NovelToon NovelToon
Di Bawah Aturan Suami Baruku

Di Bawah Aturan Suami Baruku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Konflik etika
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ziafan01

Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MOBIL SEWAAN

Pintu kembali terbuka.

Arru masuk lebih dulu. Setelan paginya sederhana tapi tetap berwibawa. Di belakangnya, Ethan berdiri satu langkah lebih jauh.

Shima refleks berdiri.

Ia menunduk hormat, seperti kebiasaan profesionalnya seorang dokter kepada pemilik rumah sakit.

Namun sebelum kepalanya benar-benar turun, Arru mengangkat satu tangan.

Gerakannya kecil. Tapi tegas.

“Tidak perlu.”

Nada suaranya datar. Tidak dingin. Tidak hangat.

Shima membeku.

Arru menoleh ke arah maid.

“Tinggalkan kami.”

Wanita itu mengangguk cepat. Ethan ikut melangkah keluar tanpa banyak bicara. Pintu tertutup, menyisakan keheningan yang terasa lebih berat dari malam sebelumnya.

Di kamar itu, hanya mereka berdua.

Arru berdiri beberapa langkah dari Shima.

“Duduk,” katanya singkat.

Shima menurut. Tangannya bertaut di pangkuan. Punggungnya tegak, tapi bahunya menegang.

“Keadaanmu?” tanya Arru.

“Masih bisa berdiri,” jawab Shima jujur. “Terima kasih… sudah menolong saya.”

Arru mengangguk tipis.

“Kamu pingsan karena shock. Tubuhmu tidak lemah. Yang lelah itu kepalamu.”

Kalimatnya terlalu tepat. Shima menunduk.

“Aku tidak akan menanyakan apa yang terjadi semalam,” lanjut Arru.

“Itu urusanmu.”

Shima mengangkat pandangan, terkejut.

“Tapi,” sambungnya, nada Arru berubah lebih serius,

“mulai hari ini, hidupmu akan bersinggungan denganku.”

Ia mengeluarkan map tipis dari tangannya, meletakkannya di meja.

“Dan sebelum itu terjadi,” kata Arru pelan,

“aku perlu memastikan satu hal.”

Ia menatap Shima lurus.

“Kamu siap berhenti dikhianati?”

Pertanyaan itu tidak keras.

Tapi cukup untuk membuat dada Shima mengencang.

Shima menatap map di meja itu cukup lama.

“Aku menghargai niat Anda,” ucapnya akhirnya, suaranya pelan tapi terjaga.

“Tapi aku tidak bisa mengambil keputusan sebesar ini… secepat itu.”

Arru tidak langsung menjawab.

Ia mengamati Shima seperti seorang eksekutif membaca laporan bukan untuk mencari celah, tapi untuk memastikan kesimpulan.

“Ini bukan keputusan emosional,” kata Arru akhirnya.

“Ini keputusan logis.”

Shima mengangkat kepala.

“Apa logikanya menikah dengan orang yang hampir tidak aku kenal?”

Arru melangkah mendekat, berhenti pada jarak aman.

“Logikanya sederhana.”

Ia mengangkat satu jari.

“Kamu kehilangan rumah.”

Jari kedua.

“Reputasi mu sedang di ambang runtuh.”

Jari ketiga.

“Mantan suamimu memegang semua aset dan akan mengontrol narasi.”

Arru menurunkan tangannya.

“Aku menawarkan perlindungan hukum, status, dan kendali.”

Shima terdiam.

“Sebagai gantinya,” lanjut Arru tenang,

“aku mendapat stabilitas personal dan penutupan isu lama yang mengganggu bisnisku.”

Ia menatap Shima lurus.

“Mutualisme. Tidak lebih.”

Shima menarik napas dalam.

“Kalau aku menolak?”

Arru tidak berubah ekspresi.

“Kamu bebas menolak,” jawabnya datar.

“Aku tidak memaksa.”

Lalu ia menambahkan, tanpa emosi:

“Tapi dunia tidak akan lebih lembut padamu hanya karena kamu menolak.”

