NovelToon NovelToon
Beyond The Realm Of Gods

Beyond The Realm Of Gods

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi ke Dalam Novel / Identitas Tersembunyi / Budidaya dan Peningkatan / Mengubah Takdir
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Ketika Li Yun terbangun, ia mendapati dirinya berada di dunia kultivator timur — dunia penuh dewa, iblis, dan kekuatan tak terbayangkan.
Sayangnya, tidak seperti para tokoh transmigrasi lain, ia tidak memiliki sistem, tidak bisa berkultivasi, dan tidak punya akar spiritual.
Di dunia yang memuja kekuatan, ia hanyalah sampah tanpa masa depan.

Namun tanpa ia sadari, setiap langkah kecilnya, setiap goresan kuas, dan setiap masakannya…
menggetarkan langit, menundukkan para dewa, dan mengguncang seluruh alam semesta.

Dia berpikir dirinya lemah—
padahal seluruh dunia bergetar hanya karena napasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 – Ketika Langit Retak di Malam Tenang

Malam semakin larut.

Danau itu kini hanya diterangi oleh sisa bara api unggun yang berkilat lembut di antara bayangan pepohonan. Angin lembut berembus membawa aroma ikan bakar yang masih tersisa di udara, bercampur dengan wangi embun.

Li Yun duduk di atas batu besar, menatap refleksi dirinya di permukaan air. Di belakangnya, Mu Qinglan berdiri canggung, kedua tangannya saling meremas di depan dada.

“Senior Li,” ucapnya akhirnya, pelan tapi jelas, “saya… saya harus pamit. Sekte pasti khawatir karena saya pergi terlalu lama. Dan saya harus melaporkan hal penting tentang… apa yang terjadi malam ini.”

Li Yun menoleh sedikit, masih sibuk menggulung tali pancingnya.

“Oh,” jawabnya datar. “Ya, tentu. Kau hati-hati di jalan, Nona Mu.”

Nada suaranya ringan, bahkan terlalu biasa. Tidak ada kesan misterius, tidak ada kebesaran aura — hanya kehangatan sederhana seorang pria yang ingin pulang setelah seharian lelah memancing.

Setelah semua beres, Li Yun berdiri dan menepuk-nepuk tangannya. Ia lalu mengambil sesuatu dari dekat bara api — sebungkus daun besar yang dibungkus rapi. Aromanya harum dan gurih.

“Nih,” katanya sambil menyerahkannya. “Ada ikan yang belum dimakan. Kau bawa saja, buat oleh-oleh.”

Mu Qinglan sempat membeku di tempat. Matanya membesar seolah mendengar sesuatu yang mustahil.

“Senior… memberikan saya… ikan bakar lain?”

Namun sebelum ia sempat melanjutkan, Li Yun buru-buru melambaikan tangan.

“Eh, kalau kau gak mau juga gak apa-apa! Aku cuma… yah, sayang kalau dibuang. Lagipula kalau disimpan sampai besok pagi juga keburu kadaluarsa.”

Mu Qinglan tertegun.

Kadaluarsa?

Kata itu bergema di kepalanya seperti ledakan.

Ikan yang mengandung Dao sejati… bisa kadaluarsa?

Bagaimana mungkin!? Itu… itu energi murni dari jalan langit! Jika seseorang menatapnya saja, mereka bisa tercerahkan! Tapi Senior Li bilang… kadaluarsa!?

Ia menunduk dalam-dalam, tubuhnya gemetar karena campuran kagum dan gentar. Pemahamannya tentang Dao… jauh di atas para tetua surgawi…

Ia menggigit bibir, menahan diri agar tidak menangis karena terharu. Senior Li… hidupnya begitu sederhana, tapi pikirannya melampaui langit!

Tanpa pikir panjang, ia langsung berlutut dan menerima bungkusan itu dengan dua tangan. “Senior Li… apakah… apakah sungguh Anda ingin memberikan ini pada saya?”

Li Yun menatapnya bingung. “Ya. Kenapa? Lagipula aku gak akan makan dua kali malam ini.”

Ia mengangkat bahu. “Kalau kau gak keberatan baunya sedikit amis, ya bawa aja.”

Mu Qinglan menatapnya seolah sedang menatap matahari pagi.

Dalam hatinya, ia berteriak: Ahli sejati memang selalu hidup sederhana! Bahkan memberi anugerah besar pun dengan cara yang seolah remeh!

Ia menunduk dalam, suaranya bergetar penuh rasa hormat.

“Junior Mu Qinglan berterima kasih sebesar-besarnya pada Senior Li! Saya akan menghormati setiap serpihan ikan ini seperti harta surgawi!”

Li Yun hanya bisa menatapnya tanpa ekspresi.

Dalam hati, ia mengeluh, Kenapa semua orang di dunia ini dramatis sekali…

“Yah, terserah kau deh,” katanya akhirnya. “Kalau begitu, selamat jalan. Jangan tersesat ya, malam-malam begini suka banyak binatang aneh.”

