“Mama, dadan Luci atit, nda bita tatan ladi. Luci nda tuat..."
"Luci alus tatan, nda ucah bitala dulu. Abang Lui nda tuat liat Luci nanis,” mohon Rhui berusaha menenangkan adik kembarnya yang tengah melawan penyakit mematikan.
_____
Terasingkan dari keluarganya, Azayrea Jane terpaksa menghadapi takdir yang pahit. Ia harus menikah dengan Azelio Sayersz, pimpinan Liu Tech, untuk menggantikan posisi sepupunya, Emira, yang sedang koma. Meski telah mencintai Azelio selama 15 tahun, Rea sadar bahwa hati pria itu sepenuhnya milik Emira.
Setelah menanggung penderitaan batin selama bertahun-tahun, Rea memutuskan untuk pergi. Ia menata kembali hidupnya dan menemukan kebahagiaan dalam kehadiran dua anaknya, Ruchia dan Rhui. Sayangnya, kebahagiaan itu runtuh saat Ruchia didiagnosis leukemia akut. Keterbatasan fisik Rhui membuatnya tidak bisa menjadi pendonor bagi adiknya. Dalam upaya terakhirnya, Rea kembali menemui pria yang pernah mencampakkannya lima tahun lalu, Azelio Sayersz. Namun, Azelio kini lebih dingin dari sebelumnya.
"Aku akan melakukan apa pun agar putriku selamat," pinta Rea, dengan hati yang hancur.
"Berikan jantungmu, dan aku akan menyelamatkannya.”
Dalam dilema yang mengiris jiwa, Azayrea harus membuat pilihan terberat: mengorbankan hidupnya untuk putrinya, atau kehilangan satu-satunya alasan untuknya hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10. BERTEMU REXAN
“Halo, Mama di mana sekarang? Buruan pulang!” Ujar Selina dalam sambungan telepon. Matanya menjeling ke arah Arzan yang duduk di sofa bersama si kembar. Rea? Wanita muda itu sedang menyiapkan perjamuan untuk Arzan.
“Bentar, Mama masih di tempat arisan, lagi sibuk,” ucap Tante Luna sedang menghadiri perkumpulan istri-istri pengusaha yang bekerjasama dengan Pak Ezton.
“Duh, lupakan itu dulu, Ma. Sekarang lagi keadaan darurat!”
“Darurat bagaimana?” tanya Tante Luna. Ia menyeruput teh yang sudah hangat.
“Rea pulang, Ma!”
Byurss!
Uhukk… Uhuk…
“Aduh, kamu kenapa, Lun?” Ibu-Ibu kaget melihat Tante Luna menyembur nyaris mengenai mereka. Tante Luna meminta maaf tak bisa berlama-lama lagi. Wanita itu bergegas pulang untuk melihat sendiri yang dikatakan putri sulungnya.
Tak lama, Rea keluar membawa tiga gelas jus apel dan satu piring biskuit yang sempat Rea beli di jalan. Ruchia tersenyum gembira tapi mendadak senyumnya sirna gara-gara Selina.
Rea hendak meletakkan nampannya, tapi Selina dengan cepat merebutnya.
“Cih, sudah masuk tanpa izin, sekarang mau makan dari alat-alat di rumah ini. Kau tidak punya malu, hah?” ucap Selina membentak Rea.
“Ante talak, napa talus malah-malah? Lumah ini tan lumah na Nenet Luci, nda apa-apa matan patai atat lumah,” cerocos Ruchia. Selina meringis tak paham arti ucapan bocah itu.
“Heh, anak curut! Kalian sudah bukan bagian keluarga kami. Rumah ini juga milik Ayahku, dan tidak lama lagi akan menjadi milikku. Ibumu cuma pengemis yang tidak tahu malu!” pungkas Selina menunjuk Rea.
“Ante talak! Luci butan anak tulut, Luci anak Mama Jela. Dacal Ante galong! Telalu malah-malah, ental tepetan tadi nenet-nenet!” balas Ruchia tak mau kalah.
“Hah, kau bilang apa? Tante garong?!” Selina marah, ia ingin menjambak rambut anak itu, tetapi Rea dengan cepat menghadangnya. Begitu pula Arzan menangkap tangan Selina sebelum wanita itu menyentuh Ruchia.
Antas taja Mama pelgi tadi lumah ini, tupana Kakak Mama olangna taya cetan.
Rhui berdiri lalu menarik-narik ujung baju Ibunya.
“Mama, Lui tapal, mau matan,” rengeknya.
Rea kemudian mengajak Arzan dan si kembar keluar dari rumah itu, membuat Selina makin marah karena Rea yang masuk keluar seenaknya seolah rumah itu miliknya.
“REA! MAU KEMANA KAU!” Ia berteriak di tempat, tapi Rea terus berjalan sambil menggandeng kedua tangan si kembar.
REAAAA!
Mobil taksi berhenti di depan restoran kecil. Rea dan si kembar turun dari mobil bersama Arzan yang membayar ongkos taksi.
“Di cini tah mau matan, Mama?” tanya Ruchia dengan polos mendongak sambil membaca papan nama tempat itu.
“Ya, sayang, sini kita masuk makan dulu,” ajak Rea lalu melihat Arzan.
