NovelToon NovelToon
Antara Takdir Dan Pilihan

Antara Takdir Dan Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

"Tolong maafkan aku waktu itu. Aku nggak tahu bakal kayak gini jadinya," ucap Haifa dengan suara pelan, takut menghadapi tatapan tajam Nathan. Matanya menunduk, tak sanggup menatap wajah pemuda di depannya.

Nathan bersandar dengan tatapan tajam yang menusuk. "Kenapa lo besoknya nggak jenguk gue? Gue sakit, dan lo nggak ada jenguk sama sekali setelah hari itu," ucapnya dingin, membuat Haifa semakin gugup.

Haifa menelan ludah, tangannya meremas ujung pasmina cokelat yang dikenakannya. "Plis maafkan aku... aku waktu itu lagi di luar kota. Aku beneran mau jenguk kamu ke rumah sakit setelah itu, tapi... kamunya udah nggak ada di sana," jawabnya dengan suara gemetar, penuh rasa bersalah.

mau kisah selengkapnya? ayo buruan bacaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

cemoohan netizen

Haifa masuk ke kelas dengan langkah ragu. Pikirannya kalut, takut jika foto yg dia upload di instagram di pondok pesantren sampai jadi bahan pembicaraan teman-temannya. Ia duduk di kursinya, membuka buku, mencoba terlihat tenang meski hatinya masih gelisah.

“Hei, Ifa!” suara Maya langsung menyergap dari samping, penuh semangat seperti biasa. “Kemarin kamu ke pondok pesantren Al-Ihsan, kan? Ngisi seminar?”

Haifa tersentak, berusaha tetap kalem. “Iya... aku ke acara.” Suaranya terdengar datar.

Maya semakin mendekat dengan mata berbinar. “Gimana? Gus Zayn beneran seganteng yang dibilang orang? Deket nggak kamu sama dia waktu di sana?” tanyanya dengan nada penasaran, tak memberi Haifa kesempatan berpikir.

Haifa menghela napas panjang. “Iya, ganteng sih... tapi dia dingin banget, kayak kulkas 7 pintu.”

Maya membulatkan mata, nyaris berteriak, “Aaa! Jadi emang bener Gus Zayn ganteng menurut Haifa Az-Zahra yang biasanya anti puji-puji cowok!”

“Ssst! Diam, May!” Haifa buru-buru memandang sekeliling, memastikan tak ada yang mendengar. “Ntar orang pada salah paham. Dikira aku suka sama dia lagi,” desisnya dengan wajah tegang.

Maya menutup mulutnya dengan tangan, matanya tetap berbinar penuh godaan. “Oke, oke... tapi ngomong-ngomong, tipe cowok kamu tuh kayak gimana sih? Kayak Gus Zayn bukan? Atau... jangan-jangan kamu naksir dia?” godanya, kali ini dengan suara lebih pelan.

Haifa meremas buku di tangannya, berusaha tetap tegar meski pipinya memanas. “Udah, May! Aku nggak mikirin soal jodoh sama sekali. Jadi, mending kita fokus belajar!”

Maya tersenyum miring, jelas tak sepenuhnya percaya, tapi memilih tak memperpanjang. Tepat saat itu, dosen masuk ke kelas, membawa kelegaan bagi Haifa.

Namun, bahkan saat pelajaran dimulai, pikiran Haifa tetap berkecamuk. Kenapa aku nggak bisa berhenti mikirin dia? Kenapa aku malah terus teringat semua kata-katanya?

......................

Bel istirahat berbunyi, suasana kelas segera riuh dengan suara teman-teman yang bersiap keluar. Maya langsung menghampiri Haifa yang masih sibuk merapikan catatannya.

“Haifa, yuk ke kantin!” ajaknya dengan semangat khas seorang ekstrovert.

Sebelum Haifa sempat menjawab, seorang gadis berambut ikal mendekat dengan senyum malu-malu. “Ifa, ikut ke kantin bareng yuk. Aku Rina,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Haifa menerima uluran itu dengan ramah. “Oh, Rina. Aku Haifa.”

