Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 10 - ajar-mengajar.
Hembusan angin yang menerpa membuat surai indah gadis itu menari bersama udara. Pipinya mengembung dengan mulut yang sibuk mengunyah, itu semua berhasil di tangkap sepasang netra tajam seorang pemuda yang berdiri menjulang disebelahnya.
Sinan menopang kedua belah tangannya pada pagar, mengamati pemandangan itu dengan seksama.
"Sepulang sekolah ini jadi?" Ujarnya dengan netra yang masih terpaku. "Mau dimana. Rumah kamu aja."
Tawaran yang tak dilayangkan dengan pertanyaan itu membuat gadis yang sedang sibuk mengunyah memutarkan bola matanya. Mereka sedang berbicara tentang rencana mengajar Dinya. Meski tadi Sinan hampir kelepasan tertawa, tak menjadikan alasan bahwasanya pemuda itu nyaman ketika melihat Dinya ditatap sampai segitunya.
"Gue gak punya rumah." Sahut gadis itu santai. "Punyanya kos."
"wow." Sinan sedikit terkejut. "Kok aku gak tau."
Sinan sedikit bergeser untuk menatap gadis disampingnya dengan lebih seksama, ia bahkan menunduk cukup dalam.
"Apa. Gabisa kalau ditempat gue." Dinya seolah bisa menebak sehingga hembusan nafas panjang pemuda itu tak ayal langsung mengudara.
Kembali menopang tubuh pada pagar, sepasang netra pemuda itu lantas menyapu pemandangan kota yang terlihat cukup jelas dari atas rooftop sekolah sedangkan diatas kepala mereka dipenuhi oleh awan putih pada langit biru yang membentang luas. Sekilas Sinan seperti merasa sedang berada dalam sebuah drama.
Drama yang diisi oleh perbincangan absurd dan penuh penolakan.
"Kenapa. Orang aku mau main ke rumah kamu." Sembari mengerucutkan bibir pemuda itu tersadar akan kekeliruan pada kalimatnya, sehingga ia mengoreksi. "Eh kos."
Sudah hampir seminggu mereka bersama, keduanya sama sekali tidak pernah tahu bagaimana kehidupan dari masing-masingnya ketika di luar sekolah. Tentu Sinan sudah melayangkan ribuan rengekan pada gadis itu yang berkata ingin bertemu selain di sekolah tapi, yah.. hanya penolakan yang didapat.
"Kalau gitu kita ke cafe deket-deket sini aja." Tepat ketika gadis itu ingin membuka mulut, Sinan cepat-cepat memotongnya. "Kalau nolak aku cium."
Kebungkaman Dinya menjadi penghantar waktu berlalu ke saat-saat pulang sekolah. Setelah melewati beberapa drama panjang yang terus diselingi penolakan, akhirnya kedua orang itu berkumpul bersama lagi dengan hanya satu buah meja saja yang menjadi penghalang antara mereka.
Srek.
Sinan menyapu gadis didepannya dengan sorot terkesima. Padahal setelan yang ia kenakan dipilih dengan begitu hati-hati hingga tampak begitu sempurna begini, berharap akan membuat siapa yang ditemui terpesona namun endingnya malah ia yang dibuat terperangah.
"Cantiknya.." Komentar pemuda itu sembari menarik sudut bibir. "Jadi pengen gigit."
Seseorang yang ditatap sampai sedemikian rupa hanya memutarkan bola mata. Dinya heran mengapa Sinan malah memfokuskan seluruh perhatian hanya kepadanya padahal hampir seisi cafe sedang menjadikan pemuda itu sebagai sorotan utama. Bahkan tidak sedikit juga yang mengangkat handphone dan memotretnya secara diam-diam.
"Entah lo yang emang mengidap penyakit tentang ketidaksadaran pada yang terjadi disekitar atau apa. Yang jelas, ayo selesaiin urusan kita terus cabut."
Mendapati penuturan tersebut Sinan hanya terkekeh. Tanpa melirik kearah sekitaran yang heboh ia malah bertopang dagu sambil masih menyorot santai wajah datar itu. Wajah seorang gadis yang terlihat sangat cantik dalam balutan dress mini berwarna biru cerah.
