NovelToon NovelToon
Jejak Metamorfosa

Jejak Metamorfosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Menyembunyikan Identitas / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:133
Nilai: 5
Nama Author: Garni Bee

Di balik nama Alysa Kirana Putri, tersembunyi tiga kepribadian yang mencerminkan luka dan pencariannya akan kebebasan. Siapakah "Putri," anak ceria yang selalu tersenyum, namun menyembunyikan ribuan cerita tak terucapkan? Apa yang disembunyikan "Kirana," sosok pemberontak yang melawan bukan untuk menang, tetapi untuk bertahan dari tekanan? Dan bagaimana "Alysa," jiwa yang diam, berjalan dalam bayang-bayang dan bisu menghadapi dunia yang tak pernah memberinya ruang?

Ketika tuntutan orang tua, perundungan, dan trauma menguasai hidupnya, Alysa menghadapi teka-teki terbesar: apakah ia mampu keluar dari kepompong harapan dan luka menjadi kupu-kupu yang bebas? Atau akankah ia tetap terjebak dalam tekanan yang terus menjeratnya? Semua jawabannya tersembunyi dalam jejak langkah hidupnya, di antara tiga kepribadian yang saling bertaut namun tak pernah menyatu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garni Bee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tangis yang membisu

...Tangis adalah bahasa hati, memohon di dengar ditengah kebisuan dunia....

...🦋...

Hari itu, nilai ujianku turun. Aku tahu, ini pasti akan jadi masalah besar di rumah. Seperti yang kuduga, Papah langsung bereaksi keras begitu melihat nilai-nilaiku. 

"Kenapa nilai kamu bisa jelek seperti ini, hah? Kamu nggak pernah belajar? Apa kamu cuma sibuk main sama teman-teman di sekolah?!" suara Papah meninggi, membuat dadaku terasa sesak. 

Aku mencoba menjawab, "Papah, Putri udah belajar. Tapi..." 

Papah memotongku sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku.

"Jangan banyak alasan! Kalau kamu terus begini, kamu nggak akan jadi apa-apa! Anak-anak nakal itu cuma bikin kamu makin bodoh!" 

Kata-kata Papah terasa seperti pukulan keras. Anak-anak nakal? Aku tahu maksud Papah adalah teman-temanku. Tapi mereka bukan anak nakal! Mereka sahabatku, orang-orang yang selalu mendukungku. 

"Papah nggak tahu apa-apa tentang mereka!" Akhirnya aku membalas dengan suara bergetar. 

Namun, Papah tidak peduli. Dia hanya mendengus, membuang napas panjang, lalu meninggalkanku dengan pintu kamar yang ditutup keras. Aku berdiri mematung, air mata mengalir tanpa bisa kucegah. 

"Kamu diam di kamar jangan keluar-keluar. Belajar buat besok di sekolah. Entar makanan kamu biar dibawain mbok Sum. Hp kamu papah sita dulu buat satu minggu kedepan, biar kamu fokus belajar nya."  katanya sebelum pergi.

Di balik pintu yang tertutup, aku merasa seperti sendirian di dunia ini. Rasanya, tidak ada yang mengerti aku—tidak Papah, tidak Mamah, bahkan mungkin diriku sendiri. Aku menatap buku-buku pelajaran di atas meja. Huruf-hurufnya kabur, tenggelam oleh air mataku. 

Sejak saat itu, aku merasa semakin tertekan. Aku mulai kehilangan semangat untuk belajar.

...

Di sekolah teman-temanku mencoba menyemangatiku, rasanya aku tidak punya tenaga untuk mendengarkan mereka. 

“Kirana, kamu kenapa?” tanya Dinda suatu hari. “Kamu kelihatan nggak seperti biasanya.” 

Aku hanya menggeleng. “Aku nggak apa-apa,” jawabku pelan, mencoba tersenyum meski aku tahu senyum itu kosong. 

Tapi Dinda tahu aku berbohong. Dia meraih tanganku dan berkata dengan suara lembut, “Kalau ada apa-apa, kamu cerita aja, ya. Kita semua ada buat kamu Kirana.”

 

Kata-kata Dinda membuat hatiku hangat, meski hanya sekejap. Aku tahu dia tulus, dan aku tahu aku tidak sendirian. Tapi entah kenapa, aku masih merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupku. 

Malam itu, aku duduk di dekat jendela kamar, menatap langit yang gelap tanpa bintang. Dalam hati, aku bertanya-tanya, Apakah aku akan terus hidup seperti ini? Terjebak di antara harapan orang lain dan keinginanku sendiri?

Aku mengalihkan pandangan ke meja belajarku, di mana tumpukan buku pelajaran dan soal latihan menumpuk tinggi, seolah-olah menghakimiku dalam diam. Aku merasa terperangkap di antara dinding-dinding kamar ini, di mana semua orang hanya melihatku sebagai Putri yang sempurna, tanpa pernah bertanya apa yang aku inginkan.

