Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Sayang, kenapa lama sekali? Lalu, dimana Putri?" Tanya Austin saat Nadia kembali duduk didekatnya.
"Apa kau dan Putri berbicara dibelakang sana?" Kini giliran Agus yang bertanya.
Nadia tersenyum malu, kini gilirannya yang membuat Putri merasa tidak nyaman, saat ia melihat Putri kembali dari dapur ia sengaja membuka pembicaraan.
"Ternyata Putri cukup humoris ya, sayang!"
"Hu.... humoris?"
"Iya, tadi saat mencuci tangan, kulihat Putri berbicara dengan telapak kakinya, dia berbisik ke telapak kakinya dan berkata kalau dia tidak pantas menginjakkan kaki disini!"
"Apa?" Tanya Erlina menaikan kedua alisnya, saat yang bersamaan Putri duduk disamping Nadia, sebab Nadia tak ingin kembali ketempat duduknya semula agar Putri tak memiliki ruang untuk lebih dekat dengan Austin.
Erlina menatap kesal pada Putri namun ia tak dapat menegur Putri secara langsung karena kehadiran Nadia disana. Mereka kembali berbincang dan jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Nadia dan Austin memilih untuk berjalan-jalan disekitar rumah sebelum waktu pulang tiba, dari balkon rumah itu Putri mengutuk Nadia yang dilihatnya sedang meminta Austin untuk menggendongnya dipunggung bidang dan kekar lelaki muda itu.
Iri dan dengki menyelimuti hatinya sejak lama ia menaruh perasaan pada Austin, yang dimana mereka merupakan sepupu sekaligus teman masa kecil yang kembali bertemu setelah mereka lulus dari sekolah menengah pertama.
Nadia sengaja melambaikan tangannya tanpa menoleh pada Putri yang masih berdiri di balkon rumah mewah tersebut, ia dan Austin kadang berpelukan meski dalam hati Nadia masih kesal dan tak lagi sepenuhnya percaya akan Austin. Jam-jam bahagia itu terus berlalu hingga sebuah ojek online berhenti tepat di depan rumah Austin.
Seorang wanita dengan rambut panjang berwarna kemerah-merahan itu turun dari motor, rambutnya melambai diterpa angin begitu ia melepaskan helmnya, kebetulan saat itu Nadia sedang menunduk untuk melepaskan sepatunya yang sudah lama ia kenalan dan mengakibatkan kakinya memerah. Nadia yang belum menyadari kehadiran seseorang dihalaman rumah masih tersenyum pada Austin yang berdiri mematung dihadapannya, tangannya bergerak menyuruh wanita yang baru saja turun dari motor itu pergi dari sana, namun karena tidak mengerti akan maksud Austin, tiba-tiba wanita itu berlari lalu memeluk Austin dengan cepat.
Disaat yang bersamaan Nadia dan Putri terkejut akan kehadiran wanita itu, sepatu ditangan Nadia jatuh begitu saja sementara Putri segera turun dan bergegas berlari menemui ketiganya.
"Astaga!" Ucap wanita itu terkejut saat menyadari kalau bukan hanya Austin saja yang berdiri disana. Sontak ia melepaskan pelukannya, melangkah mundur saat melihat Nadia menatapnya dan Austin bergantian sambil sesekali memejamkan mata diiringi dengan helaan nafas panjang.
"AUSTIN!" Teriak Nadia yang sudah tak mampu bersabar akan sifat buruk Austin, Putri, Agus, Herlina, bahkan Austin terkejut saat mendengar suara teriakan Nadia.
"Tante......, Om...... " teriak Putri memanggil kedua orangtua Austin keluar.
"Nadia, ada apa Sayang?" Tanya Erlina menghampiri Nadia yang mulai menangis dalam diam, air matanya terus bercucuran menandakan kekecewaannya yang begitu mendalam.
"Kamu... siapa?" Tanya Agus pada wanita yang berdiri dibelakang Austin.
"Ma, Pa, Nadia.... aku bisa jelasin.... aku... aku.... "
"Dia siapa, Austin? Kenapa dia meluk kamu tadi?" Tanya Putri tiba-tiba.
"Memeluk siapa katamu? Siapa yang memeluk siapa?" Tanya Agus dengan kening berkerut, ia dan istrinya begitu terkejut begitu mendengar pertanyaan Putri pada anak semata wayang mereka.
"Austin, apa kamu dan Laura benar-benar berpacaran?" Tanya Nadia yang berusaha untuk tidak meninggikan nada suaranya meski rasanya ia ingin memukul kedua itu.
Dengan mulut menganga Austin hanya dapat kebingungan sementara Laura terus bersembunyi dibelakangnya dengan menarik ujung bajunya. Wanita itu memegangi perutnya kemudian memunculkan dirinya dihadapan semua orang, Agus, Erlina, Putri dan Nadia menatap tajam pada Laura, juga para pembantu rumah tangga di teras rumah menyaksikan apa yang sedang Laura lakukan saat ini.
"Laura, kenapa kamu disini?" Tanya Austin pelan namun penuh penekanan pada Laura yang berdiri di sampingnya.
