"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Sonia
Sonia merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur, selesai pergi makan dan belanja di mall, Sean mengantarkan Sonia kembali ke rumah. Rumah Sonia yang ada di Bandung sudah dijual karena tidak ada yang akan menempati, jadi selama di Bandung, mereka tinggal di rumah Sean.
Selama di Bandung, Sean disibukkan dengan pekerjaannya, dia bahkan tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar berbincang dengan Sonia. Selama di Bandung Sonia merasakan kelegaan karena dia tidak harus disiksa dengan alat-alat mengerikan itu lagi, hanya saja mendapat kekerasan dari Sean masih sering. Terkadang jika mood Sean lagi buruk, pasti Sonia lah yang akan menjadi sasaran amarahnya.
Sean meeting dengan beberapa CEO perusahaan besar di Bandung untuk mengembangkan bisnis mereka, salah satu CEO itu adalah Vanno. Meeting berjalan dengan lancar, semua tidak ada kendala dan kerjasama terjalin dengan baik.
20 menit setelah meeting, Sean bergegas menuju rumahnya, entah kenapa dia begitu merindukan Sonia. Di jalan Sean membelikan martabak mini dengan berbagai macam rasa untuk Sonia, istrinya begitu menyukai jajanan pasar seperti itu dari pada cemilan yang ada di mall. Sean mengantri untuk membeli martabak, dia membeli cukup banyak sekalian untuk satpam, sopir dan juga pelayan di rumahnya. Sean duduk di bangku yang sudah disediakan oleh tukang martabak sambil memainkan ponselnya.
"Sean." Di tengah kesibukannya, Sean dipanggil oleh Nila, Sean memutar bola matanya malas dan enggan menjawab panggilan Nila. Dia kembali fokus memainkan ponselnya hingga Nila duduk di sampingnya.
"Gimana kabarmu nak? Bagaimana dengan istrimu? Apa dia sudah hamil?" Tanya Nila membuka pembicaraan dengan Sean.
"Kami baru menikah dua bulan, kenapa harus cepat-cepat punya anak, kami masih ingin quality time berdua." Jawab Sean datar tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih itu, Nila sama sekali tidak tersinggung dengan sikap Sean karena memang dari awal Nila menjadi istri Endro, dia selalu mendapatkan perlakuan tak mengenak kan dari Sean.
"To the point saja Sean, mama kesini—"
"Kau bukan mamaku, jadi berhenti memanggil dirimu sendiri dengan sebutan mama jika bicara denganku." Potong Sean yang sekarang menatap tajam ke arah Nila.
"Oke baiklah, saya kesini hanya ingin bilang sama kamu, tolong jauhkan istrimu dari suamiku, aku tidak mau wanita jalang itu mendekati suamiku lagi." Sean tersinggung saat Nila mengatakan bahwa istrinya jalang. Hanya dia saja yang boleh memaki Sonia namun ketika orang lain ikut menghina, dia akan sangat marah dan tersinggung.
"Kau bilang apa? Jalang? Apa kau tidak salah? Yang jalang itu dirimu Nila, kau berselingkuh dengan tua bangka itu sedangkan kau tau kalau dia sudah memiliki istri dan istrinya masih hidup. Jangan beri gelar dirimu pada orang lain, harusnya kau malu. Kau pikir istriku mau dengan si tua bangka itu? Kau sangat salah, dia sudah bahagia dan dia sangat mencintaiku. Jadi kau saja yang menjaga suamimu agar tidak mengganggu istriku." Marah Sean pada Nila, tangannya sudah mengepal seakan siap menonjok wajah Nila.
"Kau itu tidak tau apa-apa tentang istrimu Sean, jadi jangan terlalu mempercayainya. Istrimu itu suka selingkuh, jadi kau harus berhati-hati."
"Pergi dari sini sebelum aku menamparmu."
"Baik aku akan pergi tapi ingat perkataanku Sean, istrimu itu tidak sebaik yang kau pikirkan." Nila memasuki mobilnya dan meninggalkan Sean yang kini larut dalam pikiran buruknya mengenai Sonia.
"Ini pesanannya mas." Kata tukang martabak pada Sean sambil memberikan pesanan Sean.
