NovelToon NovelToon
Assalamualaikum, Pak KUA

Assalamualaikum, Pak KUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Dijodohkan Orang Tua / Pengantin Pengganti / Cintapertama
Popularitas:45.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yulianti Azis

Di hari pernikahannya, Andi Alesha Azahra berusia 25 tahun, dighosting oleh calon suaminya, Reza, yang tidak muncul dan memilih menikahi sahabat Zahra, Andini, karena hamil dan alasan mereka beda suku.

Dipermalukan di depan para tamu, Zahra hampir runtuh, hingga ayahnya mengambil keputusan berani yaitu meminta Althaf berusia 29 tahun, petugas KUA yang menjadi penghulu hari itu, untuk menggantikan mempelai pria demi menjaga kehormatan keluarga.

Althaf yang awalnya ragu akhirnya menerima, karena pemuda itu juga memiliki hutang budi pada keluarga Zahra.

Bagaimanakah, kisah Zahra dan Althaf? Yuk kita simak. Yang gak suka silahkan skip!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ulah Zahra

Pagi itu, suasana rumah masih sunyi. Hanya terdengar burung gereja yang bertengger di atap, bercicit pelan. Di dapur, Mak Mia duduk sendirian sambil memandang kosong ke arah halaman.

Wajahnya muram, kantong matanya menghitam. Sudah seminggu sejak suaminya meninggal, namun duka itu belum benar-benar surut selalu datang menghampiri di sela-sela keheningan.

Zahra yang baru keluar dari kamar memperhatikan ibu mertuanya itu dari jauh. Hatinya terenyuh. Ia tahu Mak Mia berusaha tegar di depan anak-anaknya, termasuk dirinya, tapi kesedihan perempuan itu jelas terpampang.

Pelan-pelan Zahra mendekat, kemudian berhenti. Ada sesuatu yang terlintas di kepalanya sebuah ide kecil untuk mengalihkan pikiran Mak Mia dari duka.

Zahra lalu berbalik, mengetuk pintu kamar Lisa. “Lisa?” panggilnya lembut.

Pintu terbuka sedikit, menampakkan Lisa yang masih dengan piyamanya. “Kenapa ki kak?”

“Temenin aku ke pasar yuk!” Zahra memohon dengan senyum tipis.

Lisa mengerutkan kening. “Habismi makanan kak? Atau mau Ki beli keperluan ta?”

Zahra mengangguk cepat. “Kebetulan aku punya keperluan buat dibeli.”

Lisa lalu bertanya sambil meguap. “Trus kak Althaf mana?”

“Althaf lagi ngurus kepindahannya ke sini,” jawab Zahra.

Suaranya pelan masih belum terbiasa bahwa suaminya telah memutuskan tinggal permanen di kampung.

Zahra sendiri masih beradaptasi dengan kehidupan desa yang sangat berbeda dari Jakarta.

Lisa mengangguk paham. “Tunggu pale kak. Siap-siap kaa dulu nah.”

Zahra mengangguk.

Tak sampai lima menit, mereka sudah berada di pinggir jalan, berdiri di bawah pohon mangga rindang sambil menunggu angkot. Embusan angin pagi membuat jilbab Lisa sedikit berkibar.

“Tunggu mi kak,” ujar Lisa. “Biasanya jam segini banyak ji pete-pete.”

Zahra mengerutkan kening, bingung. “Kenapa harus tunggu Pete? Aku gak suka makan Pete?”

Lisa menepuk keningnya keras-keras. “Pete-pete itu artinya angkot kak.”

“Oh.” Zahra manggut-manggut polos. Ia benar-benar masih asing dengan istilah daerah itu.

Tak lama kemudian, satu angkot kuning berhenti di depan mereka. Lisa segera melambaikan tangan. “Pak, ke pasar Sumpang!”

Mereka naik, duduk bersebelahan. Perjalanan sekitar lima belas menit, dan sesampainya di pasar, Zahra langsung ternganga. Ramai, padat, penuh warna dan aroma pasar yang campur aduk.

Ia bahkan tidak langsung pergi membeli kebutuhannya. Alih-alih, matanya berbinar saat melihat lapak ikan laut.

