Cerita ke-tiga Aya, lanjutan dari kisah anaknya Verix sama Natusha. Entah kalian bakalan suka atau enggak.
Intinya selamat membaca ....
- - - -
“NENEK BENAR-BENAR SUDAH GILA!”
Teriak seorang perempuan berusia 22 tahun dengan amarah yang menggebu-gebu. Keduanya tangannya terkepal hingga gemetar.
“AKU INGIN MENIKAH DENGAN PRIA YANG TIDAK SEUMURAN DENGANKU!” lanjutnya sembari membanting beberapa buku yang dipegangnya ke lantai.
Sedangkan sang Nenek terlihat santai seraya meminum tehnya tanpa peduli pada cucu perempuannya sama sekali.
Ingin tahu alasan perempuan muda itu marah?
Ayo kita jelaskan satu-satu.
Serenity Belatcia, nama perempuan berusia 22 tahun yang sedang marah-marah itu.
Serenity marah, ia di paksa menikah oleh sang Nenek dengan lelaki berusia 27 tahun, yaitu Valter Edelwin.
Alasan sang Nenek cuma satu, yaitu ‘ingin melihat sang cucu bahagia dengan memiliki suami’.
Tapi bahagia apanya?
Justru Serenity tidak suka dengan pola p
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendi 20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin melakukannya lagi?
Serenity menggeleng cepat.
“Maka berhentilah melakukan hal ini.” titah Valter setelah Serenity berdiri dengan baik.
Plak!
Secara kasar Serenity menarik tangannya dan menepis tangan Valter cukup kasar. “Kenapa aku harus menuruti perkataanmu?”
Tidak ada tanggapan dari sang empu. Hanya tarikan kecil yang Serenity dapatkan.
“He—hei, apa yang kau lakukan?!” hardik sang wanita dengan kernyitan bingung yang kentara pada dahi, karena Valter tiba-tiba menarik dan membawanya keluar dari kamar mandi.
Sama halnya dengan tadi, Valter tidak menanggapi sama sekali, ia terus saja menarik Serenity ke arah ranjang.
“Ganti bajumu sekarang.” titah Valter seraya melepaskan tangan Serenity.
Serenity menatap wajah Valter dengan tatapan sedikit tajam, ia usap pergelangan tangannya yang baru disentuh oleh Valter. “Ini terserahku, mau ganti baju atau tidak.”
Serenity membulatkan mata, bersamaan dengan nafasnya yang ia tahan saat Valter tiba mendekatkan wajah tampannya ke wajah cantiknya.
“Memangnya kau ingin aku yang mengganti bajumu?” tukas Valter, setengah berbisik.
Deg!
Deg!
Deg!
Oho~
Debaran jantung Serenity terdengar. Pipinya sedikit memerah, membuatnya menoleh ke arah lain, untuk menghindari tatapan pria tersebut.
“Ti—tidak, a—aku bisa menggantinya sendiri,”
Valter lantas menjauhkan diri. Tangan kanan dengan urat-urat menonjol itu meraih handuk berwarna putih yang ia sediakan sedari tadi pada ranjang. Lalu, menyerahkan handuk tersebut untuk Serenity.
“Keringkan tubuhmu itu.”
Serenity lekas mengambil handuk itu dengan sedikit kasar, kemudian berbalik dan melangkahkan kaki menjauh dari sana tanpa sepatah katapun.
“Kau ingin pergi kemana?”
Serenity berhenti saat itu juga.
“Ganti bajumu disini.” titah Valter, sembari duduk ditepi ranjang.
“Kenapa?”
“Kau bisa mati di dalam sana.”
Serenity mengepalkan tangan mendengar perkataan Valter barusan. Rasa kesal tiba-tiba datang tanpa diminta. Ingin sekali ia menjawab pertanyaan sang suami, namun entah kenapa ia tidak ingin berdebat sekarang.
“Baiklah. Jika itu maumu, akan aku ganti pakaianku disini.”Serenity berbalik dan berjalan menuju ranjang dengan wajah kesal. Handuk putih yang ia pegang ditaruh di samping Valter. Kemudian membuka baju dihadapan Valter.
“Kenapa kau—
“Kita pernah ‘melakukan itu’, bukan?”
Ya, Valter dan Serenity pernah melakukan hal itu saat malam, setelah acara pernikahan mereka telah usai.
Namun, mereka melakukannya karena kesalahan semata, dimana Serenity hilang kesadaran akibat obat perangs*ng yang diberikan oleh temannya sendiri, karena teman Serenity memberikan sebuah jus yang dicampurkan dengan obat perangs*ng.
“Kau pernah melihat semua lekuk tubuhku, tanpa terkecuali.” lanjut Serenity, terdengar cukup frontal.
“Yang kita lakukan hanyalah sebuah kesalahan semata.” balas Valter, mengundang kernyitan dari wanita itu.
“Bagaimana jika kita melakukannya lagi?”
Valter sedikit melebarkan mata mendengar perkataan Serenity. Bisa ia lihat tatapan berani dari wajah sang istri.
“Hah ... omong kosong apa ini?” jawab Valter seraya menyunggingkan senyum sambil menutupi wajah menggunakan tangan kanan.
“Aku tidak mengatakan omong kosong. Kali ini aku mengizinkanmu untuk menyentuh semua anggota tubuhku.”
“Tanpa terkecuali?”
“Ya, tanpa terkecuali.”
Valter menyipitkan mata mendengar jawaban Serenity. Dapat ia lihat wajah wanita itu tanpa ragu sama sekali. Seolah tidak mengatakan kebohongan apapun.
“Valter ....”
Deg ....
“Sudah lama aku tidak memanggilmu seperti itu, bukan?” ujar Serenity, berjalan mendekati pria itu.
Ini pertama kalinya Serenity memanggil nama Valter.
Tubuh Serenity yang hanya menggunakan celana dalam dan bra itu terlihat begitu jelas dimata Valter.
“Bagaimana jika kita melakukannya lagi?”
“Jangan mengatakan omong kosong, dan cepatlah ganti bajumu.” jawab Valter, sembari membuang pandangan ke arah lain.
“Aku tidak mengatakan omong kosong. Aku ‘ingin melakukan itu denganmu’.” katanya, meraih pipi pria itu.
“Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”
“Karena aku sudah mulai terjebak.”
“Terjebak?”
“Ya. Aku mulai terjebak, ke dalam perasaan ini ... aku benar-benar membencimu, tapi kenapa aku selalu berdebar saat kau memperlakukanku dengan baik seperti ini?”
Valter terdiam sejenak. “Entahlah. Aku tidak tahu.” kata Valter, sebelum menarik pinggang ramping Serenity, hingga ia terkejut.
“Va—Valter ...!” Serenity membulatkan mata saat Valter tiba-tiba mengecup belahan dadanya.
“Serenity, kenapa kau sangat berani?” bisiknya pada telinga Serenity. “Apa kau benar-benar ingin melakukannya lagi?”
Glek!
Serenity menelan saliva melihat tatapan intens Valter. Ia mengerti apa tatapan pria itu. “Te—tentu saja aku siap.”
Valter menaikkan alis. “Sepertinya kau masih ragu untuk melakukannya denganku.” ujar Valter, meraih tengkuk leher wanita itu.
“Aku hanya akan mencium bibirmu saja.”
Cup.
Bersambung.
Gak bisa di-tag, soalnya kudu se-fl dulu, baru bisa di-tag.