NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia / Tamat
Popularitas:40.9k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila hanya ingin kuliah dan menggapai cita-cita sebagai jaksa.
Namun hidup menuntunnya ke rumah seorang duda beranak dua, Dokter Martin, yang dingin dan penuh luka. Di balik tembok rumah mewah itu, Naila bukan hanya harus merawat dua anak kecil yang kehilangan ibu, tapi juga melindungi dirinya dari pandangan sinis keluarga Martin, fitnah, dan masa lalu yang belum selesai.

Ketika cinta hadir diam-diam dan seorang anak memanggilnya “Mama,” Naila harus memilih: menyelamatkan beasiswanya, atau menyelamatkan keluarga kecil yang diam-diam sudah ia cintai.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Dua Hadiah

Naila membuka paperbag itu perlahan. Jemarinya menyentuh sesuatu yang lembut dan halus. Sebuah gamis sederhana berwarna krem dengan potongan anggun dan manik-manik kecil di bagian kerahnya tampak elegan.

"Ini... kenapa ngasih aku baju?" bisik Naila dengan bingung.

Marvel menyandarkan bahu ke tembok, menatapnya tanpa malu. "Karena kamu cocok pakai itu. Lagian... aku mau kamu datang ke acara kantorku aku minggu depan. Kamu akan aku jadikan sebagai tamu spesial di sana."

Naila tersentak. "A-aku? Kenapa aku?" Tiba-tiba, Naila teringat pada sebuah bacaan novel di perpustakaan sekolah.

'Sepertinya aku tak pantas ikut acara-acara seperti itu. Lagian, aku ini siapa?'

"Jangan aku! Aku ini hanya—"

“Jangan bilang ‘hanya pengasuh’, ya. Sebenarnya, kamu itu dari sekedar pengasuh,” potong Marvel cepat.

Belum sempat Naila menjawab, suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat. Pintu terdorong dengan kasar membuat mereka serentak memutar kepala ke sana.

Martin berdiri di ambang pintu, matanya tajam menatap adik dan pengasuh anak-anaknya yang kini berada dalam posisi yang begitu dekat. Tatapannya singgah pada gaun yang kini berada di pangkuan Naila. Suasana kamar mandi yang sejuk tiba-tiba terasa semakin dingin.

"Marvel, bisa kutanya, apa maksud semua ini?" suara Martin rendah namun menekan.

Marvel berdiri, memasang senyum santai. "Cuma memberi hadiah untuk Naila. Aku rasa, untuk ini, aku tak membutuhkan izin darimu."

Martin menahan rasa jengkelnya mendengar pernyataan sang adik. Tak lama, pandangan beralih kepada Naila tanpa menyembunyikan rasa kesal.

"Dan kamu? Apa kamu memang selalu begitu? Apa memang mudah bagimu menerima semua pemberian dan perhatian dari seseorang?"

Naila berdiri buru-buru, wajahnya panik. Ia teringat kembali pada sahabat masa sekolahnya. Ada pun Reyzil, memang sering turut membelikan jajanan-jajanan sekolah. Dan di saat itu, ia sangat bahagia menerimanya karena memang tak dibekali uang oleh orang tuanya.

"Bukan begitu, Om—eh, Pak Martin. Aku hanya—"

“Sudah,” potong Martin dingin. Ia mengambil gaun itu dari tangan Naila dan melemparkannya dengan kasar ke dada Marvel.

“Kalau kamu ingin memberi hadiah, jangan di rumah ini. Jangan di depan anak-anakku. Dan jangan pada seseorang tak paham maksud terselubung yang kamu miliki. Dia terlalu lugu untuk itu.”

Marvel menyeringai sinis. "Ah, jangan katakan hatimu membara melihat ini semua. Jika begini, aku bisa berpikir bahwa kau sedang cem—"

Wajah Martin menggelap.

Tepat saat ketegangan memuncak, suara tangisan Reivan terdengar dari dalam kamar mandi. Tangisnya merengek, penuh ketakutan, membuat Naila langsung panik dan bergegas mengecek keadaan bayi itu. Air rendaman dalam bak sudah mulai mendingin. Tubuh mungil Reivan menggigil meski hanya sebentar ia ditinggal sebentar.