“Maa syaa Allah,” gumamnya takjub.

Zahra dengan semangat mendatangi penjual ikan. Tanpa pikir panjang, ia menunjuk hampir semua jenis ikan yang dijajakan. Lisa sampai melongo.

“Untuk apa?” tanya Lisa panik.

Zahra tersenyum lebar. “Mereka terlihat unik.”

Lisa menutup mulutnya agar tidak berteriak.

Belum selesai di situ, Zahra kembali sibuk, kini membeli segala jenis seafood. Cumi, udang, kerang, bahkan gurita kecil. Penjual-penjual di pasar sampai sumringah melihatnya.

Bukan hanya itu Zahra kemudian mendatangi kios perabotan dan membeli barang-barang yang menurutnya tidak ada di rumah mertuanya beberapa panci stainless, sendok kayu, nampan rotan, bahkan saringan besar.

Dilanjutkan dengan sayur-mayur, bawang, cabai, hingga ayam kampung.

Lisa makin kewalahan menenteng tas belanja kain yang sudah penuh sesak. Bahkan mereka tidak membawa sebagian untungnya ada tukang angkat barang.

Para penjual, terutama yang laki-laki, sampai melambaikan tangan kepada Zahra.

“Cantiknya itu anak, kayak artis,” gumam salah seorang penjual sambil tertawa senang karena dagangannya habis.

Lisa mendengus cemberut. “Terus bagaimana caranya dibawa pulang ini kak?”

Zahra berhenti, memandang tumpukan belanjaan yang memenuhi kaki-kaki mereka. Mata Zahra melebar. “Kok bisa banyak banget yaak?” Ia meringis. “Padahal murah-murah loh.”

Lisa memandangnya tak percaya, antara ingin ketawa atau menangis. Sementara para pedagang sudah sibuk membereskan lapaknya karena hampir semua mereka terjual berkat Zahra.

*

*

Di sisi lain, matahari pagi mulai naik ketika Althaf baru saja turun dari mobil setelah pulang dari kantor KUA. Ia tampak rapi, meski wajahnya masih menyimpan lelah.

Proses mengurus surat pindahnya berjalan lebih cepat dari dugaan, apalagi setelah ayah mertuanya membantu lewat sambungan telepon.

Ia menaiki tangga rumah panggung perlahan, menenteng map cokelat berisi berkas-berkas penting. Namun, begitu masuk ke dalam rumah, tatapannya langsung berkeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Zahra.

“Mak, mana Zahra?” tanyanya sambil menghampiri dapur.

Mak Mia yang baru saja selesai menuang pisang goreng ke piring, menoleh terkejut. “Perasaan tadi adaji di kamar.”

Althaf mengerutkan kening. Zahra tidak ada di ruang tengah, tidak di dapur, tidak di teras.

Tak lama, Karel keluar dari kamar sambil mengucek mata wajah bantalnya masih sangat kentara.

“Karel,” panggil Althaf. “Mulihat kakak iparmu?”

Karel menggeleng lemah. “Tidak ku lihat Pi kak Zahra, Kak.”

Althaf hendak bertanya lebih jauh ketika tiba-tiba terdengar suara klakson panjang dari arah jalan. Mereka bertiga refleks menoleh.

Althaf berjalan ke teras, berdiri menghadap ke bawah rumah. Dua buah mobil pete-pete berhenti tepat di depan pagar kayu tua. Para tetangga yang sedang menyapu halaman menoleh penasaran.

Tak lama kemudian, Lisa meloncat turun dari angkot sambil menenteng dua tas belanja besar, diikuti Zahra yang membawa tiga kantong jumbo sekaligus, wajahnya setengah tersembunyi di balik tumpukan barang.

Bahkan beberapa kantong plastik besar digantung di pintu angkot.

Para tetangga sampai melongo.

Lisa mendongak ke arah rumah panggung dan langsung berteriak, “Karel! Bantuka dulu bawa barang ee!”

Lalu ia menatap Althaf. “Kak Althaf bantu Ki ee!”

Althaf membeku sesaat, mencoba memproses apa yang dilihatnya. Karel dan Mak Mia yang berada di dekatnya pun ikut terkejut.

