Terlahir kembali sebagai Tian Feng di Desa Batu Angin yang terpencil, ia merasakan keputusasaan total.
Mantan Dewa Langit, kini terperangkap dalam tubuh lemah tanpa Dou Qi, menjadi sasaran cemoohan.
Titik baliknya adalah penemuan batu hitam misterius yang ternyata menjadi wadah bagi Yao Ling, seorang ahli Dou Zun yang disegel.
Di bawah bimbingannya, Tian Feng tidak hanya melatih Dou Qi dari nol, tetapi juga melatih kembali jiwanya untuk menerima kondisi fananya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 23
Pernyataan Tian Feng yang tenang menggantung sesaat di udara yang tegang, sebelum akhirnya meledak menjadi gelombang kekacauan.
Keheningan itu pecah, digantikan oleh tawa dan bisikan penuh cemoohan.
"Apa aku tidak salah dengar? Dia bilang dia sudah memecahkannya?"
"Sombong sekali! Murid dalam alkemis terbaik pun sudah menyerah pada prasasti itu, dia pikir dia siapa?"
"Dasar pemula yang tidak tahu diri, mencoba mencari perhatian dengan cara yang memalukan!"
Ling Yue sendiri menatap Tian Feng dengan tatapan tak percaya. Ada secercah harapan di matanya—karena ia tahu anak ini adalah monster—tetapi klaim ini terlalu luar biasa. "Tian Feng," bisiknya, "kau... kau yakin dengan apa yang kau katakan?"
Sebelum Tian Feng bisa menjawab, Zhao Kang menerobos kerumunan, wajahnya memerah karena marah sekaligus geli.
"HAHAHA! Ini adalah lelucon paling lucu yang pernah kudengar sepanjang tahun!" serunya, suaranya lantang agar semua orang mendengarnya. "Memecahkannya? Kau bahkan mungkin tidak mengerti setengah dari aksara di sana! Kau hanya mempermalukan dirimu sendiri dan Nona Muda Ling Yue yang berbaik hati membawamu ke sini!"
Ia menoleh pada kerumunan. "Lihatlah, semuanya! Inilah 'jenius' yang dibicarakan semua orang! Jenius dalam membual!"
Kerumunan tertawa, cemoohan mereka semakin keras.
Di tengah badai keraguan dan hinaan itu, Tian Feng tetap menjadi pusat ketenangan. Ia tidak marah. Ia tidak membela diri. Ia hanya menatap Ling Yue, mengabaikan semua orang seolah mereka hanyalah lalat yang berdengung.
"Kau bilang, siapa pun yang bisa memecahkannya akan diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Tetua Huo," katanya, suaranya jelas dan tidak goyah. "Bagaimana caranya aku meminta pertemuan itu?"
Pertanyaannya yang lugas dan fokus memotong semua kebisingan. Kerumunan terdiam. Zhao Kang berhenti tertawa. Mereka menyadari satu hal: anak ini tidak bercanda. Dia benar-benar serius.
Ling Yue menelan ludah. Keputusan untuk bertaruh pada Tian Feng kini mencapai puncaknya. "Di... di depan menara kediaman Tetua Huo," katanya, suaranya sedikit bergetar. "Ada sebuah Lonceng Permohonan Jiwa. Itu bukan lonceng biasa. Kau harus membunyikannya dengan energi jiwamu."
Ia menatap mata Tian Feng dengan serius. "Tapi ada peringatan, Tian Feng. Lonceng itu belum pernah dibunyikan selama dua puluh tahun. Membunyikannya berarti kau mempertaruhkan segalanya. Jika kau berhasil dan jawabanmu memuaskan Tetua Huo, kau akan mendapatkan segalanya. Tapi jika kau membunyikannya dan ternyata hanya membual..." ia berhenti sejenak, "...hukumannya adalah pengusiran permanen dari sekte."
Taruhannya kini bukan lagi sekadar rasa malu, melainkan seluruh masa depannya.
"Bagus," kata Tian Feng singkat. "Antarkan aku ke sana."
Kerumunan itu terbelah dengan sendirinya, memberi jalan bagi mereka bertiga. Kini tidak ada lagi yang tertawa. Mereka mengikuti dari belakang, menjadi saksi bisu dari sebuah tindakan kegilaan atau kejeniusan yang akan tercatat dalam sejarah sekte.
Menara Tetua Huo terletak di puncak tertinggi Puncak Pemurnian Pil, terisolasi dari yang lain. Dikelilingi oleh taman herbal aneh yang memancarkan panas yang pekat. Di depan gerbang menara yang tertutup rapat, tergantung sebuah lonceng perunggu kecil yang tampak biasa saja, tertutup debu dan sarang laba-laba. Itulah Lonceng Permohonan Jiwa.
Tian Feng berdiri di depannya. Di belakangnya, puluhan murid menahan napas.
"Tian Feng, ini kesempatan terakhirmu untuk mundur," bisik Ling Yue, wajahnya tegang.
Tian Feng menoleh padanya dan memberinya anggukan kecil yang penuh keyakinan. Itu sudah cukup sebagai jawaban.
Ia berbalik menghadap lonceng itu. Ia memejamkan mata. Samudra energi jiwa di dalam benaknya yang biasanya tenang, kini ia tarik seutas benang emas darinya. Benang energi itu keluar dari antara alisnya, kasat mata bagi orang biasa, dan melesat maju.
Saat benang jiwa itu menyentuh permukaan lonceng perunggu...
GONGGGGGGG—
Tidak ada suara dentang logam yang keras.
Sebaliknya, sebuah gema yang dalam, kuno, dan agung menyebar dari lonceng itu. Itu bukan suara yang didengar oleh telinga, melainkan oleh jiwa. Setiap orang yang hadir—dari murid luar hingga para tetua yang bermeditasi di kedalaman sekte—merasakan getaran itu di dalam lautan kesadaran mereka.
Suara itu penuh dengan kesepian, penantian, dan sebuah tantangan. Suara yang membangunkan seluruh Puncak Pemurnian Pil dari tidurnya.
Di alun-alun, para murid menatap dengan ngeri dan takjub. Zhao Kang tersandung mundur, wajahnya pucat pasi.
Anak itu... dia benar-benar melakukannya.
Di puncak menara tertinggi, sepasang mata yang telah terpejam selama bertahun-tahun perlahan terbuka. Sebuah suara serak yang sudah lama tidak digunakan menggema di dalam ruangan yang gelap.
"...Siapa... yang berani mengganggu ketenanganku?"