Ratu Maharani, gadis 17 tahun yang terkenal bandel di sekolahnya, dengan keempat sahabatnya menghabiskan waktu bolos sekolah dengan bermain "Truth or Dare" di sebuah kafe. Saat giliran Ratu, ia memilih Dare sebuah ide jahil muncul dari salah satu sahabatnya membuat Ratu mau tidak mau harus melakukan tantangan tersebut.
Mau tahu kisah Ratu selanjutnya? langsung baca aja ya kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Kini Ratu sudah berada dalam pesawat yang di kemudi oleh captain Nathan. Suara pesawat mulai berdengung pelan di landasan pacu, siap untuk mengangkasa menuju tujuan.
Di dalam kabin, lampu-lampu redup menciptakan suasana yang hangat namun penuh antisipasi. Penumpang mulai bersiap diri, merapikan tempat duduk dan meletakkan barang bawaan mereka di kompartemen atas.
Ratu sudah duduk dengan santai di kursinya, kakinya sedikit menyilang, rambut panjangnya yang hitam mengkilap tergerai indah menyentuh bahunya. Ia menggantikan blazernya dengan jaket kulit yang keren, dan tak lepas dari sikapnya yang bar-bar membuatnya jadi perhatian beberapa penumpang yang mencoba menghindari tatapannya.
Pramugari Lisa sedikit terkejut saat melihat Ratu duduk dengan tenang sambil mendengarkan music di airportnya. Lisa berhenti sejenak, mencoba tersenyum sopan sambil menyodorkan daftar minuman.
“Permisi, Nona. Mau pesan minuman atau makanan sebelum lepas landas?” tanya Lisa ramah, namun dalam hati menggerutu kesal sama Ratu.
"Bawa makanan ringan saja, tapi jangan yang manis-manis, aku tak suka manis-manis.” ujar Ratu tegas.
Lisa mengangguk cepat, mencoba tetap tenang meskipun sedikit terkejut dengan sikap blak-blakan Ratu. Di tengah melayani, ia mencuri pandang ke arah kokpit, di mana Nathan dengan sorot mata penuh perhatian sedang sibuk mempersiapkan pesawat.
Nathan sempat melirik ke arah Ratu di kabin, dan senyum kecil menghiasi wajahnya. Co-pilot Erland langsung menggodanya.
"Wah-wah, sepertinya ada yang lagi kasmaran ini?" goda co-pilot Erland dengan senyum jahilnya.
Nathan hanya membalas dengan senyum tipisnya, ia bahkan tak membantahnya seolah mengiyakan ucapan rekan kerjanya itu.
Tak berapa lama Lisa kembali membawa nampan berisi pesanan Ratu. Ratu mengambilnya dengan sikap tenang matanya menyapu seluruh kabin sebelum mengunci pandangannya pada sosok pilot di balik panel kontrol.
"Hm, ternyata ia benarran seorang captain pilot, menarik!" batin Ratu lalu kembali fokus pada makanan di depannya.
Pramugari Lisa menatap kesal wajah Ratu. Namun berusaha tetap profesional.
"Silahkan di menikmati. Kami akan melakukan yang terbaik agar penerbangan berjalan lancar dan menyenangkan.”
Nathan, yang mendengar percakapan itu lewat interkom internal, mengangkat alisnya dan tersenyum tipis. Di kokpit, ia mengecek instrumen satu demi satu dengan penuh fokus, tapi dalam hatinya, pikiran tentang Ratu tak kunjung hilang.
“Pesawat siap untuk lepas landas,” suara co-pilot memecah keheningan.
Nathan menekan tombol-tombol dengan cekatan, lalu menoleh sejenak ke layar di depan, sebelum memberi tanda kepada menara kontrol.
Di kabin, Ratu merebahkan dirinya di kursi dengan santai, memperlihatkan sikap percaya diri yang nyaris menantang batas.
Beberapa penumpang menoleh dengan rasa ingin tahu, tapi tak berani mendekat. Ia melirik ke arah jendela, menatap langit cerah, mengisyaratkan bahwa perjalanan siap di mulai.
Pesawat bergemuruh pelan ketika mesin mengaum lebih kuat, mengisyaratkan bahwa lepas landas sudah dekat. Ratu mengangkat lengannya, meregangkan tubuh dengan santai sambil sesekali menyeringai, menikmati sensasi kekuasaan yang ia rasa ketika semua mata tak bisa lepas darinya.
