Arsa menjalani hidup yang sangat sulit dan juga aneh. Dimana semua ibu akan bangga dengan pencapaian putranya, namun tidak dengan ibunya. Alisa seperti orang ketakutan saat mengetahui kecerdasan putranya. Konfilk pun terjadi saat Arsa bertemu dengan Xavier, dari situlah Arsa mulai mengerti kenapa ibunya sangat takut. Perlahan kebernaran pun mulai terkuat, dimulai dari kasus terbunuhnya Ayah Arsa, sampai skandal perusahaan besar lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humble, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua belas
Arsa sebenarnya tidak takut sama sekali dengan Hawk, ataupun teman-temannya yang ada di sebelahnya tadi. Hanya saja, dia sudah terlalu biasa berhadapan dengan pemuda seperti itu sebelumnya.
Jika dia memutuskan untuk terus meladeni, maka salah satu dari mereka pasti akan terluka. Dan tentu saja masalah ini tidak akan berakhir bergitu saja. Dan saat ini, Arsa jelas tidak memiliki waktu untuk itu semua.
Arsa langsung menghentikan taksi, begitu dia sampai di depan gerbang keluar kampus dan masuk kedalamnya.
“Tuan, antarkan aku gedung A.A.P. Corp..” ucap Arsa .
Arsa tidak perlu menjelaskan dimana lokasi dari hedung itu pada pengemudi. Karena setelah dia mengatakan itu, sopir tersebut langsung mengangguk kepala, langsung tancap gas membawanya pergi kesana.
Meski baru, bisa dikatakan semua orang yang ada di kota Dreams sudah sangat mengetahui gedung yang akan digunakan oleh perusahaan yang sejak beberapa hari ini, membuat gempar seisi kota Dreams.
“Anak muda, apa kau yakin akan masuk dari sini?” Tanya sopir taksi, begitu dia menghentikan mobilnya, tepat di depan pintu masuk utama gedung tersebut.
Arsa hanya mengangguk, sebelum akhirnya balik bertanya. “Ya! Apa ada yang salah?”
Sopir taksi tersebut menarik napas panjang dan melepaskan dengan kasar. Dia menggelengkan kepala, seolah tak percaya anak muda yang baru saja membuka pintu mobil taksinya itu bertanya.
“Dengar, aku sudah mengantarkan banyak pelamar kerja ke gedung ini. Mereka semua memasuki gedung lewat pintu samping yang ada disana. “Kata sopir itu, sambil menunjuk pada pintu lain, yang ada di gedung lainnya.
Di sana, Arsa dapat melihat banyak orang yang berpakaian rapih berwarna putih bagian atas dan bawahnya berwarna hitam, lengkap dengan sebuah amplop cokelat di tangan mereka.
Semua orang pasti tahu bahwa mereka sedang berniat melamar pekerjaan di perusaah itu. Dengan harapan akan dapat di terima sebagai karyawan, dan bisa ikut magang.
Menyadari maksud dari sopor taksi tersebut, Arsa menggelengkan kepala, sebelum akhirnya berkata. “Tidak, aku akan masuk lewat pintu ini. Tapi terima kasih sudah memberitahuku!”
Arsa langsung melangkah masuk, menaiki anak tangga, dan langsung berjalan ke pintu utama gedung tersebut.
Akan tetapi, begitu dia sudah berada tidak lebih dari lima langkah dari pintu utama, beberapa orang berpakaian hitam-hitam, langsung datang menghandangnya.
“Hei, mau kemana kamu?”
Mendengar itu, Arsa memandang orang-orang yang mengenakan kacamata hitam itu, sebelum akhirnya berbalik ke belakang dan memastikan apakah masih ada orang lain disana.
Namun, karena dia tidak melihat siapa pun di belakangnya, Arsa bertanya pada salah satu orang yang kini berjalan mendekat kearahnya.
“Apa maksudmu, aku?” Tanya Arsa, sambil menunjuk hidungnya sendiri.
