NovelToon NovelToon
Sea Lovers

Sea Lovers

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:800
Nilai: 5
Nama Author: Humairah_bidadarisurga

Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.

Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.

Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8

Sea duduk di tepi tempat tidur, menggenggam ponselnya dengan erat. Peringatan Aldo tadi malam masih terngiang di telinganya.

Ia bisa merasakan bahwa Aldo bukan pria yang main-main. Tetapi di sisi lain, Sea juga bukan orang yang bisa begitu saja menyerah pada ancaman.

Riko adalah masa lalunya. Seseorang yang dulu selalu ada untuknya.

Apakah salah jika ia hanya ingin berbicara?

Sea menarik napas panjang, lalu mengetik pesan.

Sea: Aku akan datang, tapi hanya sebentar.

Tidak butuh waktu lama, Riko langsung membalas.

Riko: Baik, aku akan menunggumu.

Sea menatap dirinya di cermin. Apakah ia terlihat seperti seseorang yang akan berbuat salah?

Ia hanya ingin memastikan bahwa kehidupannya sekarang memang pilihan yang benar.

Tanpa berpikir panjang, ia mengambil tas dan keluar dari kamar. Tetapi langkahnya terhenti saat ia melihat sosok Aldo yang sudah berdiri di ruang tamu, menatapnya dengan ekspresi tajam.

“Kamu mau ke mana?” tanyanya dengan nada yang tidak bisa ditebak.

Sea berusaha terlihat tenang. “Aku hanya ingin keluar sebentar.”

Aldo melipat tangannya di dada. “Dengan siapa?”

Sea menelan ludah. “Sendiri.”

Aldo mendekat, menatapnya dengan mata tajam. “Jangan bohong.”

Sea menghela napas panjang. “Aku hanya ingin bertemu Riko sebentar. Dia temanku, Aldo.”

Aldo tersenyum tipis, tetapi matanya tetap dingin. “Aku sudah memperingatkanmu, Sea.”

Sea merasa kesabarannya hampir habis. “Aldo, kita sudah sepakat bahwa pernikahan ini hanya formalitas. Kamu tidak punya hak untuk mengaturku.”

Aldo menatapnya tanpa berkedip. Kemudian, ia berkata dengan nada yang begitu tenang, namun menusuk, “Aku tidak mengaturmu, Sea. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tahu tempatmu.”

Sea merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.

“Apa maksudmu?”

Aldo berjalan mendekat, hingga hanya beberapa inci memisahkan mereka.

“Kamu istriku sekarang,” suaranya begitu pelan, tetapi penuh ketegasan. “Dan aku tidak ingin ada pria lain yang ikut campur dalam hidupmu.”

Sea menegakkan punggungnya, mencoba untuk tidak terintimidasi.

“Kamu tidak bisa mengurungku, Aldo.”

Aldo tersenyum, kali ini lebih lembut. Tetapi tangannya terangkat, menyentuh dagu Sea dengan gerakan yang membuatnya merinding.

“Aku tidak mengurungmu,” bisiknya. “Aku hanya ingin kamu mengerti bahwa sejak malam itu, sejak kita membuat kesepakatan ini… aku satu-satunya pria yang berhak ada dalam hidupmu.”

Sea menahan napas. Ada sesuatu dalam tatapan Aldo yang membuatnya sulit untuk melawan.

Dan yang lebih mengkhawatirkan… bagian dari dirinya mulai mempertanyakan apakah ia benar-benar ingin melawan.

Sea menatap Aldo dalam diam. Tangannya masih berada di dagunya, hangatnya begitu terasa, seolah mengikatnya dalam cengkeraman tak kasatmata.

"Aku bukan milik siapa pun," bisik Sea, meski suaranya terdengar lebih lemah dari yang ia harapkan.

Aldo tersenyum miring, seakan menemukan sesuatu yang menarik dalam ketegangan di antara mereka. “Bukan milik siapa pun?” ulangnya pelan. “Tapi bukankah sekarang kamu tinggal di sini, memakai semua fasilitasku, dan menyandang namaku sebagai istrimu?”

Sea terdiam. Ia ingin membantah, tapi Aldo benar.

“Aku bisa pergi kalau kamu menganggapku beban,” akhirnya ia berkata.

Ekspresi Aldo berubah seketika. Jemarinya yang tadi menyentuh dagu Sea turun, lalu tanpa peringatan, ia menggenggam pergelangan tangannya erat.

"Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi semudah itu?"

Sea menelan ludah. “Kita hanya menikah di atas kertas, Aldo.”

Aldo mendekat, membuat Sea nyaris menempel ke dinding. “Tapi kamu juga tahu, Sea, bahwa batasan itu semakin kabur, bukan?”

Sea merasakan napas Aldo yang begitu dekat. Ada kilatan dalam matanya, sesuatu yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari seharusnya.

“Apakah itu yang kamu takutkan?” tanya Aldo, suaranya lebih rendah, lebih mengintimidasi.

Sea tidak menjawab. Ia tidak ingin mengakuinya, tetapi memang ada ketakutan di hatinya—bukan karena Aldo, melainkan karena dirinya sendiri.

Ia takut bahwa jika ini terus berlanjut, ia tidak akan bisa lagi menyangkal bahwa pria ini mulai mengacaukan perasaannya.

