Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 - Jangan Buat Aku Khawatir
Syailendra yang sudah memberanikan diri untuk bisa ke sekolah akhirnya bisa datang dengan keberaniannya mempertegas kepada orang tua bahwa dia bisa mengatasi tentang lebam yang ada di wajahnya itu. Apa lagi dia juga tahu bahwa semua siswa, terutama teman satu kelasnya tidak ada yang peduli padanya. Jadi tidak ada masalah di sini. Syailendra yakin lebam kecil ini tidak akan menjadi pusat perhatian bagi siapa pun.
Saat berjalan menuju ke kelas, dia dikejutkan oleh sesosok perempuan yang sedang duduk di depan kelasnya. Syailendra berjalan sedikit demi sedikit dan terlihat jelas bahwa sosok perempuan itu adalah Ratu yang dengan tenang duduk sambil memakai earphone. Saat mata Ratu tertuju pada dirinya, Syailendra melihat Ratu langsung berdiri dari dudukan dan menghampirinya.
"Akhirnya kamu masuk juga ya sekarang. Sesuai tebakan aku dari semalam pasti kamu akan datang hari ini."
Ekspresi Ratu sangat sumringah saat mendapati Syailendra berjalan ke hadapannya.
"Kamu nungguin aku?" tanya Syailendra, bingung.
Ratu mengangguk sembari tersenyum. Tanpa segan ia usap pipi Syailendra seraya menginvasi wajah cowok itu. "Aku mau mastiin aja. Karena kalau nggak lihat kamu rasanya aku nggak tenang."
Untuk beberapa saat, Syailendra tertegun. Dadanya menghangat menerima perhatian sederhana Ratu setelah tadi sempat berdebat dengan keluarganya.
Ternyata dia benar-benar peduli padaku. Aku pikir nggak ada lagi yang peduli di dunia ini terhadapku. Syailendra membatin.
"Luka kamu udah mulai mengering ya. Syukurlah," ungkap Ratu lega. "Gimana kalau hari ini kita ke BK buat laporin Galih—"
"Aku kan udah bilang kemarin. Nggak usah diperpanjang. Kita fokus aja sama persiapan olimp yang bakal diadain bentar lagi. Buang-buang waktu berurusan sama BK." Syailendra mencoba beralibi meski sejujurnya ia setuju dengan saran Ratu tersebut.
"Ya udah. Aku bakal dekat-dekat kamu terus supaya kamu nggak dijahilin lagi sama Galih atau cowok lainnya." Ratu berkata posesif.
"Nggak perlu sampai segitunya. Aku bisa jaga diri. Aku bukan cowok lemah."
Ratu mengangguk setuju. "Ya. Kamu emang bukan cowok lemah. Aku aja yang takut kamu hilang lagi...."
Ucapan Ratu mampu menembus sanubari Syailendra. Mendadak rasa bersalah muncul di pikiran cowok itu. Maka Syailendra ambil tangan Ratu yang masih mengusap pipinya, kemudian mengelusnya lembut.
"Maaf karena aku bikin kamu khawatir."
"Nggak apa-apa. Tapi nanti malam kita sleep call lagi yuk?" ajak Ratu. Kembali menawarkan video call seperti semalam.
"Boleh."
Keduanya sama-sama tersenyum.
"Kamu udah sarapan pagi ini? Kalau belum yuk kita makan di kantin. Aku traktir, deh." Ratu mengajak Syailendra karena dia malas untuk pergi ke kantin sendirian.
Sejenak Syailendra berpikir. Apa dia nggak malu ajak aku ke kantin? Dia kan siswi popular. Maka Syailendra tolak secara halus ajakan cewek itu.
"Nggak usah. Aku udah makan tadi di rumah. Kamu sendiri aja ya—"
"Tapi aku maunya sama kamu!" potong Ratu yang langsung menarik baju Syailendra supaya mau ikut.
Sesampai kantin Ratu merasa bahagia karena bisa ditemani sarapan oleh orang yang sangat pendiam seperti Syailendra. Kalau dengan cowok lain mungkin tanpa diajak oleh Ratu, mereka duluan yang melemparkan rayuan-rayuan untuk mengajaknya makan bersama.
Bersama Syailendra Ratu merasakan betapa senangnya mengejar lelaki. Karena selama ini ialah yang dikejar-kejar oleh para kaum adam itu.
"Kamu ngerasa kita diperhatiin nggak sih?" Syailendra bercelingak-celinguk gugup. Tampak beberapa siswa memerhatikan mereka dari meja kantin masing-masing.
Namun reaksi Ratu malah cuek-cuek saja. Seperti tidak ada beban pikiran sama sekali.
"Biarin aja. Paling kalo mata mereka pegal mereka juga berhenti sendiri. Udah yuk kita pesan makanan aja," ujar Ratu sebelum akhirnya memesan makanan untuk mereka.
Syailendra tersenyum tipis. Ternyata Ratu tidak malu makan dengannya. Ia makin jatuh dalam pesona Ratu yang menurutnya cantik luar dalam....