Tidak langsung menjawab, pria yang memiliki badan yang cukup besar itu, memperhatikan penampilan Arsa, dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Tak lama kemudian, dia menggeleng sebelum akhirnya berkata.
“Kalau kau ingin melamar pekerjaan, setidaknya pakailah pakaian yang pantas. Dan masuk lewat pintu yang ada disana.” Tunjuk pria itu. Pada pintu yang dikatakan supir taksi tadi padanya.
Mengerti bahwa ada kesalahpahaman disini, Arsa tersenyum pada pria yang memiliki tubuh besar dan wajah tegang, lebih mirip seperti tentara alih-alih seorang keamanan gedung.
”Aku tidak sedang melamar pekerjaan. Aku datang kesini un—-,”
Ucapan Arsa tersela sebelum bisa menyelesaikannya, tiba-tiba saja pria tegang itu memegang telinga, seperti sedang mendengarkan seseorang berbicara lewat alat kemunikasi yang terpasang di telinganya.
Arsa sengaja menunggu dan membiarkan orang itu menyelesaikan urusannya. Tak lama, begitu pria itu selesai, Arsa kembali ingin menjelaskan maksud kedatangannya.
“Tuan ak—,”
Mata Arsa melebar, karena tiba-tiba saja pria berbadan besar itu, meraih tangannya dan menarik Arsa dari tempatnya.
Reflek, Arsa memukul tangan Pria itu hingga genggaman tangannya terlepas. Saat pria itu kembali ingin menariknya, Arsa segera mundur beberapa langkah ke belakang.
“Hei, Tuan. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menarikku?” Tanya Arsa dengan nada sedikit kesal.
Tidak menanggapinya bahkan tanpa suara, pria itu kembali maju dan terlihat akan mengulangi apa yang baru saja gagal di lakukannya.
Menyadari itu, Arsa kembali mundur satu langkah besar, dan menunjuk pada pria tersebut. Seraya berseru. “Berhenti disana!”
Mengatakan itu, Arsa menoleh pada beberapa orang di belakang pria itu, lalu maju mendekat pada mereka.
Dia tentu tahu bahwa orang-orang ini hanya sedang melakukan tugas saja. Tapi Arsa juga tidak terima di perlakukan seperti ini, bahkan dia belum selesai menjelaskan maksud kedatangannya pada mereka.
“Tuan, aku tahu jika kalian sedang menjalankan tugas. Jadi beri aku kesempatan untuk mengatakan apa maksud kedatanganku ke tempat ini. Setelah itu, kalian bebas melakukan apapun.” Ucap Arsa cepat, yang ternyata berhasil membuat orang-orang itu berhenti.
Menyadarinitu, Arsa tersenyum dan mengangguk lega.
“Aku datang kesini, untuk menemui CEO perusahaan ini satu jam yang lalu, dia baru saja menghubungiku dan mengatakan,—“
“Hei, apa yang kalian lakukan, hah?! Bukankah aku baru saja mengatakan agar pastikan tempat ini bersih? Mereka akan segera tiba.” Selanseorang wanita dari dalam gedung.
Arsa memejamkan matanya sebentar, kesal karena tiba-tiba saja muncul satu orang lainnya, yang memoton saat dia bicara.
Saat ini, seorang wanita dengan beberapa orang dibelakangnya berjalan mendekat dengan wajah yang ternyata jauh lebih kesal daripaa wajah Arsa.
“Nona Gultom, pemuda ini mengatakan pada kami bahwa, CEO perusahaan ini baru saja menghubunginya dan di—,”
“Bodoh!”
Wanita yang bernama Gultom itu, lagi-lagi memotong, bahkan kali ini dengannsebuah umpatan yang keluar dari mulutnya.
“Apa katamu tadi? CEO? Huh?… apa kalian benar-benar bodoh?” Ucap wanita itu, meninggikan suaranya, lalu meneruskan. “Bahkan setelah mengetahui bahwa Nona Parker belum pernah menginjakkan kakinya sekalipun di kota ini, kalian masih mau mendengar ocehan dari bocah ini, dan mengabaikan perintahku?”
