambut dengan ramah oleh Surya dan Nita. Mereka membawa klien menuju ruang meeting yang sudah disiapkan. Ruangan tersebut tertata rapi, dengan segala persiapan yang matang untuk pertemuan penting hari ini.
Tak lama kemudian, Ferdi tiba. Kehadirannya langsung membawa aura profesionalisme yang kuat ke dalam ruangan. Dia tampak tenang dan percaya diri, dengan setelan jas yang rapi. Ketika Ferdi berbicara dengan klien asing tersebut, dia menggunakan bahasa Inggris dengan begitu fasih, seolah bahasa itu adalah bahasa sehari-harinya.
...****************...
Tiara membuka meeting dengan senyuman yang penuh percaya diri, lalu meminta Dina untuk memulai presentasinya. Dina berdiri dengan gugup, tapi segera mempersiapkan file presentasi di komputernya.
Tiara, yang sempat yakin rencananya akan berjalan mulus, tiba-tiba merasa bingung. Seharusnya presentasi Dina tidak akan berjalan lancar, tapi yang dia lihat justru sebaliknya. Wajah Tiara menunjukkan keterkejutan yang dia coba sembunyikan, namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain diam menyaksikan Dina memulai presentasinya.
Dina dengan tenang dan lancar mempresentasikan materi yang sudah disiapkan semalam. Suaranya penuh keyakinan, dan slide demi slide muncul dengan rapi, menampilkan hasil kerja kerasnya. Klien yang hadir tampak terkesan dengan isi presentasi dan cara Dina menjelaskan poin-poin penting. Sementara itu, Ferdi hanya memperhatikan di sudut ruangan, tersenyum tipis melihat Dina tampak begitu profesional.
Tiara, di sisi lain, tampak semakin gelisah. Rencananya telah gagal, dan Dina justru bersinar di depan para klien.
...****************...
Saat presentasi Dina selesai, seluruh ruangan dipenuhi suara tepuk tangan dari para klien dan tim. Beberapa klien bahkan dengan terang-terangan memuji keterampilan Dina dalam menyampaikan presentasi yang jelas dan informatif.
"Presentasi yang sangat baik," ujar salah satu klien dengan senyum puas. "Anda mempersiapkan materi dengan sangat profesional, ini persis apa yang kami butuhkan." ucap klien dengan menggunakan bahasa inggris.
Dina tersenyum dengan sedikit malu-malu, tak menyangka mendapat pujian sebesar itu. Sementara itu, Ferdi yang duduk di pojok ruangan melirik ke arahnya. Ada rasa bangga di matanya, dan tanpa kata-kata, dia mengangguk pelan, seolah mengatakan bahwa dia setuju dengan semua pujian yang diterima Dina.
Dina menangkap tatapan Ferdi, dan sejenak ada debaran halus di dadanya. Dia merasa lega dan bangga dengan hasil kerja kerasnya. Namun, di sisi lain, Tiara yang duduk tak jauh dari mereka hanya bisa menahan rasa kesal, sembari mencoba menyembunyikan kekalahannya dengan senyum tipis yang dipaksakan.
...****************...
Setelah presentasi berakhir dan tepuk tangan mereda, rekan-rekan tim Dina segera menghampirinya. Nita yang duduk di sebelahnya adalah yang pertama mengucapkan selamat. "Luar biasa, Dina! Kamu benar-benar mengesankan" katanya dengan senyum lebar.
"Tidak sia-sia kamu bekerja semalam suntuk" bisik Nita pelan.
Surya, ketua tim mereka, ikut menambahkan, "Pekerjaan yang hebat, Dina. Ini adalah hasil kerja keras yang pantas untuk dirayakan."
Rekan-rekan lainnya juga memberikan pujian yang sama, membuat Dina merasa dihargai. "Kamu berhasil menyelamatkan kita semua!" gurau Tono, disambut tawa ringan dari yang lain.
Tak lama kemudian, kabar baik pun datang. Salah satu klien mengonfirmasi bahwa mereka siap menandatangani kontrak kerja sama dengan Mentari Grup. "Kami sangat puas dengan apa yang sudah disampaikan. Kami yakin ini adalah keputusan yang tepat," ujar perwakilan klien dengan senyum puas.
Dina merasa seolah-olah beban berat yang ia bawa sejak pagi akhirnya terangkat. Segala kerja keras, usaha lembur, dan kesabarannya kini terbayar dengan sukses besar. Ferdi, yang berdiri di dekat pintu, melirik ke arah Dina, dan tanpa disadari, senyum tipis muncul di wajahnya. Ada rasa puas melihat Dina berhasil membawa kemenangan untuk perusahaan.
...****************...
Setelah meeting berakhir dan semua orang sibuk dengan euforia kesuksesan, Tiara cepat-cepat meninggalkan ruangan. Dia berjalan menuju lorong sepi yang jarang dilewati orang, jauh dari tatapan rekan-rekan kerjanya. Di sana, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan napas tersengal.
“Bagaimana bisa?” gumamnya dengan nada marah. Tangannya mengepal erat, mencengkeram ponselnya. “Aku sudah memastikan file-nya berantakan… tapi kenapa semuanya baik-baik saja?”
Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari jawaban. Tiara memikirkan segala kemungkinan, tapi tak satupun masuk akal baginya. "Apakah Dina tahu rencanaku? Atau ada orang lain yang membantunya?" batinnya.