"Ini uang nya, kembaliannya ambil saja." Sean segera memacu mobilnya menuju rumah, sekarang sudah hampir maghrib, dia tidak mau kena macet di jalan.
30 menit di perjalanan, akhirnya Sean sampai, dia memasuki rumah dan mencari keberadaan Sonia. Sudah mencari ke seluruh ruangan, istrinya tetap tidak ada.
"Sonia dimana?" Tanya Sean pada Rani.
"Nyonya keluar dari jam 4 sore tadi tuan."
"Pergi kemana? Sama siapa?"
"Saya tidak tau tuan, nyonya hanya bilang keluar sebentar saja, dia tidak bilang kemana dan nyonya pergi menggunakan taksi online."
"Ya sudah, kamu boleh pergi." Rani kembali melakukan pekerjaannya.
"Aarrgghhh" Geram Sean, "berani sekali Sonia pergi tanpa izin dariku. Kemana dia? Dia pikir dengan aku sudah berbaik hati tidak menyiksanya, dia bisa seenaknya begini." Sean sudah tidak bisa membendung lagi emosinya pada Sonia, Sean memasuki kamar dan membersihkan dirinya , Sean memilih untuk menunggu Sonia pulang dari pada harus mencari istrinya itu, dihubungi pun tidak bisa karena Sean sendirilah yang melarang Sonia menggunakan ponsel.
Pukul 20.30 Sonia baru kembali ke rumah, dia berjalan memasuki rumah dengan perasaan takut dan cemas, sudah dipastikan jika Sean akan memukulnya kali ini. Saat memasuki rumah, dia tidak melihat siapapun, dia bergegas memasuki kamarnya berharap malam ini dia tidak bertemu dengan Sean.
Sonia bernafas lega saat sampai di kamarnya, dia segera mandi dan mengenakan piyama tidur. Hari ini sangat melelahkan bagi Sonia dan sangat menguras emosi lantaran dia harus cekcok dengan Nila dan hampir dicelakai oleh Nila. Sonia baru saja memejamkan matanya untuk istirahat, lalu tangan tegas tiba-tiba menarik kuat rambutnya hingga kepalanya terasa sangat sakit.
"Aduh Sean, sakit." Ringis Sonia.
"Darimana kamu?" Tanya Sean emosi dengan terus menjambak kuat rambut panjang Sonia.
"Aku keluar jalan-jalan saja, aku bosan di rumah dan sekalian aku mampir ke makamnya Angel."
"Jangan bohong."
"Demi Allah Sean, aku nggak bohong."
"Kenapa kau tidak bilang pada pelayan atau siapapun yang ada di rumah ini kau itu kemana hah?"
"Aku sengaja tidak bilang karena memang aku hanya ingin keluar sebentar saja. Mumpung lagi di sini, aku ke makamnya Angel dan bertemu dengan Bu Nila." Sean melepaskan jambakannya dari rambut Sonia.
"Dia mengganggumu?"
"Tidak, dia hanya bicara sebentar denganku lalu pergi." Bohong Sonia pada Sean, karena sebenarnya tadi dia memang hanya berniat keluar jalan-jalan, semenjak di Bandung, dia belum pernah nyekar ke makam Angel, jadi sekalian dia kesana, di sana Nila bertemu dengan Sonia karena memang dia mengikuti Sonia.
"Mati kamu Sonia." Nila tiba-tiba mencekik leher Sonia hingga wanita itu sulit bernafas. Sonia berusaha lari namun ditahan oleh Nila dan dua orang anak buahnya.
"Mau apa ibu?" Tanya Sonia yang saat ini dipegang oleh dua orang suruhan Nila.
"Memberi peringatan untukmu Sonia Kau hanya benalu dalam hidupku."
"Apalagi salahku padamu? Aku tidak pernah mengganggumu selama enam tahun ini, aku sudah benar-benar pergi dari hidupmu."
"Lalu kenapa kau kembali lagi dengan menjadi istri Sean? Kau sengaja ingin mendekati dan merebut harta suamiku?"