Mereka bertiga akhirnya turun dari rumah. Begitu mendekat, Karel langsung menyerah matanya membulat. “Astaga … kenapa na banyak sekali?”

Althaf menatap barang-barang yang menggunung itu, lalu menatap istrinya. “Siapa punya itu?”

Lisa tanpa ragu menjawab, “Itu punya kak Zahra semua.”

Zahra, yang berdiri dengan wajah cengengesan seperti baru habis melakukan sesuatu yang menyenangkan, hanya mengangkat bahu.

“Kak, habis semua na borong kak Zahra,” gerutu Lisa. “Sampai-sampai marah-marah ibu-ibu lain karena habis semua ikan ee sama yang lain.”

Althaf memejamkan mata sejenak sambil menarik napas panjang, sangat panjang seolah mencoba mengulur kesabaran dari langit.

Mak Mia ikut syok. Ia memandang menantunya dengan mata melebar. “Zahra, kenapa Ki beli semua itu nak? Di mana mau disimpan? Kulkas saja tidak ada?”

Zahra meringis, menggeser sedikit kantong plastik yang hampir jatuh. “Zahra lihat ikannya bagus. Jadi Aku beli. Kalau gak ada kulkas, kita beli kulkas juga, Mak.”

Tiga pasang mata Althaf, Mak Mia, dan Karelmenganga bersamaan, seperti adegan film yang dihentikan tepat di momen paling absurd.

Tetangga-tetangga yang melihat dari kejauhan sampai terkejut sambil berbisik-bisik, merasa adegan itu lebih menarik daripada sinetron pagi.

Sementara itu, Zahra hanya tersenyum malu-malu, mencoba menyelamatkan situasi. "Ya … kan … biar lengkap, Mak," ujarnya lirih.

 

1
Alona Luna
ohhh juwet ternyata 😌
Alona Luna
kapok tuh si mirna🤣🤣
Mineaa
is the best lah Zahra.....
jadi garda terdepan untuk keluarga nya...
Zahra gitu lho no kaleng kaleng....
istri solehot mo di lawan.....😁💪🔥🔥🔥🔥🔥
zylla
Parah 🤣🤣🤣
Tiara Bella
dikampung aku namanya juwet tp dibekasi blm Nemu tuh juwet.....
zylla
Paksu cemburu 🤭
zylla
heh, pelakor munafik ini gak usah sok"an nasehatin Ara. 🤬
zylla
ide bagus, Ara 🤭
zylla
setuju sekaliii 🤭🤭🤭
zylla
gundulmu 🤣🤣🤣🤣
zylla
sebel 🤬🤬🤬
Dew666
👩‍❤️‍👩👩‍❤️‍👩👩‍❤️‍👩👩‍❤️‍👩
zylla
bodohnya udah gak ketolong lagi yaampun 😮‍💨
Dew666
Itu di desaku namanya duwet,,, uenak maknyuusss,, tapi skrg susah carinya 💐
zylla
Minta Pak Handoko dateng lagi, Ara. 🤭
Fia Ayu
Good job zabra, kasih faham mereka biar keluarga mak mia tak selalu di tindas😡
Andira Rahmawati
cppeng sama bunne makananku waktuku kecil....iiihhh jadi pengen sayang di jakarta nga ada yg jual..😍😍
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Yulianti Azis: Di Sulsel saja kak udah langka sekalimi 😁
total 1 replies
mama_im
di aku namanya jamblang, kalo yg kecil itu huni. uuuuhhh mantap itu di rujak, walau ribet buangin bijinya sambil ngunyah 🤣🤣🤣
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Yulianti Azis: Aku gak pernah rujak kak. Paling dikasih gula aja 🤣🤣. Sayang sekali udah langka
total 1 replies
Shee
yang rasanya asem, manis, sepet bukan c ya? dah lama g pernah makan itu jadi lupa-lupa inget🤭
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Yulianti Azis: Iya kak. Bener banget. Author aja rindu makannya, sayang udah jarang banget
total 1 replies
Shee
duh dua manusia ini bukan nya sadar malah nambah kayanya🙄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!