Jalan berliku telah Nina lalui selama bertahun-tahun, semakin lama semakin terjal. Nyaris tak ada jalan untuk keluar dari belenggu yang menjerat tangan dan kakinya. Entah sampai kapan
Nina mencoba bersabar dan bertahan.
Tetapi sayangnya, kesabarannya tak berbuah manis.
Suami yang ditemani dari nol,
yang demi dia Nina rela meninggalkan keluarganya, suaminya itu tidak sanggup melewati segala uji.
Dengan alasan agar bisa melunasi hutang, sang suami memilih mencari kebahagiaannya sendiri. Berselingkuh dengan seorang janda yang bisa memberinya uang sekaligus kenikmatan.
Lalu apa yang bisa Nina lakukan untuk bertahan. Apakah dia harus merelakan perselingkuhan sang suami, agar dia bisa ikut menikmati uang milik janda itu? Ataukah memilih berpisah untuk tetap menjaga kewarasan dan harga dirinya?
ikuti kelanjutannya dalam
KETIKA SUAMIKU BERUBAH HALUAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02.
Nina duduk di beranda rumahnya. Seperti biasa, yang dilakukannya Hanya duduk sambil menganyam tas. Karena dia memang tak memiliki pekerjaan lain. Angin kering berhembus, membawa debu-debu halus yang menyengat mata. Nina menengadah menatap langit di kejauhan.
Langit yang kian hari terasa kian tinggi, seakan-akan mengejek Nina yang memandangnya dengan sendu. Musim kemarau seharusnya sudah berakhir. Berganti dengan musim penghujan yang mendatangkan tanah basah dan subur. Namun alam seakan enggan bersahabat. Tahun ini kemarau terasa sangat panjang. Pohon-pohon meranggas, tanah kering dan gersang. Sawah-sawah menganga, retak-retak kering, menunggu setetes air hujan yang tak kunjung tiba.
Nina merasa dadanya kian sesak. Persediaan beras sudah semakin menipis. Uang pinjaman dari BRI, yang diharapkan bisa membantu mereka bertahan hingga musim panen tiba, telah habis untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Jika hujan terus tertunda, masa tanam akan semakin terlambat, dan kehidupan mereka semakin terancam. Bayangan kelaparan dan angsuran menghantui mimpi Nina setiap malam.
“Dek, aku ditawari buat kerja di tempat Mbak Romlah. Bagaimana menurutmu?” Wito yang baru saja pulang dari kumpul-kumpul dengan tetangga, mengambil tempat duduk di depan istrinya.
“Kerja apa, Mas?” Mendengar kata pekerjaan yang akan didapatkan oleh suaminya membuat wajah Nina seketika menjadi cerah. “Tapi memangnya kamu bisa Mas? Bagaimana dengan lutut mu?” Tetapi wajah yang baru saja cerah itu, sirna seketika saat dirinya mengingat bahwa suaminya tak bisa bekerja berat.
“Aku disuruh bantu-bantu jualin dagangannya di pasar. Sama disuruh nyopir pickup nya. Itu kan nggak berat, Dek. Cuma bantu layanin pembeli. Tapi mungkin bayarannya nggak sebanyak kerja di sawah. Daripada Aku nganggur di rumah, kan lumayan bisa buat beli garam dapur nya.” Wito menjelaskan apa yang akan menjadi pekerjaannya.
Nina memang tahu kalau tetangganya yang bernama Romlah, memang pedagang di pasar sayur. Bahkan Mbak Romlah sudah memiliki kios sendiri di pasar. Kios peninggalan almarhum suaminya. Dan kabarnya dagangan Mbak Romlah memang cukup ramai.
“Kalau kamu setuju besok pagi-pagi sekali aku sudah bisa mulai kerja, Dek. Soalnya kan Mbak Romlah memang berangkat kerja pagi sekali sehabis adzan subuh.” Wito menambahkan.
“Ya aku sih setuju saja Mas. Mungkin itu bisa jadi pemasukan kita. Nggak papa lah walaupun bayarannya nggak sebesar orang kerja di sawah.”
“Kalau begitu nanti aku pergi ke rumah Mbak Romlah, ya. Aku akan ambil kerjaan itu.”
***
“Ini bayaranku hari ini, Dek.”
Wajah Nina berbinar ketika menjelang adzan Ashar suaminya pulang dan memberinya selembar uang berwarna biru.
“Alhamdulillah… terima kasih, Mas. Aku akan simpan uang ini, buat beli beras besok. Soalnya beras kita mungkin tinggal untuk makan dua hari saja.” Nina menerima uang pemberian suaminya dan segera menyimpannya. Tak lupa bergegas dia berdiri untuk mengambilkan minum untuk suaminya.
Berangkat dari rumah setelah adzan Subuh, dan baru pulang menjelang Ashar. Kalau itu bekerja di sawah hitungannya sudah satu hari penuh dan akan mendapatkan bayaran sebesar Rp100.000. tetapi saat ini pun suaminya pulang hanya dengan uang Rp50.000. Walaupun begitu Nina tetap bersyukur, apalagi suaminya mengatakan kalau pekerjaannya memang jauh lebih ringan daripada pekerjaan sawah. Dengan begitu lutut suaminya tidak akan terlalu terbebani.
