MENIKAHI TUAN MUDA ARROGANT

Ken berjalan dengan mengandeng tangan Ziva menuju Altar. Semua para tamu begitu mengagumi calon mempelai wanita. Ziva yang cantik sangat serasi menjadi pendamping Sean.

Sean terpesona memandang calon pengantinnya. Ken menyerahkan tangan Ziva pada Sean. Sean menyambut uluran tangan Ziva lalu membawanya ke Altar.

Ziva dan Sean mulai mengucapkan janji suci pernikahan sehidup semati. Sean memasangkan cincin di jari manis Ziva. Begitu juga sebaliknya, Ziva memasangkan cincin pada Sean.

Sean mencium bibir Ziva. Ciuman itu sedikit lama hingga tamu bertepuk tangan, barulah Sean melepasnya. Ken melongo melihat adegan itu. Sean seperti tidak sabaran untuk memakan Ziva.

Ziva sendiri tampak kesal akan ciuman Sean. Majikan yang sudah menjadi suaminya itu membuat malu saja. Sean hanya menyengir melihat raut kesal di wajah Ziva.

Semua tamu undangan mulai mengucapkan selamat pada sepasang pengantin baru. Sean kelihatan bahagia, mendapat istri cantik. Sedang Ziva, perasaan hatinya tidak karuan. Di satu sisi sangat bahagia, karena menikahi Sean. Tetapi di lain sisi merasa tidak enak hati. Bagaimana pun Ziva hanyalah seorang pengganti.

Ziva bahkan tidak mengetahui perasaan hati Sean sebenarnya. Memang Sean mengatakan jika selalu ingin bersama dirinya. Tetapi Sean belum menyatakan cintanya pada Ziva. Ziva juga memikirkan berbagai pertanyaan saat mereka kembali ke rumah.

Ziva yang seorang pelayan kini menjadi seorang Nyonya. Lalu bagaimana Ziva akan menghadapi pertanyaan para teman pelayan. Kemudian tentang kecantikan yang dia sembunyikan. Memikirkan itu saja sudah membuat pikiran Ziva pusing.

Sean melihat raut wajah Ziva seperti memikirkan sesuatu. "Ziva... kamu kenapa?"

Ziva sadar akan lamunannya. "Tidak... hanya bingung saja. Bagaimana nanti dengan pertanyaan orang-orang."

Sean mengerti akan kekhawatiran Ziva. "Tenang saja, aku akan mengatasi hal itu."

Ziva merasa sangat kelelahan, tamu undangan seakan tidak ada habisnya. Perutnya sudah sangat lapar. Ziva hanya makan tadi pagi. Sekarang hari sudah mulai sore, tapi acara masih belum selesai.

Sean memanggil Jimi yang selalu berada di dekatnya. "Jim... aku lapar, bawakan aku makanan."

"Tuan... nanti saja makannya, acara belum selesai," ucap Jimi.

Sean sedikit kesal, perutnya sudah keroncongan. "Ambilkan saja kue atau apa saja, aku sangat lapar dan haus."

"Tunggu saja sebentar," ujar Jimi.

Jimi mengambil kue dan juga minuman untuk Sean. Ada beragam kue yang Jimi berikan untuk Sean. Ziva menelan ludah saat melihat kue-kue itu.

Sean seakan tahu jika istrinya itu juga lapar. Sean menyodorkan kue pada Ziva. "Makanlah... kamu pasti merasa lapar juga."

Ziva langsung saja mengambil dan memakan kue yang di berikan Sean. Ziva makan dengan sedikit belepotan. Sean mengusap bibir Ziva dengan jempolnya. Sean menghisap jempol yang baru saja mengelap krim kue dari bibir Ziva.

Ziva tersipu malu akan tingkah Sean. Pria yang terkesan arrogant itu bisa bersikap manis. Jimi malah mengeleng menyaksikan tingkah Sean. Atasannya itu mungkin sedang jatuh cinta pada Ziva.

Sean rela mengagalkan pernikahannya bersama Rissa dan lebih memilih Ziva sebagai pengantin. Jika Sean benar tidak mau menikah pastilah dia akan membatalkannya. Tetapi Sean malah ingin menikahi Ziva.

Jimi yakin jika Sean sudah tertarik pada Ziva. Siapa juga yang tidak tertarik dengan wajah cantik Ziva. Sean benar-benar sangat beruntung menjadi suami Ziva. Tetapi Jimi tidak tahu motif di balik pernikahan Sean dan Ziva.

