Arumi, gadis yang hampir berusia 18 tahun itu sangat tertarik ketika di jodohkan dengan pria dewasa berusia 32 tahun yang merupakan seorang duda tanpa anak.
Sungguh perbedaan usia yang sangat jauh, 14 tahun.
Kepribadian Arumi yang ceria, manja serta centil, membuat gadis itu terus menggoda calon suaminya hingga pria dewasa itu kewalahan menghadapi godaan bertubi-tubi setiap kali bertemu dengan Arumi.
"Om, kiss me pleaseee,,," Tanpa ragu Arumi mencondongkan tubuhnya ke hadapan pria tampan yang sedang duduk di kursi kemudi.
Bibir gadis berusia 18 tahun itu sengaja di majukan, kedua mata indahnya terpejam dengan bulu matanya yang lentik dan panjang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Arumi mengulum senyum mendapat pertanyaan seperti itu dari Agam. Sepertinya ada alasan lain kenapa dia memilih Agam untuk menjadi pria pertama yang menciumnya. Selain karna Agam adalah calon suami dan pria yang dia sukai, Arumi juga merasa tertantang mengingat pria dewasa itu seorang duda yang tentunya sangat berpengalaman. Dia sudah membayangkan akan hot apa jika berciuman dengan Agam.
Agam mengerutkan keningnya melihat senyum Arumi yang mencurigakan, dia merasa kalau Arumi sedang memikirkan hal-hal mesum tentangnya. Tak mau membiarkan gadis itu berfikir liar, Agam sontak mengetuk kening Arumi cukup keras.
Tukk,,,!!!
"Aawww,, sakit.!" Pekik Arumi seraya mengusap keningnya yang terasa sedikit sakit.
"Apa yang kamu pikirkan.?!" Ketus Agam dengan tatapan mengintimidasi, pada dia sudah tau kalau gadis berusia 18 tahun itu sedang memikirkan hal mesum.
"Apa lagi kalau bukan soal ci-uman." Jawab Arumi jujur.
"Ayolah Om, sekali saja Om cium aku. Biar aku nggak penasaran lagi." Dengan santainya Arumi meminta Agam untuk menciumnya. Dunia jadi serasa terbalik. Kalau biasanya pria yang akan memaksa wanitanya untuk berciuman, disini sang wanita yang justru memaksa prianya agar mau menciumnya.
Agam tampak mendengus kesal. Dia bukannya tidak mau berciuman, bukan pula pria penyuka batang. Agam benar-benar pria dewasa yang normal dan tak jarang bersolo karier untuk menuntaskan hasrat yang sering datang tanpa kompromi. Tapi Arumi sama sekali tidak membuatnya berg-airah. Mungkin karna usia Arumi terpaut sangat jauh dengannya, jadi Agam merasa kalau Arumi lebih cocok jadi keponakannya yang harus dia jaga.
Atau bisa jadi karna tubuh Arumi yang lurus itu tidak menarik. Semuanya terlihat rata dan mungkin tidak bisa di genggaman.
"Benar-benar bocah sinting.! Buruan turun.!" Titah Agam tegas. Kalau saja yang di hadapannya bukan gadis belia seperti Arumi, mungkin dia sudah menci-um dengan rakus bibir wanita yang ada di hadapannya saat ini.
"Oke,, oke,, aku turun.!" Dengan terpaksa Arumi beranjak untuk keluar dari mobil Agam, tapi bukan Arumi namanya kalau dia akan menyerah setelah mendapatkan penolakan berkali-kali. Arumi berfikir jika dia terus menggoda Agam, makan pria itu pasti akan tergoda juga. Apalagi Agam pria normal, mungkin hanya butuh waktu untuk menarik perhatian pria dewasa yang kerap bersikap dingin dan ketus itu.
"Makasih Om,," Arumi berucap tulus setelah turun dari mobil. Bocah itu tampak sumringah dengan senyum ceria dan melambaikan tangan pada Agam.
Sayangnya pria itu hanya melirik datar tanpa memberikan respon.
"Ck,, dasar sombong." Gerutu Arumi seraya menutup pintu mobil dan berlalu begitu saja. Dia sedikit kesal lantaran setiap kali jalan dengan pria itu, selalu berakhir menjengkelkan. Tidak ada kesan manis sama sekali saat akan berpamitan. Agam akan memasang wajah datar, tentu saja sesuai dengan isi hatinya terhadap Arumi.
Gadis itu sangat sadar kalau Agam memang tidak menyukainya dan menyayangkan perjodohan mereka. Tapi dia tak habis pikir kenapa pria itu tidak mencoba untuk memulai dari awal dengan membuka hati untuknya.
Sementara itu tanpa sepengetahuan Arumi, Agam terus menatap kepergiannya sampai Arumi masuk ke dalam rumah.
...*****...
