Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Lucyana
Galen dilarikan ke rumah sakit, juga sudah dalam penanganan. Zayn menghubungi Daren, menceritakan kejadian itu. Arabella yang mendapatkan kabar juga segera pergi ke rumah sakit, disusul oleh Aluna, sedangkan Elgar masih berada di luar negeri.
"Siapa yang kasih kak Galen kacang?" Arabella langsung bertanya, nadanya pelan tapi penuh tekanan.
Lucyana yang berdiri di tengah di antara Zayn dan Alden langsung maju, mendekat ke arah Arabella.
"Aku yang kasih," aku Lucyana dengan wajah yang terduduk. Tubuhnya gemetar takut. Takut bukan apa yang akan ia terima dari Arabella, Lucyana lebih takut jika terjadi sesuatu yang buruk dengan Galen. "Aku —"
PLAK
Zayn, Sam, dan Alden terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Arabella kepada Lucyana.
"Kalau kakak aku sampai kenapa-napa. Aku tidak akan maafin kamu," tekan Arabella.
"Ara, dia tidak tahu kalau Galen alergi kacang," bela Zayn diikuti anggukkan oleh Sam dan Alden.
"Aku tidak peduli! Kalian jangan membelanya." Arabella menjauh dari Lucyana, berdiri berjauhan dengan temannya itu.
Tidak lama setelah itu Aluna datang, jangan ditanya seberapa cemas Aluna. Bersamaan dengan itu Dokter yang menangani Galen keluar. Dokter itu mengatakan jika Galen baik-baik saja. Galen akan segara dipindahkan ke ruang perawatan. Semuanya merasa lega, termasuk Lucyana.
"Kamu beruntung, kakakku baik-baik saja. Jika tidak, lihat apa yang akan aku lakukan padamu," ancam Arabella.
"Ara …," tegur Aluna. "Jaga sikapmu, Sayang."
Aluna menoleh ke arah Lucyana. Gadis itu nampak tidak baik-baik saja. Matanya terlihat sembab, mungkin terlalu lama menangis.
"Kamu siapa?" tanya Aluna pada Lucyana.
Lucyana mendongak, melihat wajah cantik Aluna. Tubuhnya bergetar, mulai takut jika Aluna marah padanya. Namun senyuman Aluna membuat Lucyana merasa tenang.
"Dia orang yang kasih roti kacang sama kak Galen." Arabella lah yang menjawab.
"Maaf, Tante. Saya tidak tahu kalau kak Galen alergi kacang," ucap Lucyana dengan wajah yang masih tertunduk.
"Tidak apa-apa." Aluna mengangkat dagu Lucyana dengan jari telunjuknya, mengangkat wajah Lucyana agar melihatnya. "Nama kamu siapa?" tanya Aluna.
"Lucyana, Tante." Lucyana menjawab dengan suaranya yang masih bergetar.
"Saya, Aluna, mamanya Galen sama Ara," ucap Aluna. Lucyana merespon dengan anggukkan. "Jangan dimasukan kata-kata putri Tante ke dalam hati ya. Ara memang sangat menyayangi kakaknya. Dia hanya takut terjadi sesuatu sama kakaknya," imbuh Aluna.
"Tidak apa, Tante. Saya yang salah," ucap Lucyana.
Aluna mengukir senyum lantas menarik Lucyana ke dalam pelukannya, kemudian mengusap-usap punggung gadis itu. "Sekarang jangan menangis lagi. Galen sudah tidak apa-apa."
"Ya, Tante." Lucyana mengangguk di pelukan Aluna.
"Kamu sebaiknya pulang." Aluna menarik diri, memberikan jarak dengan Lucyana. Pandangannya mengarah pada ketiga sahabat putranya. "Kalian juga sebaiknya pulang. Tante juga minta tolong antar Lucyana pulang," pinta Aluna.
"Baik, Tante," sahut Zayn mewakili kedua temannya.
"Tidak usah, Tante. Aku pulang sendiri saja. Nanti ada sopir aku yang jemput," tolak Lucyana.
"Udah, Cil. Kami antar saja," ucap Sam.
"Bocal, bocil. Nama cantik-cantik kamu panggil bocil," ucap Alden.
"Mukanya imut gitu, kaya bocil," balas Sam mengundang tawa Aluna juga Lucyana.
"Tapi beneran aku pulang sendiri saja," ucap Lucyana.
"Dah, Cil. Gak usah nolak. Ayo kami antar pulang," ucap Sam.
"Modus tuh, biar tahu rumahnya Lucyana, 'kan?" tebak Zayn disambut kekehan Sam.
Dan sesuai permintaan Aluna, mereka mengantar Lucyana pulang sampai ke rumahnya.
Lucyana turun dari mobil. Perasaannya was-was takut ketahuan diantar pulang oleh seorang pria. Pasti nantinya ibu tirinya marah. Belum lagi semalam dia tidak pulang karena mabuk.
"Makasih, Kak," ucapnya pada ketiga pemuda itu.
"Sampai jumpa, Cil," ucap Sam sebelum kembali melajukan mobilnya, meninggalkan rumah Lucyana.
Lucyana melambaikan tangan, saat mobil itu sudah jauh dari pandangannya, Lucyana masuk ke dalam rumah. Senyumnya yang mengembangkan kian memudar, ketika mulai memasuki rumahnya.
