NovelToon NovelToon
"Rumah Tua" (Adelia Adena).

"Rumah Tua" (Adelia Adena).

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Rumahhantu / Hantu
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Khairunnisa Nur Sulfani

Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.

Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).

Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.

Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.

Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dimana Lilian?

Ketika sudah masuk ke rumah. Aku dapati Lilian tengah duduk seorang diri sambil menghangatkan diri di depan perapian. Aneh, tapi aku tak menanyakannya karena seperti yang kamu tahu kami tidak akrab.

Kurasa dia tahu jika aku sudah masuk ke dalam rumah, tapi dia diam saja dan mengabaikanku. Tidak biasanya.

"Susah pulang, Adelia?" tanyanya yang membuatku sedikit terkejut karena biasanya ia akan memanggilku dengan sebutan kakak. Mungkin ia tidak melakukannya sekarang, karena memang aku yang memintanya. Tapi kenapa rasanya sedikit berbeda. Tunggu, dia bilang, 'Susah pulang, Adelia? dan bukannya 'Sudah pulang, Adelia?.'

"Oh, sayang, maaf. Mama meninggalkanmu, mama baru sadar setelah sampai dirumah." jelas Mama tiba-tiba dengan wajah memelas dan menghampiriku yang ada diruang tamu. Mungkin Mama dengar ketika aku membuka pintu.

"Kamu marah, Sayang?" tanya Mama lagi. Aku hanya berdecak malas sebagai jawaban jika aku tengah kesal.

"Sorry." tambahnya lagi.

"Jahat banget sih, ninggalin anaknya sendiri mentang-mentang sekarang ada Lilian." jawabku cemberut. Mama hanya tertawa mendengarnya, menganggapnya konyol karena kemarahanku hanya dirasa dibuat-buat.

Mama celingukan mencari sesuatu diluar dan sepertinya tengah khawatir.

"Cari apa, Ma?." tanyaku.

"Oh, nggak. Sepertinya nanti hujannya bakal deras. Ganti baju gih!." perintah Mama. Saat akan melangkah menaiki lantai dua. Mama menghentikan langkahku dengan menanyakan keberadaan Lilian.

"Tuh, lagi hangatin diri di depan perapian." jawabku sekenanya. Tapi lagi-lagi mama masih mengajakku bicara.

"Apa maksudnya sih, Del. Jelas-jelas belum hujan, ngapain pakai acara nyalain api di perapian." kata Mama. Aku cukup terkejut mendengar penuturan Mama dan segera melangkah mendekati perapian. Dan benar, perapiannya masih dalam keadaan semula. Rapi, dan tak ada tanda-tanda seseorang habis menyalakan api. Aneh.

"Serius dong, Del. Tadi ketemu dimana kalian?." tanya Mama semakin membuat bingung. Mama menghembuskan nafas kesal.

"Tadi itu, waktu kita sadar ninggalin kamu. Lilian tiba-tiba minta buat nungguin kamu. Yasudah mama iyakan saja, jadi mama pulang sendirian ke rumah." jelas Mama.

"Tapi tadi kalian ketemu, kan? Kamu jangan liatin Mama kayak bingung gitu dong, Sayang."

"Adelia memang bingung, Ma. Masalahnya tadi Adelia memang lihat kalau Lilian lagi duduk depan perapian."

"Ya, mama dengar, tapi gak ada kan sekarang!." jelas mama membantah.

"Ya, mungkin udah masuk kamarnya kalik." tanpa mengatakan apa-apa lagi, Mama segera mengecek keberadaan Lilian di Kamarnya. Setelah itu Mama keluar lagi dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Gak ada loh, Del." jelas Mama makin panik, mama segera mencari Lilian ke segala ruangan yang ada di rumah. Mama mendesakku agar ikut mencari Lilian.

Saat akan mencari Lilian ke luar, akhirnya yang dicari datang juga. Liliana datang dengan ekspresi wajah dingin dan datar. Tidak biasanya dia seperti itu, apa dia marah?

"Tuh, kan, kamu sih, Del." ujar Mama.

"Kok Adelia sih, Ma." balasku tak terima di salahkan.

"Udah ah, ayok." kami masuk ke dalam rumah, sedang Mama mengatakan jika ia akan ke dapur untuk memasak makanan untuk sore ini.

Sedang Lilian hanya diam saja depan perapian tanpa mengatakan apa-apa.