"Lebih baik, kamu masuk dan memakaikan pakaian yang hangat untuk Reivan," titah Martin. Naila mengangguk cepat dan masuk menuju kamar dan melirik sejenak ke arah kamar mandi.

Sejenak, Naila mengusap dadanya. Kembali pada peringatan yang diberikan Marvel. "Sepertinya memang tak boleh terlalu dekat dengan Pak Martin. Bukan hanya Pak Martin saja, Om Marvel juga."

Di dalam kamar mandi, Marvel memutar tubuh memperhatikan kepergian Naila, diiringi seringai puas. “Dia bukan properti, Kak. Kau gak bisa terus-terusan mengendalikan semua yang ada di rumah ini, termasuk dia.”

"Sekarang, lebih baik kau kembali ke apartemenmu. Jangan khawatir! Di rumah ini tak hanya ada aku dan dia saja. Kau tak perlu takut, aku tak akan melakukan hal buruk terhadapnya."

Kali ini, rahang Marvel tampak mengeras. "Jadi, masih menggunakan cara yang sama? Apa kau tak pernah merasa bersalah telah merebut semua yang hampir masuk ke dalam genggamanku?" Marvel pun keluar dari ruang mandi tersebut diiringi suara benturan keras pintu yang dibanting oleh sang adik.

"Kali ini aku pastikan bahwa tak akan ada yang bisa menghalangiku. Aku bukan lah Marvel lemah seperti yang dulu lagi. Saat ini aku telah memiliki segala yang aku inginkan," ucapnya di balik pintu. Marvel berjalan dengan raut datar.

Martin membeku. Ia hanya menatap pintu yang telah tertutup, raut wajahnya menggambarkan banyak hal yang tak terungkap.

Tak mungkin ... Mana mungkin ...

...

Di tempat lain.

Hujan turun pelan, menetes di luar jendela besar yang terbingkai tirai tipis. Di baliknya, Inge duduk anggun di kursi rotan tua, menatap layar laptop yang menampilkan dokumen hasil penyelidikan. Aroma teh melati menguar, tapi tidak mengalahkan hawa dingin dari niat yang tersembunyi di balik senyumannya.

Di layar terpampang nama dan foto seorang gadis muda berkerudung berseragam putih-abu: Naila Azzammi Fitri.

“Lahir di desa kecil di pulau seberang… anak kedua dari lima bersaudara... Ternyata, dia lolos PTN jalur undangan dan mendapat beasiswa penuh karena orang tua yang tidak mampu dan prestasi yang ia dapat selama bersekolah … dan—” Ia mengetuk layar dengan ujung kukunya.

“Ternyata, ia pernah didaftarkan dalam pernikahan, tetapi dia tidak hadir sebagai mempelai wanita. Apakah ini artinya dia kabur dari pernikahan itu?"

Vini, yang duduk bersilang kaki di sofa, mencondongkan tubuh. “Jadi begitu? Dia kabur dari pernikahan dan sekarang bekerja sebagai pengasuh di rumah Mas Martin?”

Inge mengangguk pelan. “Apakah semua yang ada di sana mengetahui masa lalu anak ini?”

“Bagaimana dengan Papa? Apakah papa tahu juga? Apalagi papa tiba-tiba saja membawanya ke sini saat kita semua telah terlelap?” tanya Vini.

“Entah lah. Mama pikir setelah membuat anak itu menyesal, kita tak akan berjumpa lagi dengannya. Namun, kenyataannya berbalik dan kini ia bagai menyerang kita." Inge menutup laptopnya perlahan.

“Tapi itu bukan masalah. Yang penting, sekarang kita harus tahu langkah yang harus diambil.”

Vini mendesah. “Aku sempat menyerahkan pakaian-pakaianku padanya karena dipaksa papa. Semua itu pakaian yang sengaja aku simpan karena memang sayang sekali dengan semuanya. Entah lah, aku makin menyesal melepas pakaian kesayanganku padanya.”