"Siang, Non Ana," sapa penjaga rumahnya.
"Siang, Pak," balas Lucyana. "Emm, Pak … Tante Kamila ada di rumah?"
"Tidak, Non. Tadi pergi sama Non Cintya," jawab penjaga itu.
Lucyana mengela napas panjang, setidaknya dirinya tidak harus mendengar ocehan sang ibu tiri. Ia bergegas masuk, langsung mengayunkan langkah menuju kamarnya.
Malam harinya, tepat pukul sembilan malam Lucyana keluar dari kamar. Ia mendengar mobil ayahnya datang, ia bergegas keluar kamar untuk menemui sang ayah.
Lucyana berhenti sejenak, ketika mendengar tawa bahagia ayahnya. Rupanya ayahnya baru pulang bersama Kamila juga Cintya. Tidak pernah sang ayah bisa tertawa begitu jika bersamanya. Mereka seperti keluarga yang bahagia.
Iri? Itu jelas.
Padahal dirinya juga anak kandungnya sama seperti Cintya, hanya saja dari wanita yang berbeda. Ibunya meninggal ketika melahirkannya. Hal itu yang membuat sang ayah membencinya, sang ayah menganggap jika dirinya pembawa sial, dan juga penyebab ibunya meninggal.
"Papa," panggil Lucyana.
Seketika tawa pria paruh baya bernama Joni Erlangga memudar, tatapannya berubah dingin.
"Ada apa?" tanya Joni dingin.
"Boleh aku minta uang?" tanya Lucyana.
"Saya sudah berikan uang jajan kamu satu bulan penuh," ucap Joni. "Uang sekolah juga sudah saya bayar."
"Bukan uang jajan, Pa," ucap Lucyana lirih, tetapi masih bisa di dengar oleh Joni, Kamila, juga Cintya.
"Lalu?" Kamila angkat bicara. Nada bicaranya jelas menunjukkan rasa ketidaksukaan pada anak tirinya.
"Temanku masuk rumah sakit karena aku. Aku ingin membayar biaya rumah sakitnya," jelas Lucyana.
Mendengar penjelasan Lucyana membuat Joni murka, begitu juga dengan Kamila. Joni lantas berdiri menatap Lucyana penuh permusuhan.
"Apa yang sudah kamu lakukan, hah!" bentak Joni. Suara keras Joni membuat Lucyana tersentak.
Sejujurnya dirinya takut untuk melakukan itu, tetapi Lucyana merasa bersalah. Mungkin dengan membantu biaya perawatan Galen, Arabella akan memaafkan dirinya.
"Lucyana!" Joni kembali berteriak, kali ini memanggil sang anak.
"A-ku ti-dak tahu jika temanku itu alergi kacang. Aku memberikan roti kacang padanya —"
PLAK
Sebelum Lucyana menyelesaikan perkataannya, tamparan keras mendarat di pipi Lucyana, pelakunya tidak lain adalah Joni.
"Anak sial!" Joni menatap Lucyana seakan anak kandungnya itu adalah musuh terbesarnya. "Kamu bisanya membuat kami susah!"
Lucyana terisak sambil memegangi pipinya yang terasa perih. Sudah dia duga kalau kejadiannya pasti akan seperti ini. Kesalahan sekecil apapun yang dirinya lakukan, pasti tamparan dan juga makian yang akan dirinya dapatkan.
"Papa kenapa selalu bersikap seperti ini padaku. Aku hanya melakukan kesalahan kecil, tapi Papa selalu menghukum aku dengan berat," protes Lucyana di sela tangisannya. "Tapi Cintya!" Lucyana menunjuk Cintya. "Dia melakukan kesalahan sampai menghilangkan nyawa sesorang Papa begitu melindungi dia. Ini tidak adil. Kami ini sama-sama anak Papa, 'kan?"
"Sudah berani melawan Saya, hah!" bentak Joni. "Sayang ambilkan aku cambuk!" perintah Joni pada Kamila.
"Biar aku yang ambil, Pa," ucap Cintya diikuti seringai jahat.
"Jangan, Tuan. Kasihani Non Ana." Seorang pelayan di rumah itu bersimpuh di hadapan Joni, memohon untuk tidak menghukum Lucyana.
"Minggir!" teriak Joni.
"Bibi minggir! Jangan ikut campur!" ucap Kamila. "Atau Bibi mau dihukum juga?"
Lucyana menggeleng, "Bibi menyingkir!"
"Tapi, Non —"
"Gak apa-apa, Bi. Nanti kalau Bibi kena juga siapa yang mau obatin luka aku," tukas Lucyana. Gadis itu masih menunjukkan senyumnya.
"Ini, Pa cambuknya." Cintya memberikan cambuk kepada Joni.
"Sini kamu!" Joni menarik Lucyana dengan keras, membuat putrinya tersungkur di lantai. Lantas dengan sekuat tenaga mengayunkan cambuk ke udara, kemudian mendaratkannya di tubuh Lucyana.
Lucyana menunduk, menyembunyikan wajahnya di lengannya, juga mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan rasa nyeri dari tindakan sang ayah. Lucyana ingin sekali berteriak, tetapi kekuatannya seolah tercabut dari tubuhnya.