"Aku tadi cari kamu, loh, Del. Eh, tahunya yang di cari udah pulang lebih dulu." ujar Lilian ketus. Benar dugaanku, sepertinya ia marah, karena aku tiba lebih dulu.

"Aku mana tahu kalau di cariin, lagian siapa yang minta kamu buat nungguin, sih!." sahutku ketus balik menyalahkannya.

"Benar, harusnya aku gak perlu nunggu kamu." ujarnya, kemudian meninggalkanku sendirian dan bergegas masuk ke dalam kamarnya. Sementara aku masih berdiri mematung melihat kepergian Lilian.

Pintu di buka dari luar, dan Papa berdiri depan pintu rumah bersama Lilian. Mereka nampak basah kuyup. Ya, diluar sedang hujan deras dan aku baru menyadarinya sekarang, karena sibuk melihat Mama yang panik sendirian sedari tadi.

Tunggu, aku bilang apa barusan? Papa masuk ke dalam rumah bersama Lilian. Bagaimana bisa? Bukankah Lilian sudah pulang sejak tadi, dan kami baru saja sedikit berdebat hingga akhirnya Lilian masuk ke kamarnya.

Jika sekarang ia datang bersama papa, lalu kapan dia keluarnya dan kenapa aku tidak lihat? Sedang aku sudah disini sejak tadi.

"Kak Adelia, kenapa lihatin Lilian kayak gitu?." tanya Lilian. Benar, Lilian yang biasanya, selalu memanggilku dengan sebutan kakak meski aku melarangnya. Sedang Lilian tadi, dia hanya memanggil namaku saja, tapi ia terkesan lebih dingin dan yang sekarang biasa saja.

"Lilian bareng sama papa, soalnya tadi papa lihat dia jalan sendirian basah-basah. Katanya sih nunggu kamu, yaudah papa ajakkin aja pulang, siapa tahu kamu sudah dirumah." jelas papa. Beralih menatap Lilian yang juga tengah melihat ke arahku, Lilian mengangguk membenarkan ucapan Papa.

"Benar, Kak. Tadi Lilian nungguin kak Adelia."

"Maaf, jadinya Lilian pulang sendiri sekarang." tambahnya. Sedang aku, aku tidak fokus pada apa yang mereka ucapkan. Otakku sedang mencerna apa yang sedang terjadi. Tapi aku tahu yang di depanku sekarang, adalah Lilian yang biasanya. Liliana yang aneh, Lilian yang suka meminta maaf, dan Lilian yang suka menunduk.

Tanpa mengatakan apa-apa, aku bergegas menuju ke Kamar Lilian dan segera membuka pintunya. Aku dapati kamarnya dalam keadaan kosong dan rapi.

"kak Adelia cari apa?." tanya Lilian bingung.

"Enggak, nggak cari apa-apa." jawabku agak panik dan bergegas naik ke lantai dua menuju kamarku. Aku lihat tirai kamarku terbuka, segera aku ingin menutupnya. Tapi lagi-lagi fokusku terpecah ke rumah depan sana.

Ada perempuan yang juga tengah berdiri di dekat jendela kamarnya, perempuan sore tadi. Orang yang sama seperti yang kulihat kemarin malam. Aku segera menarik tiraiku dan menutup jendelanya.

Aku takut ia melakukan hal seperti tadi. Menyeringai dengan aneh. Kembali teringat kejadian saat pulang tadi, saat perempuan itu menyeringai. Mengapa di bayanganku jika giginya berwarna hitam?

Aneh sekali bukan. Gadis yang ku takdir seusiaku memiliki gigi berwarna hitam? Apa dia pakai behel? Ya, kurasa itu memang kemungkinan yang paling masuk akal.

Mengapa ini menggangguku, dan aku merasa terganggu sekali. Aku mencoba berbaring tapi aku merasa khawatir akan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu tentang apa itu.

"Adelia, kakak sudah tidur?." itu suara Lilian disertai dengan suara pintu yang di ketuk. Aku merasa sedikit tenang, dan bergegas hendak membuka pintu kamarku.

Tiba-tiba telepon genggamku berdering tanda ada pesan masuk. Aku mengabaikannya dan hendak membuka pintu terlebih dahulu, tetapi pesan yang muncul di layar, mengalihkan fokusku.

-Lilian

#kak Adelia. Pintunya jangan dibuka, Lilian gak ada naik ke atas.#

Degh, jika Lilian mengirimiku pesan yang isinya melarangku untuk membuka pintu, lalu siapa Lilian yang berdiri diluar kamarku?

"Kak," panggil seseorang itu lagi.