Hening turun di antara mereka.

Arru menoleh ke pintu.

“Ethan.”

Pintu terbuka. Ethan masuk membawa map lain lebih tebal.

“Kontrak,” kata Arru singkat.

Ethan meletakkannya di meja.

“Pernikahan akan dipublikasikan,” jelasnya profesional.

“Resmi di mata hukum dan publik. Tapi isi kontrak dan alasan pernikahan bersifat rahasia mutlak.”

Shima menatap halaman-halaman itu, jantungnya berdetak lebih cepat.

“Aku beri kamu waktu,” kata Arru.

“Sampai malam ini.”

Ia mengeluarkan sebuah kunci mobil, meletakkannya di samping kontrak.

“Mobil ada di garasi. Kamu harus ke rumah sakit.”

Shima refleks mengangguk.

“Kamu boleh tinggal di sini,” lanjut Arru.

“Tidak ada batasan. Tidak ada pertanyaan.”

Nada suaranya tidak membuka ruang tawar-menawar.

Tidak ada bantahan. Tidak ada penolakan.

Arru berbalik menuju pintu.

“Pikirkan dengan kepala, bukan luka.”

Ia keluar dari kamar.

Beberapa menit kemudian, Arru duduk di meja makan mansion. Sarapannya sederhana. Gerakannya efisien, tanpa tergesa.

Ethan duduk di seberangnya.

“Kamu yakin dia akan setuju?”

Arru menyesap kopinya.

“Dia dokter,” jawabnya singkat.

“Dia paham angka, risiko, dan realitas.”

Selesai sarapan, Arru berdiri.

“Ke kantor,” katanya.

Mobil melaju meninggalkan mansion

meninggalkan Shima sendirian dengan kontrak,

kunci mobil,dan satu pilihan yang akan mengubah hidupnya secara permanen.

Shima berdiri di depan cermin kamar tamu mansion.

Ia mengenakan setelan kerja sederhananya rapi, bersih, seperti hari-hari sebelum hidupnya runtuh. Tangannya sedikit gemetar saat mengancingkan jas putih dokter. Bukan karena lemah, tapi karena tubuhnya masih mengingat malam yang belum benar-benar berlalu.

Ia mengambil tas dan kunci mobil, lalu melangkah keluar.

Garasi mansion luas dan sunyi. Mobil yang Arru berikan terparkir rapi, hitam mengilap. Shima membuka pintu, duduk di balik kemudi, menarik napas panjang sebelum menyalakan mesin.

Beberapa menit kemudian, ia tiba di rumah sakit.

Begitu melangkah masuk ke area parkir khusus staf medis, langkah Shima terhenti.

Di depan sana

Arya.

Dan Laura.

Mereka berdiri berdekatan, terlalu dekat untuk sekadar rekan kerja. Arya sedang tertawa kecil, Laura mencondongkan tubuhnya sedikit, tangannya menyentuh lengan Arya seolah itu hal paling wajar di dunia.

Shima membeku.

Bukan karena terkejut melainkan karena hatinya sudah terlalu lelah untuk terkejut lagi.

Arya lebih dulu menyadari kehadirannya.

Tawanya terhenti. Wajahnya berubah cepat, lalu memasang ekspresi netral yang dibuat-buat.

“Shima?”

Laura menoleh menyusul. Matanya membesar sepersekian detik, lalu ia tersenyum-senyum yang dulu terasa hangat, kini terasa asing.

“Kamu… sudah baikan?” tanya Laura, nada suaranya lembut, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Shima menatap mereka bergantian.

Tidak ada amarah di wajahnya. Tidak juga tangis.

Hanya jarak.

“Aku hanya datang untuk bekerja,” jawab Shima singkat.

Arya mengernyit.

“Kita belum selesai bicara semalam.”

Shima mengangkat alis tipis.

“Bagiku sudah.”

Laura melangkah maju setengah langkah.

“Shima, kamu jangan salah paham. Semalam itu…”

“Tidak perlu,” potong Shima tenang.

“Aku tidak di sini untuk membahas kehidupan pribadi siapa pun.”