Maya langsung menyambar dengan gaya cerianya. “Ya ampun, Ifa! Semua orang udah tau kali kalau kamu tuh Haifa,” ujarnya sambil tertawa.

“Hehe iya, Fa,” sahut Rina dengan sedikit canggung. “Aku tuh dari kemarin-kemarin sebenarnya pengen kenalan sama kamu, tapi...”

“Tapi dia malu, nggak pede buat nyapa orang terpandang kayak kamu,” potong Maya dengan nada bercanda.

Haifa terkekeh ringan. “Yaa Allah, kenapa mesti insecure? Kita itu semua sama, nggak ada yang membedakan selain ketakwaan,” ucapnya dengan tulus.

Rina tersenyum lega. “Makasih, Fa. Kamu baik banget.”

Maya mengangguk setuju. “Makanya, Rina, jangan sungkan-sungkan lagi ya. Sekarang kita temenan!”

Percakapan mereka mengalir dengan hangat, meninggalkan rasa nyaman di hati Rina. Di tengah tawa yang menggema, Haifa merasa semakin bersyukur dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang apa adanya.

......................

Kampus Lain – Suasana yang Memanas

Di sudut kantin kampus, Nathan tengah serius menelusuri Instagram seseorang. Matanya fokus pada layar ponselnya, hingga tanpa sadar dia bergumam, "Haifa Az-Zahra Harashta... influencer, brand ambassador Az-Zahra. Wih, jauh banget level gue."

Suara lirihnya ternyata tertangkap oleh Cleo, pacarnya, yang tiba-tiba sudah bergelayut di lengannya. "Kamu ngapain, Beb?" tanya Cleo dengan nada manja namun penuh rasa ingin tahu.

Nathan refleks mengunci layar ponselnya, "Nggak ada apa-apa kok. Cuma liat Instagram doang."

"Instagram siapa?" tuntut Cleo, wajahnya berubah serius.

"Nggak penting." Nathan mencoba bersikap santai, meski jelas terlihat gugup.

Namun Cleo yang sensitif langsung menyadari ada yang tidak beres. "Haifa Az-Zahra? Kamu ngestalk dia? Ngapain?" tanyanya histeris, nada suaranya meninggi.

"Nggak ada maksud apa-apa, Beb, cuma penasaran aja."

Wajah Cleo mengeras, bibirnya bergetar menahan emosi. "Aku kurang cantik? Kurang seksi? Kurang apa sampai kamu malah nge-stalk cewek lain?"

"Ssst... Beb, jangan kencang-kencang ngomongnya," bisik Nathan, panik. "Nanti orang jadi dengar."

Seolah tak peduli, Cleo melipat tangannya di dada. "Apa aku harus takut? Biar semua orang tahu kalau pacarku kepo sama cewek lain?"

Tiba-tiba Nevano, kakak Cleo sekaligus sahabat Nathan, muncul dengan santai membawa segelas kopi. "Hei, kalian ribut apaan sih?" tanyanya santai, seakan tak menyadari ketegangan yang menggantung di udara.

"Ini nih Kak, Nathan stalking Instagram Haifa Az-Zahra," sembur Cleo dengan nada tajam.

Nevano terkekeh, "Haifa? Selebgram yang matanya biru kayak orang Timur Tengah itu?"

"Ih! Kok Kakak malah muji dia sih?" Cleo melotot, jelas tak terima.

"Nggak salah dong jujur. Haifa memang cantik. Ngapain lo cemburu gitu, Adik?" jawab Nevano sambil mengacak rambut Cleo.

Dengan mendengus kesal, Cleo bergegas pergi. "Rambut aku jadi berantakan!" protesnya sebelum menghilang ke kamar mandi.

Nevano menoleh ke Nathan dengan senyum nakal. "Lo kenapa sih kepo sama Haifa? Jangan-jangan lo ada rasa sama spek cewek kayak dia?" godanya.

Nathan menggeleng, berusaha tenang. "Nggak gitu. Gue cuma penasaran. Lo tau kan, Gus Zayn lagi ramai diomongin netizen karena kemarin Haifa isi seminar di pondok bokapnya."

