Bagimana jika dimasa lalu kalian dikhianatin sahabat kalian sendiri? Akankah kalian memaafkan orang tersebut? Atau kalian akan membalaskan dendam kalian?
Lalu bagaimana dengan hidup Calista yang di khianati oleh Elvina sahabatnya sendiri. Lalu kemudian ada seseorang laki-laki yang mengejar Calista, namun disatu sisi lain laki-laki itu disukai oleh Elvina.
Bagimana menurut kalian? Akankah Calista memanfaatkan moment ini untuk balas dendam di masa lalu? Atau bahkan Calista akan mendukung hubungan mereka?
Calista tersenyum remeh, lalu memperhatikan penampilan Elvina dari atas sampai bawah. "Pacarnya ya? Pantes, kalian cocok! Sama-sama baj**ngan!" Kata Calista tanpa beban, ia mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi.
Kepo? Yuk simak cerita kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Njniken, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Blokir aja!
Masih pukul 00.00
Barra belum menutup matanya. Remaja laki-laki itu justru bermain PS di kamarnya. Entahlah hatinya ini sangat senang.
Laki-laki itu mengecas ponsel Calista yang tadi sudah mati. Ia menunggu ponsel itu terisi sembari bermain ps. "Yes!" Sorak Barra ketika dia berhasil menang main game tersebut.
Barra pun mengalihkan perhatiannya pada ponsel Calista yang tadi dia cas di atas nakas. Ia melihat ternyata sudah terisi 50 persen.
Barra kepikiran sesuatu. "Dia udah tidur belum ya? Gue kerjain aja. Anggap aja ini adalah hukuman buat dia." Ucapnya tertawa licik.
Lalu kemudian Barra meraih ponselnya. Dan mencari nama orange untuk di telpon.
Ditempat lain.
Drrrttt....
Ponsel Calista bergetar sangat berisik. Hal itu membuat Calista gelapan sendiri. Ia bangun dari tidurnya lalu kemudian melihat ponselnya. Apakah ini sudah jam 5? Perasaan dirinya baru saja tidur.
Saat ia melihat ponselnya, cewek itu seketika mengumpat. Lalu kemudian ia mengangkat telepon dari Barra.
Calista
Apa sih! Ganggu orang tidur aja Lo!
Barra
Cemen! Masak jam segini udah tidur. Kasih tau kata sandi ponsel Lo!
Calista
Nggak penting anjir!
Tut!
Pertanyaan tidak penting, Calista mengumpat lalu kemudian memode pesawat ponselnya agar tidak ada yang bisa menganggu nya lagi.
"Cowok sialan!" Katanya langsung kembali memejamkan matanya.
Calista tidak mau begadang terlalu malam. Ia tau itu tidak bagus. Dan lagi pula dirinya sangat sibuk setiap harinya. Jadi daripada begadang mending memberikan dirinya istirahat yang cukup.
Calista juga terbiasa bangun jam 5 pagi. Dan itu harus! di pagi hari Calista harus olahraga dahulu agar tubuhnya itu tetap sehat dan juga mempertahankan bodynya yang ramping itu.
Ditempat yang sama juga Barra mengerutkan keningnya. Ia kesal karena Calista menutup panggilannya begitu saja.
Ah, sial! Umpat Barra. Ia juga berusaha untuk menghubungi Calista lagi namun ternyata tidak bisa.
Barra membuang ponselnya begitu saja. Lalu kemudian ia menarik selimutnya. Ia melampiaskan kekesalannya itu dengan mencoba untuk tidur.
****
Keesokannya pukul 5 pagi. Alarm Calista telah berbunyi. Calista pun meraba ponselnya lalu kemudian mematikan Alarm yang berisik itu.
Sungguh, dia masih mengantuk. Namun ia harus memaksakan diri untuk membuka mata. Calista pun segera bangun lalu kemudian Calista membasuh wajahnya agar dia lebih cepat sadar.
Lalu setelah itu ia melakukan olahraga sekitar 30 menit. Jam masih menunjukkan pukul 5. 32. Calista memustukan untuk mandi dan siap-siap pergi ke sekolah. Jika masih terlalu pagi, Calista akan menghabiskan waktu itu untuk membaca buku.
Tak lama dari itu ketukan pintu terdengar dari pintu Calista.
Tok tok tok...
"Cal, sarapan yuk udah jadi sarapannya." Ucap sang mama.
"Iya ma..."
Calista pun segera turun ke bawah. Sesampainya di bawah ia tersenyum melihat banyaknya sarapan disana. Yaitu nasi kuning.
"Tumben ma, udah Mateng."