Jika penumpang lain cenderung patuh dan sunyi berbeda dengan Ratu yang terkesan bodoh amat sambil sesekali ikut menyanyikan lirik lagu yang sedang ia dengar.
Di sebelahnya, pramugari Lisa dan rekannya yang lain berusaha menenangkan diri, namun tak bisa menyembunyikan kekaguman yang samar.
"Gue iri sama kecantikan gadis itu, terlihat sangat natural pantas saja captein Nathan menyukainya," bisik pelan rekan kerja Lisa pada rekannya saat melewati lorong.
Sementara itu, di kokpit, Nathan memegang kendali dengan tenang, tapi matanya tak henti-hentinya mencuri pandang ke monitor yang menampilkan kabin penumpang. Sambil menyesuaikan throttle.
“Semoga perjalanan ini menyenangkan ...." Gumam Nathan pelan.
Suara mesin mencapai puncaknya, dan pesawat pun meluncur deras di landasan pacu. Ratu menatap keluar jendela, menyaksikan dunia kecil di bawahnya perlahan mengecil.
Dengan tenang, Nathan menarik tuas kemudi ke atas. Pesawat pun meninggalkan tanah, meluncur ke angkasa dengan penuh janji dan ketegangan yang menggantung di udara.
Ketika pesawat sudah stabil terbang di ketinggian, terdengar suara tenang Nathan melalui interkom, “Co-pilot Erland, tolong kendalikan pesawat sebentar. Aku harus keluar sebentar ke kabin penumpang.”
Erland tersenyum tipis tanpa bertanya ia sudah tahu tujuan captainnya itu, lalu mengangguk dan dengan cekatan mengambil alih kendali, matanya tetap fokus pada layar instrumen.
Sementara, Nathan bangkit, merapikan seragam pilotnya, lalu melangkah keluar menuju kabin penumpang dengan langkah yakin.
Suasana kabin yang semula tenang berubah sedikit tegang ketika Nathan berdiri tepat di depan Ratu, yang sedang duduk santai dengan ekspresi bar-barnya. Mata mereka bertemu, dan Ratu mendongak, terkejut.
“Sedang apa kau di sini? Terus siapa yang mengemudi pesawat ini sekarang? Cepat Sana kembali, apa kau ingin membuat celaka kami semua, hah?" tanya Ratu mata melotot tajam tapi jelas ada kecemasan yang tersembunyi di matanya.
Nathan melemparkan senyum licik, penuh percaya diri.
"Makanya cepat simpan no ponselmu di sini?" ujar Nathan lalu dengan cepat mengulurkan ponselnya ke arah Ratu.
Ratu menatap layar ponsel itu sejenak, terasa aneh dan ragu.
“Untuk apa kau minta nomor gue? Ini pesawat, bukan cafe, Nathan.” sinis Ratu tapi dalam hatinya dipenuhi kekhawatiran.
Akhirnya, Ratu memiliki mengalah dari pada mempertaruhkan keselamatan penumpang. Ratu mengambil ponsel di tanangan Nathan dengan gerakan cepat dan cekatan, ia mengetik nomor ponselnya dan menyerahkannya kembali pada Nathan dengan senyum setengah terpaksa.
"Nih! Sudah cepat sana balik lo!" usir Ratu sambil mendorong pelan tubuh Nathan.
Nathan hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Ratu, lalu menyimpan kembali ponselnya, matanya berkilat penuh arti,
“Baik Nona Ratu Cantik," goda Nathan.
Ratu memutar matanya malas mendengar gombalan Nathan.
"Sekarang aku tahu cara memastikan kau tetap di dekatku.” gumamnya dalam hati.
"Dasar modus," kesal Ratu.
Nathan menatap Ratu dengan senyum penuh kemenangan yang tak bisa disembunyikan.
“Jangan khawatir, aku masih di sini untuk memastikan pesawat and kamu aman.” ujarnya lembut lalu langsung berbalik menuju ke kokpit kembali.
Ratu mengerutkan alis, mencoba menyembunyikan perasaan campur aduk antara waspada dan sedikit tertarik.
Detik-detik berikutnya, suara mesin pesawat berdengung halus, dan suasana di kabin kembali terasa tenang.
Di sisi lain kabin, pramugari Lisa menatap tajam ke arah Ratu. Ia menyadari interaksi akrab itu dengan campuran rasa iri dan cemburu.
Selama ini, ia sudah berusaha keras mendekati Nathan, namun sikapnya selalu dingin dan cuek. Sementara Ratu, tanpa berusaha, tampak begitu mudah menarik perhatian sang captain.