Ziva sudah menampar Sean saat di pesta. Sean tidak terima di perlakukan seperti itu. Sean akan membalasnya dengan membuat Ziva menjadi pelayan untuk selamanya.

Matahari sudah mulai terbenam, itu menandakan malam akan datang. Semua tamu undangan sudah pada pulang. Sean dan Ziva makan malam terlebih dahulu bersama Ken dan Jimi.

"Sean... kamu mau pulang atau menginap di sini?" tanya Ken.

"Aku dan Ziva akan menginap di sini saja, ini malam pengantin kami, bukan?" ujar Sean.

Ziva mendelik mendengar malam pengantin. "Ta-tapi saya tidak punya pakaian ganti, Tuan. Kita pulang saja ke rumah."

"Kamu tenang saja, Jimi sudah menyiapkan segala keperluan kamu," ucap Sean.

"Benar Ziva, ini malam pengantin kalian. Tinggallah disini untuk menikmati kebersamaan kalian," ujar Ken.

Ziva hanya pasrah jika memang harus tinggal di dalam hotel. Sean sekarang suaminya, jadi kemana pun Sean maka Ziva harus ada di sana.

Ken dan Jimi lalu pulang ke rumah besar meninggalkan Ziva dan Sean di hotel. Sepasang suami istri itu lalu menuju kamar hotel. Ziva tampak kewalahan dengan gaun panjang yang di pakainya.

Ziva mengulung gaun pengantinnya agar bisa berjalan. Sean seakan tidak peduli pada Ziva. Dia terus saja berjalan di depan Ziva. Sean masuk ke dalam lift. Belum juga Ziva masuk, pintu lift sudah tertutup.

Ziva hanya melihat jika angka menujukan lantai 7. Ziva tidak tahu kamar Sean. Ziva hanya mendesah, Sean meninggalkan dirinya. Ziva masih sibuk mengulung gaunnya.

Tangan seorang pria juga ikut mengangkat ekor gaun yang panjang itu. Ziva kaget akan sosok tampan di belakangnya. Pria berpostur tinggi gagah dengan senyum manis di bibirnya.

"Biar aku membantu kamu," ucap Richard.

Ziva sedikit gugup. "Te-terima kasih."

"Di mana suamimu?" tanya Richard.

"Hah...."

Ziva sedikit kaget akan pertanyaan Richard.

"Kamu baru menikah, kan?" tanya Richard.

Ziva mengangguk. "Iya... saya baru menikah tadi."

"Lalu di mana suamimu, kenapa tidak membantumu?" tanya Richard.

"I-i-itu...."

Ziva tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Richard seperti mengerti akan hal itu. Ziva lalu masuk ke dalam lift dengan ikuti oleh Richard. Ziva menekan angka 7 untuk naik ke atas. Tidak ada yang bicara saat lift naik menuju lantai atas.

Lift berhenti di lantai tujuh. Ziva dan Richard keluar dari dalam lift. Ziva bingung ingin menuju kamar yang mana. Sean tidak memberitahu dirinya, nomor berapa kamar yang di tempati Sean.

Ziva bingung ingin menuju ke kamar yang mana. Richard yang sejak tadi memegang ekor gaun Ziva juga bingung.

"Kamu... tidak tahu kamarmu?" tanya Richard.

Ziva mengeleng. "Saya tidak tahu."

Richard semakin heran, seorang pengantin wanita tidak tahu di mana kamarnya. Suami dari wanita di depannya ini juga tidak ada. Richard mulai menerka-nerka.

"Kamu... hubungi saja suamimu," ucap Richard.

"Saya... tidak punya ponsel. Saya juga tidak tahu nomor suami saya," ujar Ziva.

"Kamu tenang saja, aku akan menelepon bagian receptionist. Siapa nama suamimu?" tanya Richard.

"Sean Pradipta," jawab Ziva.

Richard tersentak mendengar nama Sean Pradipta. Sean Pradipta, pesaing bisnis dari Richard smith. Mereka berdua saling bersaing memperebutkan posisi pembisnis nomor satu.

Wanita cantik ini adalah istri Sean, tetapi di mana pria bren**k itu, batin Richard.

Tbc

Dukung Author dengan vote, like dan juga koment.