"Iya, mama hari ada urusan dulu di kampus. Papa juga katanya ada urusan di luar kota untuk bisnisnya." Ucap mama Davira, wanita paruh baya yang menjadi ibu kadang Calista itu memilih pekerjaannya menjadi Dosen. Sedangkan Sang papa adalah pebisnis.
"Iya, papa harus berangkat pagi-pagi supaya bisa tetap pulang ke rumah." Sahut papa Harun.
"Padahal nginep di hotel dulu nggak papa loh pah!" Sahut mama Davira.
"Nggak mau! Papa maunya bisa ketemu mama terus."
Calista hanya tersenyum menanggapi hal tersebut. Kedua orangtuanya sangat bucin. Calista juga merasa beruntung memiliki orang tua seperti mereka. Kelak itu juga akan menjadi impian keluarga Calista di masa depan.
"Papa nggak bisa tidur kalau nggak di peluk mama." Celetuk Calista membuat sang mama malu. Sedangkan sang papa tertawa geli.
"Hisss ada-ada aja. Udah makan habisin!" Kata mama Davira.
Kedua orang tua itu pun menghabiskan makanan secepatnya. Karena memang harus banget berangkat pagi-pagi.
"Ma, hari ini kamu bawa mobil sendiri nggak papa kan?" Ucap papa Harun. Sebenarnya pria paruh baya itu tidak enak dengan istrinya. Selama ini papa Harun berusaha selalu ada untuk keluarganya. Terutama istri kesayangannya itu. Papa Harun berusaha yang terbaik untuk menjaga keluarganya dengan setiap hari mengantar jemput sang istri.
Calista gimana? Calista proses pendewasaan. Usianya telah memasuki 17 tahun. Calista ingin hidup jauh lebih mandiri. Dan kedua orangtuanya pun setuju. Malah, mereka bangga terhadap Calista. Putri kesayangannya itu tidak manja.
"Iya, nggak papa kok pah! Mama ngerti." Kata sang istri. Papa Harun pun bernafas lega. Mama Davira sangat mengerti posisinya sekarang. Lagi pula sebelum menikah dengan papa Harun, mama Davira juga sering kemana-mana sendirian.
"Cal, mama sama papa berangkat duluan ya. Jangan lupa di kunci pintu rumahnya." Ucap papa Harun berpamitan dengan anaknya. Ia juga menggandeng tangan sang istri.
"Iya pa. Mama sama papa hati-hati ya dijalan. Jangan pikirin Calista, aku udah gede."
"Good girl." Ucap sang papa sangat bangga dengan Calista. Mama Davira pun tersenyum.
Kedua wanita dan pria itu pun keluar dari rumah. Sebelum masuk ke dalam mobil, papa Harun memastikan kondisi mobil mama Davira dengan keadaan bagus atau baik-baik saja.
"Mama berangkat dulu. Papa nyusul setelah mobil mama Keluar." Kata papa Harun. Mama Davira pun tersenyum kemudian menyalimi tangan papa Harun.
Mereka pun masuk ke dalam mobil masing-masing. Setelah mama Davira berjalan, papa Harun menyusul.
Ditempat yang sama, kini Calista sedang membereskan piring-piring dimeja. Masih sangat pagi. Ini masih jam 6.15. Calista sekalian mencuci piring-piring tersebut agar nanti jika pulang semuanya sudah bersih.
Setelah mencuci piring, Calista duduk kembali untuk istirahat. Ia membuka ponselnya, sejak ia bangun tadi Calista tidak membuka ponselnya sama sekali.
Keningnya berkerut melihat ada pesan masuk disana. Pesan itu yang tak lain adalah Barra.
Barra
Jangan sampai Lo blokir nomor gue! Awas aja sampai berani.
Membaca pesan itu membuat Calista berdecih. "Cih, awas, awas. Awas apaan? Emang gue takut. Blokir aja udah!" Ucap Calista ia pun segera memblokir nomor Barra.
Nggak guna juga. Ngapain juga dia harus takut pada pada cowok aneh nggak jelas itu.
Calista pun meraih tas sekolahnya, lalu menyandang tas tersebut di kedua bahunya. Ia keluar dari rumahnya tak lupa untuk mengunci pintu rumahnya.
"Heh! Jeruk kecut!" Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di depan rumah Calista. Calista pun langsung menoleh.
Ia mendesah kasar, cowok itu lagi.
"Lo ngapain lagi kesini?" Ucap Calista mendekati Barra yang nangkring di atas motornya.
"Lo blokir nomor gue?"
"Iya! Emang kenapa?"
"Lo bener-bener berani ya ternyata. Lo mau gue bener-bener hukum ya!"
"Nggak takut!"
"Okay lihat aja nanti Lo akan bisa pulang!