"Sebelumnya sadar, tapi pas ngeliat ada bidadari gemes di depan aku seketika kesadaran aku jadi ilang." Ujar pemuda itu sambil tersenyum. "Jadi jangan salahin aku kalau aku mendadak ling-lung gini, kalau aku gak sengaja nyosor terus nyium kamu juga akunya jangan disalahin."
Plak!
"Stop ngelantur. Ayo, biar cepet ini."
Beberapa puluh menit setelahnya dilalui dengan kekehan menggoda juga rentetan kalimat penuh gombal dari Sinan. Padahal pemuda itu adalah tipikal orang yang profesional, tetapi bersama Dinya, ia malah berhanyut menjadi buaya darat dengan 1001 tipu muslihatnya.
Tap..
Tap..
Sinan berjalan dengan kedua tangan yang berada dalam kantung celana, setiap langkahnya di selingi oleh teriakan kagum dari para perempuan namun sepasang netra tajam itu hanya menyorot sosok mungil yang berjalan begitu santai di depan. Sosok yang tak terganggu apalagi terfokus pada keadaan sekitar, benar-benar dingin.
Bahu sebelah kanan pemuda jangkung itu terselip tas selempang kecil milik Dinya, sedangkan tangan yang awalnya berada dalam kantung mulai terangkat dengan satu buah benda pipih canggih. "Dinya." Ia memanggil sambil mengerahkan handphone tersebut.
Cekrek.
Tersenyum puas, Sinan lantas menyimpan ponselnya sambil melangkah untuk berjalan disamping gadis datar yang mulai keluar dari area parkiran cafe. Pembelajaran tadi telah usai, kini keduanya berniat melakukan hal lain yang tentunya begitu berbeda.
Dinya yang tampaknya sudah ingin bergegas pulang dan Sinan yang mulai berpikir untuk mengulur-ulur waktu agar sekiranya gadis itu tidak kembali dalam waktu dekat.
"Karena yang barusan udah dan kita masih punya waktu, gimana kalau jalan-jalan dulu." Sinan menyeringai sebelum kembali berujar. "Lagian besok libur, kita bisa pulang agak maleman."
Greb..
Rangkulan yang awalnya hanya pada pundak secara bertahap sudah beralih pada pinggang ramping gadis itu, membungkus tubuh dalam balutan dress manis tersebut dengan lengannya yang kokoh dan kuat sambil senyum yang entah senyum hangat atau licik tersebut terus mengembang tanpa menyadari adanya sepasang mata yang sedang menyorot mereka.
Setelah mengambil mobil dan membawa Dinya untuk masuk kedalamnya, Sinan sempat membantu gadis itu memasang seat belt sebelum benar-benar menjalankan mobil dan meninggalkan cafe. Tentu masih dengan sepasang netra yang memperhatikan gerak-gerik keduanya.
"Kamu ada rekomendasi harus kemana atau ngapain?" Pemuda yang terlihat jauh lebih gagah ketika sedang mengemudi itu berujar tanpa menoleh. Fokus membelah jalanan kota yang ramai. "Sebentar lagi malem, mau nonton dulu sambil nunggu? Kalau gak salah bakal ada pameran game dan jajanan yang bakal buka. Ah iya, ada acara para cosplayer bahkan konser juga."
Kalimat tersebut rupanya menarik perhatian gadis yang sejak awal pindah tidak pernah sama sekali keluar selain bersekolah untuk sedikit pasang telinga. Dinya bersandar sambil menatap ke arah jendela luar, namun diam-diam ia menahan senyum tidak sabar.
"Ekhem, boleh." Sahut gadis itu akhirnya. "Gue ngikut aja."
Mengangguk santai, Sinan lantas segera menjalankan rencana yang telah direncanakan. Setelah memarkirkan mobil pemuda itu langsung mengandeng Dinya untuk masuk dan ingin memesan tiket, namun siapa sangka bahwa keduanya akan bertemu dua orang berwajah keras tersebut.
"Hoho~ look what we got."