Aldo memerhatikan ekspresinya dengan saksama, lalu ia melepaskan genggaman di tangan Sea dan mundur selangkah. “Kalau kamu masih ingin pergi, silakan,” katanya akhirnya. “Tapi ingat satu hal, Sea. Aku tidak akan menjamin bahwa aku akan tetap sebaik ini jika kamu mulai membuatku kehilangan kesabaran.”

Ada sesuatu dalam nada suara Aldo yang membuat Sea mengurungkan niatnya.

Perlahan, ia meletakkan tasnya kembali di meja.

Aldo menatapnya sebentar sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu. “Aku akan pergi ke kantor,” katanya sebelum melangkah keluar.

Sea tetap berdiri di tempatnya, merasakan dadanya sesak oleh emosi yang bercampur aduk.

Satu hal yang pasti—ia tidak bisa terus seperti ini.

Tapi anehnya, ia juga tidak bisa membayangkan meninggalkan Aldo begitu saja.

Dan itu yang paling membuatnya takut.

Sea duduk di sofa dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Kata-kata Aldo masih menggantung di kepalanya.

"Batasan itu semakin kabur."

Ia tahu sejak awal bahwa pernikahan ini hanyalah formalitas, kesepakatan yang tidak melibatkan perasaan. Tapi mengapa sekarang semuanya terasa jauh lebih rumit?

Sea meremas ujung bajunya, mencoba menenangkan pikirannya. Ia butuh udara segar. Dengan langkah ringan, ia menuju balkon, membiarkan angin malam menyapu wajahnya.

Dari kejauhan, ia bisa melihat gemerlap kota yang tak pernah tidur. Mobil-mobil melintas di jalanan, orang-orang sibuk dengan kehidupan mereka.

"Apakah aku masih bisa memiliki hidupku sendiri?" pikirnya.

Tapi sebelum ia bisa larut dalam pikirannya sendiri, suara pintu apartemen terbuka.

Aldo telah kembali.

Pria itu tampak lelah, dasinya sudah dilepas, dan lengan kemejanya tergulung hingga siku. Sea mengamati ekspresinya sekilas—dingin, seperti biasa, tetapi ada sedikit kelelahan yang tersirat di matanya.

"Kamu belum tidur?" tanya Aldo, berjalan ke dapur dan menuangkan segelas air.

Sea menggeleng. "Aku tidak bisa tidur."

Aldo menatapnya sebentar, lalu meneguk airnya perlahan. "Apa yang mengganggu pikiranmu?"

Sea menggigit bibirnya, ragu apakah ia harus jujur atau tidak.

"Kenapa kamu menikahiku?" akhirnya ia bertanya.

Aldo meletakkan gelasnya di meja. Ia menatap Sea dengan tatapan yang sulit ditebak. "Aku sudah menjawab pertanyaan itu sebelumnya, Sea."

"Karena kamu harus menikah dalam tiga hari," ujar Sea, mengingat apa yang pernah dikatakan Aldo. "Tapi… kenapa aku?"

Aldo mendekat. "Karena kamu adalah pilihan yang paling masuk akal."

Jawaban itu membuat Sea sedikit kecewa, meskipun ia sendiri tidak tahu mengapa.

"Jadi, aku hanya pilihan yang praktis?"

Aldo mengangkat alis. "Bukankah kita sudah sepakat sejak awal? Tidak ada perasaan di antara kita, hanya perjanjian."

Sea terdiam.

Ia tahu itu. Ia tahu sejak awal. Tapi mengapa dadanya terasa sedikit sesak mendengar kata-kata itu?

Melihat Sea yang tiba-tiba diam, Aldo menghela napas. "Tapi, kalau kamu bertanya kenapa aku tidak memilih orang lain..."

Sea menatapnya, menunggu kelanjutannya.

Aldo tersenyum kecil. "Mungkin karena kamu membuatku penasaran."

Sea mengerutkan kening. "Penasaran?"

Aldo melangkah lebih dekat, hingga hanya beberapa inci memisahkan mereka. "Ya. Kamu berbeda dari perempuan lain yang pernah kutemui."

Sea tidak tahu harus mengatakan apa.

Mata Aldo menatapnya tajam, dan untuk pertama kalinya, Sea merasa jantungnya berdebar lebih cepat.

"Aku ingin tahu sampai sejauh mana kamu bisa menghadapiku," lanjut Aldo, suaranya terdengar lebih rendah.

Sea merasa tenggorokannya mengering. Ia ingin mundur, tapi entah kenapa kakinya tetap diam di tempat.

Aldo mengangkat tangannya, jemarinya menyentuh dagu Sea, mengangkat wajahnya sedikit.

"Lalu, bagaimana denganmu?" tanyanya pelan. "Apa kamu mulai goyah, Sea?"

Sea menahan napas. Ia ingin menyangkal. Ia ingin berkata bahwa ia masih sama seperti dulu, bahwa tidak ada yang berubah.

Tapi lidahnya kelu.

Karena jauh di lubuk hatinya, ia tahu—Aldo benar.

Batas itu memang semakin kabur.

Dan ia tidak yakin apakah ia masih bisa mengendalikannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!