“Mas, maaf sudah merepotkanmu, kau jadi mengalami masalah yang tadi,” lanjut Rea merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, Rea. Justru aku senang bisa melindungi kalian dari wanita itu. Saran dariku, bagaimana kalau kalian tinggal di rumah lain? Rumahmu itu sepertinya berbahaya,” ucap Arzan khawatir keselamatan mereka.
“Maunya sih begitu, tapi sewa rumah sekarang mahal. Apa boleh buat, kami akan kembali ke sana setelah makan nanti. Terus…” Rea tak punya pilihan dan dia tampak ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.
“Hm, terus apa?” tanya Arzan dan paham kekhawatiran Rea yang tak memiliki banyak tabungan.
“Ka-kalau boleh, apa Mas Arz mau jadi suamiku?”
Deg!
Arzan syok sampai mematung di tempat.
“Mas jangan salah paham dulu, maksudku suami pura-pura. Kalau rumah Ibuku sudah jatuh ke tanganku, aku janji akan membalas kebaikan Mas,” sambung Rea.
Arzan makin syok, tapi kemudian ia tersenyum dan setuju. Meski hanya suami pura-pura, dari sinilah Arzan akan mengambil kesempatan membangun hubungannya dengan Rea. Siapa tahu dari pura-pura jadi sungguhan, kan?
Sibuk mengobrol berdua, tanpa sadar Rhui tak berada di sebelah Ruchia. “Mama, Abang Lui mana?”
*Heh*?
*Di mana dia*?
Rea dan Arzan panik. Mereka segera masuk ke restoran. Mencari Rhui di dalam sana. Namun yang dicari-cari justru berada di luar restoran dan masuk ke suatu gang kecil. Langkah kecilnya mengikuti kucing hitam karena kucing itu seakan-akan sengaja datang memanggilnya untuk pergi ke suatu tempat.
*Hikss… hiks*…
Deg
Semakin ia berjalan ke dalam, Rhui mendengar suara tangisan seseorang. Sontak, pandangannya tertuju pada sosok anak kecil yang terduduk dengan lutut ditekuk dan kucing hitam itu duduk di depan anak tersebut. Rhui tak berani mendekat, takut bukan manusia.
“Mama… napa Papa nda tuka Lejan, hiks.”
*Heh*?
Rhui sedikit kaget mendengar anak itu yang cadel juga. Rhui pun dekati anak itu perlahan-lahan.
“Hai! Napa nanis cini?” tanya Rhui berdiri di depan anak laki-laki itu. Anak itu tersentak dan langsung menengadah ke atas. Ia melebarkan matanya, sangat terkejut melihat wajah Rhui. Rhui juga kaget melihat wajahnya.
“Papa?”
*Hah? Papa*?
Mulut Rhui terbuka lebar-lebar, syok sampai-sampai jantungnya serasa mau melompat keluar.
“PAPA!” seru anak itu memeluk Rhui, tak lain adalah Rexan yang tersesat.
“Tepacin, atu butan Papamu!” sentak Rhui dingin dan mendorong sedikit Rexan.
“Huaa…” Tangis Rexan makin menjadi-jadi membuat Rhui segera menutup telinganya. Tak kuat mendengar tangisan Rexan yang melengking. “Papa utah tadi kecil pun macih benci Lejan. Hiks…”
Rhui menepuk jidatnya. “Hah….”
Tiba-tiba, kucing hitam pergi, mendengar beberapa langkah masuk ke gang sempit itu. Rhui pun terkejut ada sekelompok orang mencari sesuatu. Sedangkan Rexan, ia ketakutan karena tahu orang-orang itu sedang mencarinya.
“Tamu janan tiam aja, cini tembuni!” ajak Rhui menarik tangan Rexan untuk bersembunyi.
“Sial, di mana anak itu? Jika kita berhasil menangkapnya, kita bisa kaya mendadak! Anak itu bisa kita jual!”
Bom!
Rhui terguncang, kelompok itu ternyata penjahat yang sering ia lihat di berita. Rhui menelan ludah, ia cukup takut dan cemas.
“Papa, Lejan atut,” bisik Rexan memeluk tangan Rhui, tubuhnya gemetar hebat membuat Rhui merasa kasihan. Tapi Rhui juga bingung melihat muka anak itu yang mirip dengannya.
*Dalam benaknya, ia bertanya-tanya siapa dia? Kenapa bisa berurusan sama penjahat*?
*Tali dajuna mahal-mahal pelti anak olang kaya*?
srmoga saja fia mau, wlu pyn marah dan kesal pada kelakuan papa ny
tapi ingin menyelsmat kan putri ny darimaut
maka ny dia marsh sambil ngebrak meja 😁😁😁
songong juga nech si Ron2.
henti kan kegilaan mu Rhui, utk memberi pelajaran dan menghancue kan perusahaan ayah mu
jika bukan Luna dan Celina...
Emira hafis baik, dia tdk akan mauenikah dengan mu, katena ituenyakiti jati afik ny Rea.
paham kamu..
kokblom keliatan.
jarus kuat. pergi lah sejauh mungkin, dan utup indentitas mu, agar yak afa yg bisa menemu kan mu Rea.
biar kita lihat, sampai do mana sifat angkuh nu ny si Azeluo