Kemarahan semakin membuncah di dalam dadanya. Tiara merasa kalah telak, bukan hanya dari Dina, tetapi juga dari dirinya sendiri. Padahal dia yakin sudah merusak file tersebut, tapi ternyata semuanya berjalan mulus untuk Dina. Dia mengepalkan tangannya lebih erat, dengan tatapan penuh dendam dan amarah.
...****************...
Ferdi duduk di ruangannya dengan wajah serius, matanya menatap layar monitor yang menampilkan rekaman CCTV. Di sana, terlihat jelas aksi Tiara saat diam-diam membuka komputer Dina dan merusak file presentasi. Ferdi menekan tombol pause, memperhatikan setiap gerakan Tiara dengan tatapan tajam.
Di tangannya, USB yang berisi file presentasi yang sudah dirusak oleh Tiara ia genggam erat. Amarah perlahan mendidih di dalam dirinya. Karyawan yang seharusnya bekerja secara profesional di perusahaan ini ternyata melakukan tindakan kotor demi ambisi pribadi.
Ferdi mendengus kesal, namun alih-alih langsung bertindak, dia menyandarkan tubuhnya di kursi dan berpikir sejenak. Meski tergoda untuk segera memanggil Tiara dan memarahinya, Ferdi memutuskan untuk tidak terburu-buru. Dia menimbang bahwa Dina perlu menghadapi rintangan ini sendiri.
"Kalau aku beri tahu sekarang, Dina tidak akan belajar menghadapi situasi seperti ini," pikir Ferdi sambil menghela napas panjang. Dia percaya bahwa jika Dina ingin bertahan dan berkembang di perusahaan ini, dia harus menjadi lebih kuat, lebih waspada terhadap orang-orang seperti Tiara.
Ferdi menyimpan USB itu di lacinya, memutuskan untuk mengawasi situasi lebih lanjut.
Ferdi memanggil asistennya, seorang pria muda yang cekatan bernama Reno.
Reno dikenal sebagai asisten yang sigap dan teliti, selalu siap melaksanakan perintah Ferdi dengan cepat.
Tanpa menunda, Ferdi berkata dengan nada tegas, "Reno, belikan laptop terbaru untukku, pastikan spesifikasinya yang terbaik. Aku butuh hari ini juga."
Reno langsung mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. "Baik, Pak Ferdi. Saya akan urus sekarang juga," jawabnya, sambil mengambil catatan untuk memastikan semua detail yang diminta.
...****************...
Ferdi duduk di kursinya, menatap kosong ke layar komputernya. Meskipun rapat telah selesai, bayangan wajah Dina saat melakukan presentasi terus terputar dalam pikirannya. Cara Dina berbicara dengan percaya diri, sikap profesionalnya yang tegas namun ramah, serta cara dia mengatasi tantangan yang ada... semuanya membuat Ferdi terkesan lebih dari yang ia sadari.
Dia tidak bisa menahan senyum tipis di wajahnya, meskipun dalam hatinya ada perasaan campur aduk. Ferdi tahu dirinya sudah banyak berubah sejak kehadiran Dina di hidupnya. Ada sesuatu dalam diri Dina yang membuatnya merasa lebih hidup, lebih terhubung dengan lingkungan sekitar.
Ferdi menundukkan kepala sejenak, meresapi rasa bersalah yang perlahan menggelayuti pikirannya. Dia tahu, meskipun dia selalu berusaha untuk terlihat profesional dan menjaga jarak, ada kalanya dia harus lebih peka terhadap orang-orang di sekitarnya, terutama Dina yang sudah kehilangan hal berharga dihidupnya.
Ferdi kemudian menghubungi pengacara keluarga mereka, Adrian Hartono, seorang pengacara yang dikenal cerdas dan berpengalaman dalam menangani kasus-kasus keluarga serta hak asuh anak.
Saat Adrian menerima panggilan dari Ferdi, mereka berdiskusi singkat tentang masalah yang dihadapi Dina. Ferdi menjelaskan situasinya secara garis besar, mulai dari bagaimana Gio berada dalam perawatan keluarga mantan suaminya, hingga keinginan Dina untuk mendapatkan hak asuh atas anaknya.
"Adrian, aku ingin memperkenalkanmu kepada seseorang yang sedang menghadapi masalah besar dalam hidupnya. Dia butuh bantuan hukum untuk memahami langkah-langkah yang bisa dia ambil agar bisa mengambil kembali bayinya," kata Ferdi dengan nada serius.
Adrian, yang terbiasa menangani kasus-kasus kompleks, langsung mengerti maksud Ferdi. "Tentu saja, Ferdi. Aku akan membantunya sebisa mungkin. Kapan kita bisa bertemu?" tanya Adrian, selalu siap dengan rencana tindakan cepat.
Ferdi kemudian berjanji untuk mengatur pertemuan antara Dina dan Adrian secepat mungkin. Dia ingin memastikan bahwa Dina memiliki sumber daya yang memadai dan dukungan hukum untuk memperjuangkan haknya atas Gio
...----------------...
aku kl masalh bayi di adopsi hnya untuk kepentingan sungguh gk tega. aku gk setuju kl yg bgini. tari bukan tulus ma si bayi tp modus. dah di kasih penyakit ma karma bkn insyaf mlh makin menjadi.