Mu Qinglan menatapnya untuk terakhir kali — mata beningnya memantulkan cahaya api unggun yang seolah membentuk lingkaran cahaya di sekeliling Li Yun.

“Senior Li,” ucapnya lembut, “lain waktu saya akan berkunjung kembali.”

“Eh, gak usah repot-repot,” balas Li Yun cepat. “Aku lebih suka hidup tenang. Kau tahu kan, tenang itu mahal harganya.”

Tapi Mu Qinglan sudah terlalu kagum untuk mendengar. Ia memberi hormat sekali lagi, lalu dengan cahaya lembut di kakinya, tubuhnya melesat ke langit malam, meninggalkan jejak biru keperakan yang indah.

Li Yun menatapnya pergi, lalu menghela napas panjang.

“Lebih baik jangan kesini lagi… aku cuma ingin hidup damai,” gumamnya.

Ia menendang kecil batu di dekatnya, lalu berjalan ke arah kediaman nya yang tak jauh dari tepi danau.

Namun baru beberapa langkah, matanya menangkap sesuatu di tanah.

Lima tubuh masih tergeletak di dekat semak, dalam posisi yang sama seperti saat pertempuran tadi — bekas para kultivator yang sempat menyerangnya. Mereka masih tak sadarkan diri, mulut terbuka, wajah kaku.

Li Yun berdiri diam sejenak, menatap mereka.

“Mau sampai kapan mereka pingsan ya…” katanya datar. “Ah, sudahlah. Besok pagi juga hilang sendiri.”

Ia menguap, menepuk punggungnya yang pegal, lalu mulai bersiul kecil sambil melangkah pulang.

Nada siulannya lembut dan damai, berpadu dengan gemericik air danau — seolah dunia malam benar-benar tenang.

Namun langit malam justru menatap balik dengan cara yang lain.

Aurora Borealis yang sejak tadi menghiasi langit utara tiba-tiba bergetar halus. Cahaya birunya menari lebih liar, berganti menjadi merah muda, lalu perlahan menjadi merah darah.

Hening.

Tak ada suara selain desir lembut angin.

Sampai tiba-tiba — retakan tipis muncul di tengah Aurora itu atau lebih tepatnya retakan ruang dan waktu, seperti kaca yang digores.

Dunia menahan napas.

Lalu dari celah kecil itu, cahaya merah padam jatuh perlahan, menembus awan, dan melesat turun seperti bintang jatuh — tepat ke arah danau tempat Li Yun memancing tadi.

Saat menembus pepohonan, suara aneh bergema — dumm… dumm… dumm… — seperti detak jantung yang tak berasal dari makhluk hidup.

Cahaya itu jatuh di antara semak, menciptakan cekungan kecil di tanah. Di tengahnya, muncul gumpalan kabut merah yang berdenyut seperti makhluk hidup. Cahaya itu perlahan mengecil, berubah menjadi bola energi merah gelap yang berkedip pelan.

Kemudian—

bola itu melihat sekeliling.

Tidak dengan mata, tapi dengan kesadaran.

Seolah ia bisa merasakan setiap getaran kehidupan di sekitar.

Beberapa meter di depannya, lima tubuh manusia tergeletak.

Cahaya merah itu diam beberapa detik.

Dalam sekejap, kabut merah itu bergerak.

Ia melesat seperti ular, membungkus tubuh pertama, dan dalam hitungan detik — hisssssh! — tubuh itu lenyap, tinggal pakaian yang jatuh kosong di tanah.

Satu demi satu.

Tubuh kedua.

Tubuh ketiga.

Tubuh keempat.

Dan terakhir — tubuh kelima, Nie Feng.

Setiap kali kabut itu menyentuh mereka, terdengar suara aneh seperti jeritan teredam bercampur desiran api. Aroma besi darah memenuhi udara.

Hingga akhirnya, hanya pakaian yang tersisa, berkibar pelan ditiup angin malam.

Kabut merah itu kembali ke bentuk semula — bulatan kecil yang berdenyut.

Ia berdenyut sekali lagi, seperti detak jantung iblis yang baru bangun dari tidur panjang.

Kemudian kabut merah itu melesat ke dalam hutan, menghilang di kegelapan, menyisakan bau darah samar dan udara yang tiba-tiba menjadi lebih dingin.

Sementara itu, Li Yun berhenti sejenak di jalan setapak.

Ia menoleh ke arah danau, keningnya berkerut. “Hm? Anginnya berubah arah.”

Ia menatap langit yang kini sedikit lebih merah, lalu menggeleng.

“Mungkin cuaca mau hujan. Semoga ikan gak susah dipancing besok.”

1
Kirana
true 😂
Davide David
lanjut thor💪💪💪💪
RDXA: siap laksanakan 🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!