"Nadia, ini bukan seperti..... "
"Kenapa kamu memegangi perutmu, Laura?" Bentak Nadia menunjuk Laura yang sedang memutar-mutar telapak tangannya pada perutnya.
"Maaf, Nadia..... tapi kamu harus tahu kalau aku dan Austin akan segera memiliki bayi!" Ucap Laura dengan nada centil sambil merapikan rambut disekitar telinganya.
"APA?" Teriak semua orang disana bersamaan kecuali Nadia.
Plakkkk
"Kamu menyebut dirimu teman dekatku? Sahabatku? Kamu sadar nggak kalau Austin itu pacar aku.... kami sudah pacaran selama dua tahun dan kamu sudah tau akan hal itu, Laura. LALU KENAPA? LALU KENAPA KAMU BISA MEMILIKI BAYI DENGANNYA? KENAPA?" Bentak Nadia setelah ia menampar kuat wajah Laura.
"Luara, kamu bilang apa? Bayi apa?" Tanya Austin menjauhkan dirinya dari Laura.
"Bayi, anak kita Austin, anak dari hasil hubungan kita pada malam-malam sebelumnya!"
"Kurang ajar...... "
Plakkkk
"Aaaaahhkkk!" Laura meringis kesakitan, kini giliran Erlina yang menamparnya lalu menarik rambutnya dengan kasar.
"Kamu ini gundik atau apa? Hah? Kenapa kau bisa tidur dengan anak saya?"
"YA KARNA DIA MENGAJAK SAYA TIDUR BERSAMA, TANTE!" Sahut Laura dengan nada tinggi lalu menepis tangan Erlina dengan kasar.
"Austin, aku sudah nggak tahan melihat kamu dan Nadia terus bermesraan, aku nggak sanggup...... kalau kau mau menikah dengannya kenapa tidak kau nikahi saja? Kenapa malah menjalin hubungan denganmu dan menjanjikan sebuah kebahagiaan padaku tapi nyatanya aku malah semakin menderita melihatmu dan Nadia bersama!" Ujar Laura mengeluarkan isi hatinya pada Austin.
Putri menutup mulutnya melihat Laura yang secara terang-terangan mengungkapkan kebodohannya, ia senang saat mengetahui kalau sebentar lagi hubungan Austin dan Nadia akan segera berakhir, namun kesal saat mengetahui kalau ternyata Austin masih memiliki hubungan lain.
"Laura, kamu nggak malu?" Tanya Nadia mendorong Laura dengan kasar.
"Malu apa? Sudah terlanjur, tidak ada gunanya merasa malu. Aku hanya ingin dia bertanggung jawab akan anak di perutku, lagian kenapa juga kamu tiba-tiba ada disini? Kalau kamu tidak disini kan kamu tidak perlu tahu tentang hubunganku dengan Austin!" Jawab Laura sambil memainkan rambut panjang Nadia.
Agus memijat keningnya, ia turut merasa malu akan perilaku Austin namun ia tak dapat melakukan atau mengatakan hal apapun.
"OH MY GOD. SIAPAPUN KAMU, TAPI SETIDAKNYA TUNGGU SAMPAI MEREKA PUTUS BARU KAMU PACARAN DENGAN AUSTIN, JANGAN MAIN DIEMBAT AJAH!" Teriak Putri yang tiba-tiba menarik rambut Laura hingga membuat Laura terjatuh.
"KAMU JUGA, APA SUDAH TIDAK TAHAN UNTUK KAWIN SAMPAI-SAMPAI MAU MENGAWINI DUA WANITA SEKALIGUS?" Kini giliran Austin yang dibentaknya.
Ditengah kegaduhan itu Erlina dan Agus memilih untuk membawa Nadia kembali masuk kedalam rumah, sedangkan Putri sekali lagi mendorong Laura dengan kasar lalu mengambil kedua sepatu milik Nadia dan membawakannya.
"SELESAIKAN URUSAN KALIAN BERDUA, AUSTIN!" Ucapnya dengan memutar bola matanya malas.
Putri terus berjalan dengan sesekali menoleh kembali pada Laura dan Austin yang sedang mendekatkan masalah mereka, suara teriakan yang tak jelas itu masih terdengar hingga kedalam rumah.
"Tante, Om... maaaf ya, sepertinya kedatanganku tidak dalam waktu yang tepat, jika Austin ternyata benar-benar telah tidur dengan Laura, mungkin sebaiknya kami putus saja!"
"Its ok, Nadia. Tapi Tante dan Om sangat..... sangat malu dan meminta maaf atas kelakukan Austin dan kami berharap kamu sabar menunggu sampai semua benar-benar jelas, ok?"
"Iya, tapi aku harus pulang sekarang, aku bisa membunuh mereka jika aku berada lebih lama disini!" Jawab Nadia yang terus menatap tajam pada Laura dan Austin.
Pasangan suami istri itu hanya dapat menuruti kemauan Nadia, melalui pintu belakang rumah itu, mereka menyuruh salah satu sopir keluar untuk mengantarkan Nadia pulang sebelum akhirnya mereka memanggil Austin dan Laura kedalam rumah untuk ditanyai.