"Sudah tahu, ya. Hihi." tawanya seolah mengejek. Kini handle pintu kamar berbunyi tanda seseorang berusaha membukanya secara paksa.

Liliana

#Tenang, kak. Dia gak bisa masuk kamar." pesan dari Liliana yang berhasil membuatku menutup mulutku takut, sungguh aku merasakan ketakutan yang luar biasa.

Ini sangat menakutkan, dan aku baru kali ini mengalami hal setidakmasuk akal ini seumur hidupku.

"Besok Lilian jelasin." tambahnya. Aku berharap pagi segera menjelang, dan hal menakutkan ini segera berlalu. Aku ingin menjalani hidupku dengan tenang, Tuhan.

Waktu berjalan lambat, dan perempuan yang menyerupai Lilian diluar pintu sudah tidak terdengar lagi. Apa ia sudah pergi? Tapi makhluk apa itu sebenarnya? Mengapa ia ingin mengaku menjadi Lilian?

Aku yang sebenarnya sangat mengantuk kini berusaha agar tetap terjaga. Kita tidak tahu hal menakutkan apa saja yang bisa terjadi setelah ini, ya kan?

____

Dan disinilah kami sekarang, tengah duduk di meja makan untuk sarapan pagi. Tidak ada obrolan apapun kecuali hanya suara piring dan sendok yang saling beradu.

Aku menatap ke arah Lilian yang juga tengah menatapku. Sebelumnya Lilian mengatakan agar kami selesai paling terakhir agar tidak terdengar oleh Mama dan papa, Lilian bilang mereka belum boleh mengetahuinya sebelum kami tahu apa yang sedang terjadi.

Sebenarnya aku malas berlama-lama dengan Lilian, jujur saja aku masih kesal pada ia dan ibunya. Tapi kupikir mungkin ini waktunya agar semua bisa jelas, dan kurasa memang sudah seharusnya jika kami dekat, karena kami saudara.

Ya, kurasa memang bukan waktunya lagi untuk memikirkan ego juga perasaan sendiri. Beberapa menit kemudian, kini tampak hanya ada aku dan Lilian saja di meja makan, sementara mama dan papa sudah beranjak lebih dulu.

"Apa yang mau kamu jelasin?." tanyaku, sebenarnya aku cukup gengsi untuk memulai pembicaraan, mengingat sikapku terakhir.

"Menurut kak Adelia, apa kakak mengalami hal aneh sebelum kejadian semalam?." tanyanya menatapku yang berhasil membuatku berpikir ulang.

"Hmm, apa ya?." gumamku pada diri sendiri.

"Mungkin dimulai sejak kemarin malam," jelasku, aku menceritakan semua yang aku alami pada Lilian, mulai dari saat aku hendak menutup tirai jendela dan saat aku melihat perempuan seusiaku yang juga tengah berdiri didepan jendela kamarnya, perempuan dengan rambut panjang dan mengenakan dress warna putih.

Aku juga menceritakan saat kami pergi untuk menyapa tetangga dekat rumah untuk berkenalan, aku mengatakan jika aku merasa perempuan tersebut memperhatikan kami, juga saat aku pulang sendiri. Perempuan itu juga seolah habis dari suatu tempat, dan saat akan masuk ke rumah, perempuan itu menyeringai ke arahku dengan cukup mengerikan.

"Kurasa giginya pun berwarna hitam." sahutku kembali mengingat.

"Lalu, apa lagi?." tanya Lilian seolah ia tidak terkejut dan biasa saja mendengar itu semua.

Aku menggeleng memastikan bahwa sudah tidak ada lagi hal lainnya.

"Kakak yakin?." tanyanya lagi. Aku kembali berusaha mengingat apa yang aku lupakan, hingga aku kembali teringat ucapan perempuan tua dan mengatakannya pada Lilian. Ekspresi wajah Lilian biasa saja, seolah itu bukan hal menakutkan.

"kak Adelia siap, dengerin semua cerita Lilian?." tanyanya kali ini menatapku, aku mengangguk membenarkan ucapannya dan setuju.

Liliana menceritakan jika dikamarnya ada sosok lain yang berhasil membuatku merasa ketakutan. Tapi Lilian memintaku untuk mendengarkannya hingga selesai. Liliana bilang jika sosok itu seperti tidak jahat, meski ia belum bisa memastikannya. Ia menceritakan jika ia mengetahui hal tersebut, saat ia mendengar ada suara lain yang membalas pembicaraannya.