"Haha aku tidak butuh harta suamimu, bagiku Sean sudah cukup dan aku bukan bonekamu bu, aku bebas menentukan jalan hidupku sendiri, dan perlu kuingatkan padamu bahwa aku sama sekali tidak memiliki hubungan dengan suamimu itu." Nila menampar kuat kedua pipi Sonia berkali-kali hingga darah keluar dari sudut bibirnya. Sonia berusaha untuk kabur dari Nila dan akhirnya berhasil, dia lari sekuat tenaga dan sesampainya di jalan raya dia bertemu dengan Vanno. Vanno yang melihat Sonia lari ketakutan segera menghampirinya, Sonia tanpa berpikir panjang segera berlindung di belakang tubuh tegap Vanno.
"Kamu kenapa Son?" Tanya Vanno.
"Aku dijahatin sama orang, tolong anterin aku pulang." Jawab Sonia yang masih ketakutan di belakang tubuh Vanno dan tak lama datang Nila beserta kedua anak buahnya. Vanno pun pasang badan untuk melindungi Sonia.
"Mau apa kalian?" Tanya Vanno
"Aku ada urusan dengan wanita jalang ini, jangan ikut campur urusanku."
"Pergi dari sini sebelum aku menghajar kalian semua." Nila memerintahkan kedua anak buahnya untuk menyerang Vanno.
"Masuk mobil Son." Perintah Vanno pada Sonia dan langsung diiyakan oleh Sonia. Sonia melihat perkelahian antara Vanno dan anak buah Nila dari dalam mobil, dia sangat takut jika Vanno kenapa-napa. Vanno dengan gampangnya menghajar mereka berdua, dan Nila pun menjadi kicep melihat Vanno. Mereka pergi begitu saja, Vanno memasuki mobilnya dan melihat Sonia yang saat ini sudah terluka.
"Dia nyakitin kamu ya Son."
"Sedikit, tolong antarkan aku pulang ya."
"Kita obati dulu lukamu ya."
"Ngak usah Van, nggk papa, aku mau pulang aja takutnya nanti Sean udah pulang." Vanno semakin curiga dengan sikap Sonia yang seakan takut pada Sean.
"Kamu ini kenapa sih Son? Kamu kayak takut gitu sama Sean."
"Nggak kok, aku tadi keluar nggak bilang dia, aku takut dia nyariin. Oh iya kan tadi kamu meeting sama dia kan, apa dia udah pulang?" Tanya Sonia memastikan.
"Belum kok, masih banyak kerjaan yang harus dia lakukan di kantor, kamu tenang aja, dia belum pulang kok." Bohong Vanno, dia tau kalau Sean selesai meeting langsung pulang. Vanno hanya ingin memastikan keadaan Sonia dan ingin mengobrol dulu dengan Sonia.
"Kita obati dulu lukamu itu." Vanno membawa Sonia ke rumah sakit terdekat, di sana Sonia di obati. Sonia terlihat panik saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Vanno yang melihat gelagat Sonia semakin curiga kalau wanita itu sedang ketakutan.
"Kita makan dulu yuk, ada yang mau aku bicarakan denganmu." Ajak Vanno yang jelas langsung di tolak oleh Sonia.
"Aku mau pulang aja Vanno, aku takut kalau Sean sudah sampai di rumah, nanti dia tidak melihatku di rumah dan khawatir mencariku."
"Ya sudah kalau begitu hubungi saja dia, bilang kalau kamu telat pulang."
"Aku nggak punya handphone, antarkan saja Vanno aku pulang." Vanno semakin aneh dengan perkataan Sonia yang dia bilang tidak punya hp.
"Kenapa? Apa ponselmu ketinggalan?"
"Enggak, Sean nggak bolehin aku pake hp, ya udah yuk, kita pulang aja." Vanno memilih untuk tidak bertanya lagi, dia segera mengantarkan Sonia pulang, selama di perjalanan Sonia begitu terlihat gelisah.
"Kamu bahagia?" Tanya Vanno tiba-tiba.
"Bahagia, kenapa memangnya?" Tanya Sonia balik.
"Nggak ada, gelagat kamu nggak kayak orang bahagia, kamu lebih kayak tertekan gitu." Sonia tersenyum pada Vanno.
"Aku bahagia kok Van, aku juga baik-baik aja, nggak tertekan sama sekali."
"Oke untuk sekarang aku percaya."