Nevano mengangkat alis. "Terus?"

Nathan tertawa kecil, meski samar ada perasaan aneh menyelinap di hatinya. "Pas Zayn mau ngasih mik ke Haifa, eh jamaah malah bikin video jedag-jedug. Lucu aja."

Nevano ikut terkekeh. "Wah, dramanya kayak sinetron, bro."

Namun di dalam hatinya, Nathan tak bisa sepenuhnya menertawakan cerita itu. Entah kenapa ada kecemburuan samar yang menusuk dadanya—sesuatu yang bahkan belum bisa dia pahami sepenuhnya.

......................

Pelarian Malam Haifa

Sore yang mulai meredup menyelimuti kampus saat Haifa melangkah ke arah parkiran. Pak Jek, sopir pribadinya, sudah setia menunggu di dekat mobil.

"Huhh... hari yang melelahkan," keluh Haifa dengan nada penuh kelelahan.

"Sore, Non," sapa Pak Jek ramah.

"Sore, Pak," jawab Haifa sambil tersenyum tipis.

"Capek, ya?" tanyanya penuh perhatian.

Haifa mengangguk pelan. "Capek banget, Pak. Apalagi setelah seminar kemarin, banyak yang ribut soal itu."

Pak Jek mengangguk penuh pengertian. "Yang sabar ya, Non. Netizen memang suka sok tahu soal urusan orang lain."

Haifa hanya menghela napas, mencoba menerima nasihat itu meski hatinya masih terasa berat.

---

Malam harinya, Haifa merebahkan tubuh di atas kasur, rasa bosan mulai menjalar. Pikiran tentang seminar kemarin dan perbincangan netizen masih bergelayut di benaknya.

"Ya Allah, bosan banget...," gumamnya sambil memandang langit-langit kamar.

Tiba-tiba sebuah ide menyentak pikirannya. "Aha! Jalan-jalan aja, ah!" Seruan itu disambut antusias dirinya sendiri.

Tanpa banyak berpikir, Haifa mengganti pakaian dengan cepat dan bersiap keluar rumah tanpa sepengetahuan siapa pun. Di halaman, Pak Jek terlihat tertidur di kursi dekat gerbang.

"Alhamdulillah, Pak Jek tidur," bisiknya lega.

Dengan langkah hati-hati, dia membuka gerbang dan melangkah keluar. Angin malam menyambut wajahnya, membawa aroma kebebasan yang lama dirindukan. "Wih, aku bebas!" katanya dengan semangat pelan.

Haifa memesan transportasi online dan memutuskan menuju sebuah restoran mewah di Malang. Setibanya di sana, suasana elegan menyapa—lampu-lampu remang dan musik lembut menciptakan atmosfer yang menenangkan.

"Tempatnya lumayan juga," gumamnya sambil memilih tempat duduk.

Namun seperti biasanya, kehadirannya tak luput dari perhatian pengunjung. Beberapa orang mengenalinya dan menghampiri dengan wajah penuh kekaguman.

"Maaf Kak Haifa, boleh foto bareng?" tanya seorang gadis remaja dengan mata berbinar.

"Tentu," jawab Haifa dengan senyum lembut yang khas. Meski lelah, dia tetap ramah melayani permintaan itu.

"Haifa Az-Zahra ya? Masya Allah, cantik, ramah, sholehah lagi," bisik salah satu pengunjung.

Haifa hanya tersenyum tipis. Popularitas ini adalah ujian yang harus dia hadapi dengan kesabaran. Meski terkadang merindukan kebebasan tanpa sorotan, dia tahu ada tanggung jawab besar yang melekat pada dirinya.

Saat malam semakin larut, Haifa memandang kota Malang yang gemerlap dari jendela restoran. Dalam diam, dia berdoa agar selalu diberi kekuatan untuk menjalani setiap ujian kehidupan—baik sebagai seorang gadis biasa maupun sosok yang dikagumi banyak orang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!