Liliana juga bercerita jika ia melihat perempuan tua keluar dari rumah itu sambil menyeret sesuatu yang entah apa.

"Kemungkinannya rumah itu dihuni oleh dua orang. Ibu dan anak, yang kurasa sama-sama anehnya." jelas Lilian lagi. Ia meminta kami berkerja sama untuk mencari tahu hal tersebut dan siapa kedua perempuan itu.

Mengapa nampak seperti penuh dengan hal menakutkan. Aku melihat ke arah wajah Lilian dan nampak wajah lelah penuh dengan kantong bawah mata yang menghitam khas orang yang kurang tidur, mata panda kita menyebutnya. Kurasa penampilan Lilian sekarang tidak jauh berbeda denganku sendiri.

"Apa kamu tidak takut?." tanyaku memastikan ingin tahu jawabannya.

"Tentu saja aku takut. Kak Adelia serius menanyakannya!." jawabnya seolah tak percaya.

"Kak Adelia, takutkah?." tanyanya kini menatapku cemas.

"Tentu saja, aku takut." jawabku, ah, sial, sepertinya Lilian menyukai kedekatan kami.

"Tidak mau satu kamar saja?." tanyanya dengan mata berbinar-binar.

"Tidak." sahutku cepat. Dan disinilah kami sekarang, di kamarku. Meski aku tidak mengatakan ingin sekamar saja dengannya, tapi sebenarnya aku tidak mempermasalahkannya juga.

Lilian menyarankan agar jendela kamarku dipasang dengan sejenis tralis, juga kacanya di tutupi menggunakan kertas saja. Karena jika hanya menggunakan tirai, Lilian khawatir tirai itu tersingkap kapan saja, dan bisa saja saat itu adalah saat yang tidak mengenakkan. Jadi aku meminta papa untuk segera melakukannya.

Benar, semua rencana sederhana itu sudah dilakukan dengan baik, dan Papa adalah tukang terbaik yang bisa di andalkan.

"Tapi kenapa sih kak, itu mesti di rombak segala. Kan gak aesthetic jadinya." ujar Mama. Ya, andai Mama tahu alasan sebenarnya, kurasa Mama pasti akan segera meminta Papa pindah dari sini.

"Kalian takut dengan tetangga depan rumah?." kali ini Papa yang bersuara. Hal itu berhasil membuatku dan Lilian saling berpandangan karena terkejut seolah papa bisa mengetahui apa yang kami pikirkan.

"Papa tahu sesuatu?." tanya Mama antusias. Sedang papa hanya mengangguk membenarkan.

"Ya, tentu saja papa tahu. Apa kalian pikir, papa membeli rumah ini tanpa menanyakan dulu bagaimana lingkungan sekitarnya." ujar Papa kali ini menatap kami satu persatu.

"Tetangga depan?." tanya kami bersamaan.

"Wah, kok kompak, sih." ujar papa sambil menyesap tehnya disela pembicaraan.

"Serius, Pa." tuntut Mama, meminta kejelasan. Hal yang juga kami nantikan dengan tidak sabar.

"Rumah depan itu kosong." ujar Papa.

Degh, kosong? Bagaimana mungkin, lalu bagaimana dengan perempuan yang aku lihat, juga Liliana, bukankah ia melihatnya juga? Bahkan Liliana bilang jika ia melihat perempuan tua sedang keluar dari sana.

"Kenapa, sih? Kok kayak kaget banget." ujar Papa.

Disini kami pun menjelaskan alasan mengapa kami begitu terkejut mendengar penuturan Papa. Sedang papa nampak biasa saja.

"Wajar saja jika kalian melihatnya. Itulah alasan mengapa ada pantangan untuk keluar saat surup." jelas Papa membuat kami tertunduk merasa benar akan ucapan papa.

"Adelia, bukankah saat itu sudah mendekati waktu magrib?." papa menanyakan apakah saat aku melihat itu saat hari sudah beranjak sore. Aku membenarkan pertanyaan papa, begitu pun dengan Lilian.

"Kok ngeri sih, Pa. Mama mau pindah deh dari sini." balas Mama.

"Udahlah sayang. Selama hal tersebut tidak membahayakan, jangan merasa itu menakutkan. Ingat, takutlah hanya pada pencipta." jelas Papa.

Mungkin papa benar dan alasan yang diberikan oleh papa cukup logis. Tapi sebagai manusia, rasanya sangat tidak mungkin jika kami tidak takut dengan fakta sesungguhnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!