Kalimat itu jatuh seperti batas yang ditarik jelas.

Arya menatapnya lebih lama, seperti mencari celah tapi tidak menemukannya.

“Kamu tinggal di mana sekarang?” tanyanya, nadanya merendah.

Shima mengencangkan genggaman pada tasnya.

“Itu bukan urusanmu.”

Ia melangkah melewati mereka.

Langkahnya stabil. Punggungnya tegak.

Di belakangnya, Laura menatap Arya dengan gelisah.

“Kenapa rasanya dia… berbeda?”

Arya tidak menjawab.

Sementara Shima terus berjalan menuju pintu masuk rumah sakit, jantungnya berdetak keras bukan karena takut,

melainkan karena untuk pertama kalinya…

ia tidak lagi merasa harus menjelaskan apa pun.

Arya berdiri mematung beberapa detik setelah Shima pergi.

Matanya lalu turun ke arah parkiran.

Ke mobil itu.

Hitam, baru terlalu mahal untuk ukuran gaji dokter, bahkan untuk mereka yang sudah lama bekerja.

“Mobil siapa itu?” gumam Arya, lebih ke dirinya sendiri.

Laura ikut menoleh. Alisnya berkerut.

“Itu… bukan mobilmu.”

Arya menggeleng pelan.

“Bukan. Dan itu jelas bukan mobil lama Shima.”

Mereka saling berpandangan.

Ada jeda yang tidak nyaman.

Laura mencoba tertawa kecil, memecah suasana.

“Mungkin mobil sewaan? Atau pinjam teman?”

Tapi nadanya tidak yakin.

Arya menatap mobil itu lebih lama. Platnya belum ia kenali, bodinya terlalu bersih, terlalu tenang seperti milik seseorang yang tidak perlu pamer.

“Shima tidak punya teman yang bisa pinjamkan mobil seperti itu,” katanya pelan.

Laura menelan ludah.

“Kamu yakin dia benar-benar… sendirian?”

Arya tidak menjawab.

Untuk pertama kalinya sejak semalam, ada sesuatu yang mengusik dadanya bukan rasa bersalah, tapi kehilangan kendali.

Di kejauhan, mesin mobil Shima menyala.

Ia melaju pergi tanpa menoleh.

Dan di saat itulah, Arya sadar satu hal yang membuat tengkuknya dingin:

Shima tidak pergi untuk jatuh.

1
Sweet Girl
Siram bensin terus aja...
Sweet Girl
Buat memelihara bangkai di rumah, Laura... mending dibuang aja.
Sweet Girl
Dan bakal kehilangan Dana segar Luuu pada...
Sweet Girl
Asyeeek... beli yang kau mau, Shima...
bikin mereka yg menyakiti melongo.
Sweet Girl
Tunggu tanggal mainnya duo penghianat.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
Sweet Girl
Nah Lu... kapok Lu... sekalian aja seluruh Penghuni rumah sakit denger...
Sweet Girl
Kelihatan sekali yaaaa klo kalian itu bersalah.
Sweet Girl
Ada Gondoruwo🤪
Sweet Girl
Kamu pikir, setelah kau rampas semua nya, Shima bakal gulung tikar...
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
Sweet Girl
Masuklah sang Penguasa 🤣
Sweet Girl
Dan pilihan mu akan menghancurkan mu... ojok seneng disek...
Sweet Girl
Kamu yang berubah nya ugal ugalan Brooo
Sweet Girl
Ndak bahaya ta... pulang sendiri dengan nyetir mobil sendiri?
Sweet Girl
Kok ngulang Tor...???
Sweet Girl
Wes ora perlu ngomong, Ndak onok paedaheee.
Sweet Girl
Naaah gitu dong... semangat membongkar perselingkuhan Suami dan sahabat mu.
Sweet Girl
Musuh dalam selimut, iya.
Sweet Girl
Gayamu Ra... Ra... sok bener.
Sweet Girl
Kamu jangan kebanyakan mikir tho Syma...
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.
Iqlima Al Jazira
di tunggu kelanjutan nya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!