Malam itu, aku memutuskan untuk menulis sesuatu di buku harian yang jarang aku sentuh. Aku menuliskan semua perasaan yang selama ini aku pendam, berharap bisa menemukan jawabannya.

"Aku lelah menjadi sempurna. Aku mau hidup buat diriku sendiri, walau aku belum tau gimana caranya. Tapi suatu hari nanti, aku pasti akan menemukan jalanku sendiri."

Dengan pena yang berhenti di halaman terakhir, aku menyadari bahwa ini bukan akhir. Ini adalah awal dari pencarian panjangku.

...****************...

...Sayap kupu-kupu memang tak selalu sempurna, namun ia tetap terbang membawa mimpi....

...🦋...

Hari itu, aku duduk termenung di bangku taman sekolah. Teman-temanku—Dinda, Salsa, dan Intan—segera menghampiriku. Mereka tahu ada sesuatu yang tidak beres.

 

“Kirana, kamu kenapa? Cerita dong,” bujuk Dinda sambil duduk di sampingku. 

"Iya, Kirana. Lo gak boleh murung kayak gini." Ucap Salsa.

Aku ragu-ragu, tapi akhirnya aku menceritakan semuanya—tentang nilai-nilaiku yang turun, amarah Papah, dan perasaan lelah yang selama ini kupendam. 

“Gila, deh. Capek banget rasanya jadi yang terbaik terus. Kayak nggak ada habisnya. Selalu harus lebih baik, lebih pintar. Apa sih sebenernya yang aku kejar?” tanyaku dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. 

Dinda memandangku dengan serius, lalu berkata, “Menurut aku, kamu nggak perlu jadi yang terbaik terus, Kirana. Kamu juga manusia, kamu juga butuh waktu buat istirahat. Kayak kupu-kupu, deh.”  Ucap nya ketika melihat ada seekor kupu-kupu yang hinggap di tanganku.

Aku mengernyit. “Kupu-kupu? Maksud kamu apa?” 

“Kupu-kupu itu kan nggak langsung jadi cantik, Kirana. Dia mulai dari ulat, terus jadi kepompong. Selama jadi kepompong, dia nggak bisa apa-apa, cuma diam dan menunggu. Tapi proses itu penting banget buat dia berubah jadi kupu-kupu yang cantik dan bebas,” jelas Dinda. 

Salsa mengangguk, ikut menimpali. “Iya, Kirana. Lo itu kayak kepompong sekarang. Lo lagi ngelewatin masa-masa yang berat, tapi itu bagian dari proses buat jadi lebih kuat. Lo nggak harus sempurna sekarang, karena proses itu sendiri yang bikin lo tumbuh.” 

Aku terdiam, memikirkan kata-kata mereka. Selama ini, aku selalu merasa harus sempurna, harus jadi yang terbaik. Tapi mungkin mereka benar. Aku sedang dalam proses, dan itu tidak apa-apa. 

“Jadi, kita semua itu kayak kupu-kupu, ya?” tanyaku akhirnya. 

Dinda tersenyum lebar. “Iya! Kita semua punya sayap, Kirana. Walaupun sayapnya nggak selalu sempurna, kita tetap bisa terbang dan bermimpi.” 

“Tim Kupu-Kupu, kayak nya lumayan bagus buat nama tim kita?” gumamku sambil tersenyum kecil.

“Itu nama yang bagus.”  Ucap Intan

“Setuju! Tim Kupu-Kupu!” seru Dinda dengan semangat. 

Salsa tiba-tiba mengacungkan jari kelingkingnya. “Eh, kita harus bikin janji! Kita ini bukan cuma sahabat biasa, tapi sahabat selamanya. BEST FRIENDS FOREVER!”

Aku tertawa kecil, lalu mengaitkan kelingkingku dengan mereka. “Iya, Best Friends Forever!” 

“Best Friends Forever!” kami serukan serempak, tertawa bersama. 

Hari-hari berikutnya, *Tim Kupu-Kupu* menjadi tempat kami saling mendukung dan berbagi. Filosofi kupu-kupu menjadi pengingat bahwa kami tidak perlu sempurna untuk menjadi bahagia. Kami hanya perlu terus berproses, satu langkah demi satu langkah. 

Aku merasa lebih ringan. Bersama mereka, aku tidak lagi merasa sendirian. Dan untuk pertama kalinya, aku mulai percaya bahwa aku juga berhak bermimpi dan terbang, seperti kupu-kupu yang bebas. 

1
Black Jack
wah, jalan ceritanya bikin gue deg-degan 😱
Mulyani: wahh makasih dukungan nya, jangan ragu buat kasih masukan atau sarannya ya..
total 1 replies
Kakashi Hatake
Aku selalu menantikan update dari cerita ini. Jangan sampai berhenti menulis, thor!
Mulyani: Waaaah makasih dukungan nya! Ikutin terus update nya ya..Jangan lupa juga masukan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!