***
Tanpa terasa sudah dua bulan Wito bekerja di tempat Mbak Romlah. Belakangan Wito pulang dengan membawa uang lebih banyak, karena katanya pasar Mbak Romlah sedang ramai hingga dia mendapat bonus. Kadang juga dapat tambahan uang lembur, karena Wito harus pulang sore jika di pasar benar-benar ramai.
Nina berusaha untuk selalu berhemat, uang yang diberikan suaminya tak serta merta dia habiskan, dia tabung sebagian untuk keperluan sekolah Agus.
“Tidak usah siapkan makan untukku, Dek. Buat kamu sama Agus saja. Aku sudah makan di pasar tadi,” ucap Wito ketika Nina akan menyiapkannya makan.
“Padahal aku bikin sayur asem, sambal terasi, sama goreng ikan asin kesukaanmu loh Mas.” Nina sedikit kecewa.
“Iya Dek. Maaf ya. Tadi sebelum pulang Mas benar-benar kelaparan. Makanya Mas cari makan sebelum pulang.” Wito memberikan pengertian pada istrinya.
Nina mengerti, karena memang suaminya pulang sudah sore sekali, jadi pasti kelaparan di sana.
“Jangan cuma ikan asin setiap hari Dek. Belilah juga daging ayam, supaya kamu dan Agus ada gizinya. Aku kan kerja keras buat kalian berdua.” Walaupun tidak ikut makan tetapi Wito menemani istrinya.
“Yah, Ayah. Tadi Agus belajar gambar di sekolah.” Agus datang menunjukkan buku gambarnya pada ayahnya.
“Wahh, anak ayah sudah pintar. Ayo selesaikan makannya, habis itu ayah temani belajar.” Nina merasa senang karena suaminya sangat perhatian pada dia dan anak mereka.
***
Musim panen yang ditunggu tiba. Dan kali ini Nina benar-benar bersyukur, hasil panennya benar-benar sesuai harapan sehingga dia bisa membayar angsuran di BRI tepat waktu. Selain itu saat ini mereka juga tidak lagi memiliki banyak hutang seperti sebelumnya.
Hari telah gelap. Matahari sudah tak menampakkan sinarnya sejak beberapa saat lalu. Nina menunggu suaminya dengan gelisah. Tidak biasanya suaminya pulang sampai lewat maghrib. Hujan mengguyur bumi sejak satu jam yang lalu, mungkin itulah penyebabnya.
“Ayah kok belum pulang ya Bu?” Tanya Agus yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi.
“Mungkin karena masih hujan, Nak. Pasti ayah ada di rumah Bulik Romlah,” jawab Nina. “Kamu makan saja duluan. Biar nanti Ibu makan bareng ayah.”
“Apa aku jemput saja, ya,” pikir Nina. “Mungkin Mas Wito tidak bisa pulang karena nunggu hujan reda.” Akhirnya wanita itu berdiri dan mencari payung untuk menjemput suaminya. Ini sudah hampir isya, suaminya pasti kelelahan. Kalau dia menjemput suaminya suaminya akan bisa segera istirahat di rumah.
“Agus tunggu di rumah ya, Ibu mau jemput Ayah dulu.” Tanpa menunggu jawaban dari anaknya, Nina langsung keluar menerobos hujan.
***
Lima belas menit berjalan kaki, Nina sampai juga di rumah Mbak Romlah. Pintu tertutup rapat, mungkin karena hujan. Diletakkan nya payung yang dia pegang. Bersedekap menahan hawa dingin. Nina segera mengetuk pintu. Lama sekali tak juga ada yang membukakan pintu. Tak terdengar suara apapun dari dalam, karena kalah dengan suara hujan.
Tak menyerah, Nina kembali mengetuk pintu, hingga asanya membuahkan hasil, pintu terbuka.
“Siapa sih datang malam-malam?” Seorang wanita membuka pintu sambil mengomel. Itu adalah Mbak Romlah. Yang membuat Nina tercengang sambil menutup mulutnya adalah, kondisi Mbak Romlah yang hanya berbalut handuk. Pikiran negatif langsung saja menyerbu otak Nina.
“Aku datang untuk menjemput Mas Wito. Mana mas Wito, Mbak?” Nina merangsek masuk dengan berbagai pikiran berkecamuk, karena tak nampak suaminya di ruang tamu rumah tersebut.
“Dek Romlah, siapa sih yang datang? Kok Kamu lama sekali?”
“Mas Wito…?” Nina menatap nanar melihat penampilan suaminya yang baru saja muncul dengan hanya mengenakan celana bokser dan bertelanjang dada.
“Apa ini, Mas?” Nina berjalan mendekat, dan tanpa sadar air matanya mengucur deras.
bukan parno?
buat makan aja susah, /Curse/
ternyata imun dan iman Wito tak selemah lututnya 🤭🤗
wahhhh....bagaimana kalau.....?????
nanti bisa bisa Nina cuma dikasih segitu lagi 🤔🤭