Inge tersenyum samar. “Jangan menyesal. Justru, kita jadi tahu siapa lawanmu. Dan tahu harus mulai dari mana.”

“Mama mau apa?”

Inge menatap keluar jendela, menatap hujan yang semakin deras. “Kita bersihkan jalannya... tapi tanpa menyentuh. Biarkan dia menggali kuburannya sendiri. Kita hanya perlu memberi... dorongan kecil.”

Vini mengangguk, matanya menyala. “Dia tak akan bisa mengalahkanku karena aku lebih segalanya dari dia.”

***

Malam harinya, setelah Reivan dan Rindu pulas dan mimpi, Naila membuka paperbag dari Marvel yang masih sempat ia simpan. Di dalamnya, ternyata bukan hanya terisi oleh gaun.

Ada sebuah kotak ponsel elegan, dengan logo buah tergigit di atasnya. Saat dibuka, sebuah ponsel model terbaru bersinar dari dalamnya, lengkap dengan kartu kecil bertuliskan:

[ Supaya kita tetap bisa terhubung. Kalau butuh apa-apa, cukup satu panggilan. – M ]

Naila menahan napas. Ini bukan barang yang pernah berani ia mimpikan. Ia menggigit bibirnya.

"Apa aku boleh menerima ini? Kalau Pak Martin tahu pasti akan marah besar ..."

Ia menggelengkan kepala, hendak memasukkan semuanya kembali—namun sesuatu menarik perhatiannya. Ada kotak lain, terbungkus lebih rapi, dengan kertas hitam mengilap dan pita abu-abu lembut. Di sela lipatan, sebuah kartu kecil terselip:

[ Untuk seseorang yang sudah bekerja terlalu keras demi mengisi sebuah kekosongan. Jaga dirimu, ini bukan lah hadiah, tapi bentuk rasa terima kasih. – M ]

Naila membuka kotak itu. Jantungnya kembali terlonjak.

Sebuah ponsel juga... namun berbeda. Desainnya lebih sederhana, tak terlalu mencolok. Namun saat ia menyalakannya, wallpaper awal membuat matanya berkaca-kaca, Foto Rindu dan Reivan tersenyum ceria, diambil diam-diam saat mereka bermain pada suatu masa.

Ada satu pesan yang telah disimpan otomatis di dalam ponsel:

[ "Jangan merasa sendiri. Karna kamu tak pernah benar-benar sendiri di rumah ini. ]

1
MomyWa
waaahh, udah tamat aja thor? pdhl pnasaran sm marvel dan azwa
MomyWa
nyeselnya setelah naila terlihat cantik 🤣
MomyWa
cemburu nih yeee
FieAme
semangat selalu thor. gpp gagal..gagal itu awal dari keberhasilan.ssmangat selalu untuk berkarya
Safira Aurora
semangat ya thor. semoga membawa rezeki cerita yang baru.
Eva Karmita
semangat otor semoga di karya yg baru bisa menghasilkan rejeki yang berlimpah aamiin 🤲🤲
Syahril Maiza
semangat terus untuk berkarya yah
Syahril Maiza
semoga karya author berikutnya bisa menghasilkan thor
Cookies
menarik ceritanya
SoVay: terima kasih kakak, sudab bantu rate cerita kami 🙏
total 1 replies
Syahril Maiza
aroma penyelesaian paksa thor
Syahril Maiza
walaaaahh, udah jualan mereka
Syahril Maiza
kok bingung /Facepalm/
Syahril Maiza
akhirnya Naila pulang kampung
Syahril Maiza
tone ceritanya kayaknya dipercepat ya
Syahril Maiza
Alhamdulillah, turut lega
Syahril Maiza
semangat semua tim medis
Syahril Maiza
duh, kasihan sekali 😭
arielskys
aku turut berduka thor, emang regulasi ini kabarnya bikin banyak author gugur. semangat ya. semogayang berikut bisa mendapat rezeki
arielskys
lah? tamat aja thor? waalaaaaaahhhh
arielskys
enak kali kalau suami punya segala
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!