Di perjalanan terdengar azan berkumandang, mereka melipir dulu ke masjid dan menunaikan shalat maghrib, setelah itu kembali melanjutkan perjalanan pulang. Vanno menghentikan mobilnya dan Sonia menatap dengan penuh tanda tanya.
"Kok berhenti?"
"Jujur padaku Son, kamu sering ya dapat kekerasan dari Sean?"
"Kok tiba-tiba kamu nanya begitu?"
"Aku nggak sengaja lihat luka di pundak dan punggungmu waktu di warung Mbak Nem, lukanya terlihat masih baru. Jujur Sonia, itu perbuatan Sean?" Vanno menanyakan sesuatu yang mengganjal di hatinya saat ini.
"Iya, ini perbuatan Sean dan dia begini karena kesalahanku juga. Aku yang membuatnya jadi begini."
"Maksud kamu?"
"Vanno, antara aku dan Sean ada hal yang tidak bisa aku ceritakan jadi aku mohon sama kamu, tolong jangan bertanya lagi mengenai rumah tanggaku." Vanno mengangguk, dia memang tidak berhak ikut campur urusan rumah tangga Sonia dan Sean.
Vanno kembali memacu mobilnya dan Sonia melihat ada yang jualan martabak mini di pinggir jalan.
"Vanno, aku mau beli martabak mini ya, aku laper banget soalnya."
"Oke princess." Vanno tersenyum dan menghentikan mobilnya, mereka berdua pergi membeli martabak mini dengan berbagai rasa, sambil menunggu, Vanno dan Sonia bergurau dan membicarakan hal yang tidak penting, bahkan sesekali Sonia menertawakan orang yang lewat dengan penampilan yang aneh.
Pembeli saat itu sedang ramai jadi mereka harus sabar dulu menunggu, saat sedang bersenda gurau, ada seorang wanita paruh baya menghampiri Vanno dan Sonia.
"Suamimu tampan sekali nak, kalian terlihat sangat bahagia sekali. Sudah menikah berapa lama?" Tanya wanita itu, Vanno dan Sonia saling pandang.
"Sudah dua bulan bu." Sonia kaget mendengar jawaban Vanno. Pria itu hanya nyengir tak bersalah, Sonia menyenggol lengan Vanno.
"Istrimu sudah hamil?" Tanya wanita itu lagi.
"Belum bu, kami masih menundanya." Obrolan mereka terhenti saat tukang martabak memberikan pesanan mereka.
"Kami permisi dulu bu." Pamit Vanno, wanita itu hanya mengangguk. Vanno dan Sonia memasuki mobil dan menyantap martabak tersebut. Vanno begitu nyaman dan bahagia saat ini, dia bisa melihat Sonia tersenyum dan bahkan tertawa.
"Mau coba rasa strawberry nggak?" Vanno menyodorkan martabak ke mulut Sonia dan disambut hangat oleh Sonia.
"Hm enak."
"Kamu suka ya beli jajanan begini?"
"Iya suka banget malahan, makanan begini lebih enak."
"Iya juga sih, aku dari dulu malah jarang banget beli makanan begini karena malas antrinya."
"Kalo ingin mendapatkan sesuatu itu ya harus sabar menunggu."
"Aku udah sabar menunggu kamu dulu tapi aku nggak dapat tuh."
"Apa sih Vanno, ngelantur banget kamu." Mereka kembali tertawa hingga kepanikan Sonia hilang perlahan, Vanno segera mengantarkan Sonia pulang karena sudah jam 8 malam.
Vanno kembali dengan perasaan bahagia, walau hanya sebentar bersama Sonia namun itu sudah cukup untuk melepaskan rindunya.
"Lalu kenapa kamu pulang semalam ini?" Tanya Sean penuh intimidasi yang membuyarkan pikiran Sonia.
"A-aku-"
"Dan siapa yang memesankan taksi online untukmu?"
"Rani."
"Kenapa kamu pulang semalam ini?" Tanya Sean lagi.
"Tadi aku mampir dulu di tempat jualan martabak, pembelinya antri dan aku harus menunggu."
"Siapa yang nganterin kamu pulang?" Sonia tidak mau berbohong lagi, dia sudah pasrah dengan apa yang akan Sean lakukan padanya.
"Sama Vanno." Jawab Sonia dengan mantap tanpa ada keraguan sama sekali.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.