2 hari setelahnya, akhirnya ini waktu yang di tunggu oleh para peserta lomba, terutama Syailendra. Dia merasa bahwa usahanya ini sudah sangat maksimal. Dia harus membuktikan kepada orang tuanya bahwa apa yang di bilangnya itu tidaklah main-main, dan bisa meraih apa yang dia inginkan.
Aku tahu Papa nggak akan suka sama tindakan aku ini. Tapi sungguh aku hanya mau berjuang untuk diriku sendiri. Aku mau menjadi manusia yang layak karena aku berhak untuk itu.
Mana tahu setelah ini pandangan Papa dan Mama terhadapku bisa berubah. Tolong bantu aku, Tuhan ....
Syailendra membatin sedih. Harusnya seorang anak mendapat support dari orang tuanya. Apalagi saat akan pergi berlomba. Namun hal itu tidak pernah Syailendra dapatkan. Alih-alih dapat support. Mungkin jika ayahnya tahu ia pergi berlomba, dirinya bisa kena marah habis-habisan.
Menggeleng samar, Syailendra pun berusaha menenangkan dirinya sendiri sebelum akhirnya melangkah keluar rumah dengan menyabar-nyabarkan diri. Lomba diadakan di SMA Cempaka. Jaraknya cukup jauh dari sekolah Syailendra. Oleh karena itulah Syailendra berangkat lebih pagi dari biasanya. Soal kegiatan belajar mengajar di sekolah, Syailendra dan rekannya yang lain sudah mendapat izin 3 hari ke depan.
Setibanya di halte, Syailendra menelfon Ratu. Ia ingin mengingatkan pada Ratu untuk berangkat lebih cepat agar tidak terlambat. Termasuk mengingatkan Ratu agar tidak lupa sarapan.
"Halo, Syai! Kamu di mana?"
Suara feminin nan ceria itu langsung menyambutnya begitu panggilan terhubung. Semangat Syailendra membara mendengarnya.
"Aku udah di halte. Bentar lagi naik bis. Kamu udah di mana?" jawab Syailendra.
"Ini di mobil. Kita bareng ya masuknya? Aku tunggu kamu di depan gerbang."
"Boleh. Tapi apa nggak lama kamu nunggu?"
"Buat kamu apa sih yang enggak aku lakuin?" Ratu malah flirting. "Cepat ya, Syaiang. Aku tunggu, aku tunggu, aku tunggu!"
"Apa kamu bilang barusan?" Syailendra terkejut.
Terdengar kekehan Ratu dari seberang sana. "Aku bilang Syaiaaang. Lucu kan?"
Tak dipungkiri pipi Syailendra memerah mendengar. Lelaki itu menggaruk belakang lehernya sambil menahan senyum.
"Aku tutup dulu telfonnya ya. Bisnya udah datang."
Syailendra memutus sambungan telfon karena tidak kuat menahan kegelian di perutnya. Hanya Ratu yang mampu membuat dirinya sebahagia ini. Hal yang membayangkannya saja Syailendra tidak pernah. Yaitu jatuh cinta.
"Aku harus ungkapin perasaanku ke Ratu." Syailendra berkata penuh semangat. Namun dua detik setelahnya ia menggeleng. "Nggak. Nggak sekarang."
Syailendra lantas berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa ia akan menyatakan perasaannya pada Ratu jika mereka lulus tingkat nasional nanti. Anggap saja itu sebagai acuan agar ia lebih semangat lagi belajarnya!
Butuh waktu 30 menit sampai akhirnya Syailendra tiba di depan gerbang SMA Cempaka. Ternyata Ratu benar-benar menepati janjinya. Perempuan itu masih stay menunggunya di sana. Begitu menyadari kehadirannya, Ratu langsung meloncat riang sambil melambaikan tangannya.
"Syai!"
Syailendra berlari ke arah Ratu penuh semangat. Langsung ia rangkul bahu gadis itu hingga membuat Ratu terkejut. Namun ia juga tertawa melihat ekspresi semangat Syailendra.
"Makasih, ya, udah nungguin," gumam Syailendra lembut.
Ratu usap tangan Syailendra yang bertengger di bahunya tersebut sambil menoleh penuh senyum.
"Kan aku udah bilang bakal nungguin kamu. Aku nggak main-main sama omongan aku."
Mereka pun berjalan bersama ke dalam sekolah, lantas mencari-cari kelas yang akan mereka tempati sesuai jadwal yang diberikan. Selain mereka, ada pula anak-anak SMA lainnya yang turut berpartisipasi dalam perlombaan. Karena memang olimpiade kali ini adalah olimpiade tingkat kota. Kalau lulus, baru melaju ke tahap provinsi.
"Nanti kalau kita menang, aku mau kasih sesuatu buat kamu," bisik Ratu.
"Hm? Apa?"
"Tunggu aja. Anggap aja hadiah dari aku karena kamu mau bantuin aku selama ini."
Syailendra tersenyum antusias. "Kalau gitu kita harus menang untuk tahap kota ini! Biar cepat-cepat melaju ke tahap provinsi!" karena aku juga mau ungkapin perasaan ke kamu kalau kita menang lomba.