Pagi itu Arumi sudah bersiap berangkat ke kampus. Gadis berkulit putih dan bertubuh mungil itu memakai rok hitam di atas lutut dan shirt putih yang pas di tubuhnya. Tak lupa memadukannya dengan jaket kulit hitam yang dibiarkan terbuka. Arumi juga memakai sepatu hitam hak tinggi. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai. Style gadis itu sudah seperti remaja-remaja di Korea.
Keluar dari kamarnya yang luas dan menuruni tangga tanpa ada anggun-anggunnya sebagai wanita, Arumi berjalan santai menuju ruang makan.
"Selamat pagi Mah, Pah,," Sapa Arumi dengan ceria. Dia mencium pipi kedua orang tuanya secara bergantian. Sikapnya yang selalu ceria membuat rumah besar itu terasa ramai dan hangat. Tak di pungkiri kalau kebahagiaan Amira dan Andrew terletak pada putri semata wayangnya itu.
"Anak Papa terlihat semakin bahagia. Apa dinner tadi malam menyenangkan.?" Tanya Andrew. Terlepas dari rencana liciknya untuk mendapatkan menantu yang lebih kaya darinya, Andrew tetaplah seorang Ayah yang selalu berusaha untuk membahagiakan putrinya.
"No bad." Jawab Arumi, dia tersenyum tipis dan duduk di kursinya.
"Om Agam,,," Arumi langsung menghentikan ucapannya karna salah bicara.
"Maksudku Kak Agam, dia sudah mulai mencair. Mungkin sebentar lagi dia akan menyukaiku." Tuturnya dengan mata yang berbinar. Sedikit berbohong, Arumi enggan membuat kedua orang tuanya menjadi sedih karna kedekatannya dengan Agam belum ada perkembangan sejauh ini. Itu sebabnya pagi ini dia berbohong. Dengan begitu, kedua orang tuanya akan terus mendukung keinginannya yang ingin menikah dengan Agam.
"Syukurlah, Mama ikut senang mendengarnya."
"Putri Mama sangat baik dan cantik, siapapun pasti akan menyukai kamu. Termasuk Agam." Ucap Amira untuk membuat putrinya semakin percaya diri dan yakin kalau Agam akan menyukainya.
"Humm,, tentu saja Mah." Sahut Arumi yakin.
Mereka kemudian mengakhiri obrolan dan mulai sarapan bersama.
...*****...
Sampainya di kelas, Arumi langsung di todong beberapa pertanyaan oleh 3 teman dekatnya. Satu di antaranya adalah sahabat Arumi sejak mereka di bangku SMA. Meski baru genap 1 bulan Arumi berinteraksi dengan teman-teman kuliahnya, tapi dia termasuk mahasiswi yang cepat akrab dan mudah mendapat teman. Beberapa kali dia hangout bersama teman-teman barunya itu.
"Gimana Ar.? Udah dapet first kiss belum.?"
"Kamu berhasil bujuk Om tampan itu kan.?"
"Di pasti nggak nolak lagi kan.?"
"Terus ngapain aja selain ci-uman.?"
Semua pertanyaan itu membuat Arumi menutup kedua telinganya. Rasanya panas karna dia tidak berhasil lagi menggoda Agam agar mau menciumnya.
Melihat Arumi yang menutup kedua telinga dan memasang wajah lesu, mereka bertiga sudah bisa menebak kalau Arumi gagal lagi.
"Ya ampun, Arumi cantik yang malang." Ucap Gea dengan mengulum senyum, tentu saja dia sedang meledek Arumi yang tidak beruntung lagi malam ini.
"Ck,,! Menyebalkan." Keluh Arumi. Dia langsung duduk di kursinya dengan kedua tangan yang menyangga dagu dan siku yang bertumpu pada meja.
"Kamu yakin Om itu bukan g*y.?" Tanya Sena. Sejak awal diceritakan oleh Arumi, hanya Sena yang masih ragu kalau Agam adalah pria normal.
"Tapi dia sudah pernah menikah dan berkencan dengan wanita." Timpal Aileen, dia tidak yakin kalau Agam seorang g*y. Apalagi saat pertama kali dia melihat pria tampan itu, sama sekali tidak ada indikasi kalau pria yang terlihat dingin itu adalah seorang g*y.
"Om Agam memang bukan g*y, aku sangat yakin seratus persen kalau dia normal." Tambah Arumi.
"Apa kalian punya ide lain.?" Tanyanya. Arumi tidak pantang menyerah, dia akan terus meminta saran dari ketiga sahabatnya yang sudah berpengalaman.
gw gak baca berurutan..malas gw sama ayahnya😒
tapi kalau ujung"nya Sofia bersatu dengan Andrew...apa gunanya memaafkan, apa gunanya selama ini Amira marah, kecewa dan ujung"nya bercerai kalau pd akhirnya oengehianta bersatu?
gak guna!