Pria-pria berbaju hitam itu langsung berdiri canggung, setelah mendengar rentetan ucapan yang dikatakan wanita itu.
“Gultom? Apa itu namamu?” Tanya Arsa.
Mereka semua langsung tertegun, karena tiba-tiba saja Arsa menyebut nama itu, dengan nada yang tidak biasa.
Gultom, yang menduga pemuda itu akan berbicara dengan nada yang sedikit meremehkannya tersebut, maju dan mendekat pada Arsa.
“Bocah! Apa kau baru saja menyebut namaku?” Dengan mengangkat sedikit dagunya, wanita itu melanjutkan. “Kau tidak tahu siapa aku?”
Arsa menghela napas panjang dan melepaskannya. Dia lalu menggelengkan kepalanya, seolah tak percaya fakta bahwa wanita selalu cenderung sombong, begitu posisinya sedikit lebih atas.
“Aku tidak perlu siapa tahu siapa kamu. Tapi, sebentar lagi, kamu akan tahu siapa aku.” Kata Arsa, balas menantang.
Gultom sempat memindurkan sedikit kepalanya, karena dari mata Arsa, dia melihat keseriusan saat pemuda itu mengatakannya hal itu.
Akan tetapi, beberapa saat kemudian wanita itu berbalik, dan kembali berseru pada para penjaga yang berpakaian serba hitam.
“Bodoh! Apa kalian hanya akan menonton saja, saat seorang pengemis berkata seperi ini, padaku? Sial! Aku untuk apa kalian semua aku bayar?”
“Pffr….!”
Hampir saja Arsa kelepasan. Tiba-tiba saja dia kesulitan untuk menahan tawanya, setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Gultom.
“Sial! Kenapa kau tertawa, brengsek.” Umpat Gultom dengan mada tidak suka.
Senyum Arsa langsung menghilang, kali ini raut wajahnya berubah menjadi serius. Dia sengaja meminta Tom Parker untuk mengatur sebuah perusahaan di kota Dreams ini, agar memudahkan tujuannya.
Akan tetapi, memperkerjakan orang seperti wanita yang ada di depannya ini, bukanlah apa yang dia inginkan di perusahaannya.
“Kau? Membayar mereka? Apa kau ingin mengatakan di depanku, bahwa kau adalah pemilik perusahaan ini?” Tanya Arsa, sambil maju selangkah.
Gultom langsung berbalik, seolah meminta pria-pria itu membantunya, karena melihat bagaimana cara pria itu menatapnya, tiba-tiba saja dia merasa cemas.
Dia yakin pemuda yang entah darimana darangnya ini dan sedang berdiri di depannya ini, akan segera menyerangnya.
Arsa sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Ini adalah perusahaanya, dan dia tidak suka ada orang seperti gadis ini, bekerja di perusahaan miliknya.
“Dengar, Nona Gultom, Aku Arsa Arhan—,”
“Cih! Tidak masuk akal… aku yakin, kau akan mengatakan bahwa setelah Arhan, maka akan ada embel-embel Pratama setelahnya, bukan?” Sela Gultom mencibiri.
Gultom langsung bisa menyimpulkan dengan sagat cepat, bahwa pemuda ini benar-benar sedang beromong kosong.
Karena menurut pengalamannya, akan selalu saja ada orang yang akan mengaku sebagaiorang hebat, untuk meninggikan dirinyaZ
“Oh, sepertinya kamu sudah tahu. Ya, itu memang nama belakangku.” Ucap Arsa acuh.
Mendengar Arsa mengatakan itu, wakah Goltom langsung berubah datar. Dengan cepat dia berbalik, dan menunjuk entah kemana sebelum akhirnya berkata.
“Cepat usir brengsek gila ini… setelah itu, dia pasti akan mengatakan bahwa dia adalah pemilik perusahaan ini.” Ujarnya, lalu memerintah. “Lakukan dengan cepat, karena Nona Clara Parker akan segera tiba.”
Setelah mengatakan itu, tanpa sedikitpun menoleh, Gultom berjalan pada beberapa orang yang tadi mengikutinya saat dia datang kemari.