Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
“Nenek Luna…” suara Lyra terdengar riang ketika melihat sosok wanita anggun yang kini berdiri menyambutnya.
“Lyra… cucuku,” sapa Nenek Luna hangat. Beliau berjalan mendekat dan memeluk Lyra erat.
Lyra tersenyum lembut, membalas pelukan hangat itu. Dalam hati ia terkekeh, “Wah, aku benar-benar memeluk seorang bangsawan di dunia nyata.”
“Bagaimana keadaanmu, sayang?” tanya Nenek Luna penuh perhatian. “Oh, ayo duduk dulu,” tambahnya sambil mengajak Lyra ke sofa besar berlapis beludru.
“Aku baik-baik saja, Nek,” jawab Lyra sambil tersenyum. Matanya melirik sekeliling, seperti mencari seseorang.
“Apa yang sedang kau cari, Lyra?” tanya Nenek Luna, memperhatikan gerak-gerik cucunya itu.
“Nenek, di mana nenekku? Apakah dia sudah datang?” tanya Lyra dengan nada riang.
Nenek Luna mengerutkan kening, tampak bingung. “Nenekmu? Bukankah dia tinggal di Kota N? Apakah dia mengatakan akan ke sini?”
Mendengar itu, senyum Lyra yang tadi cerah langsung lenyap. Ia menoleh tajam ke arah Jun, matanya memancarkan kemarahan.
“Pria brengsek, dia menipuku,” batinnya, mendapati Jun duduk santai dengan ekspresi netral tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tatapan mereka bertemu, dan Lyra semakin kesal melihat sikap angkuh pria itu.
“Siapa suruh kau melawan perintahku,” batin Jun dengan tatapan penuh dominasi.
Namun, Nenek Luna memecahkan suasana tegang itu dengan tawa kecilnya. “Nenek perhatikan tubuhmu semakin berisi, Lyra. Sepertinya Jun memperlakukanmu dengan baik,” goda beliau dengan nada ringan.
Lyra tersenyum canggung, ingin sekali mengungkapkan tabiat cucunya yang sebenarnya.
“Nenek, sebenarnya aku dan Tuan Jun…” Lyra mencoba menjelaskan, tetapi ucapan itu dipotong oleh Jun.
“Nenek, aku dan Lyra sebenarnya ingin menginap di sini malam ini,” ucap Jun tiba-tiba, membuat Lyra melotot kesal.
“Oh, benarkah? Tentu saja, dengan senang hati! Nenek akan menyuruh pelayan menyiapkan kamar untuk kalian berdua,” sahut Nenek Luna dengan wajah bahagia.
Lyra benar-benar kesal. Bukan itu yang ingin dia katakan! Namun, dia hanya bisa menghela napas, merasa semakin tak berdaya menghadapi Jun.
“Baiklah, kalian pasti lapar. Para pelayan sudah menyiapkan makanan. Ayo kita makan dulu, nanti kamar kalian akan dibereskan,” ajak Nenek Luna sambil berjalan menuju ruang makan.
Lyra berdiri, lalu berjalan melewati Jun dengan langkah cepat. Saat lewat, kakinya sengaja diinjakkan dengan kuat ke kaki Jun.
“Aww!” Jun meringis, menahan sakit. “Dasar wanita gila!” gumamnya.
Lyra berbalik sebentar, menjulurkan lidahnya sambil mengejek, “Blee!” Kemudian ia berlari mengejar Nenek Luna, meninggalkan Jun yang masih merintih.
Satria, yang menyaksikan semuanya dari belakang, hanya menggeleng sambil tersenyum kecil.
“Bos dan istri kecilnya ini memang seperti anak-anak,” gumamnya pelan.
Lyra tiba di ruang makan, matanya berbinar melihat ruangan itu. Ia benar-benar merasa seperti didalam kerajaan.
Ruang makan di mansion Nenek Luna adalah perpaduan keanggunan klasik dan kemewahan modern. Sebuah meja makan panjang yang terbuat dari kayu mahoni berlapis ukiran halus berdiri megah di tengah ruangan, cukup untuk menampung hingga dua puluh orang. Kursi-kursinya berlapis kain beludru berwarna krem dengan sandaran berhias ukiran emas, mencerminkan sentuhan aristokrat yang elegan.
Di atas meja, tergantung lampu gantung kristal besar yang memancarkan cahaya hangat keemasan, menciptakan suasana nyaman sekaligus mewah. Tirai sutra putih bergelombang menghiasi jendela besar, memamerkan pemandangan lembah hijau dan langit biru di luar. Vas-vas porselen antik berisi rangkaian bunga segar berwarna pastel menambah nuansa romantis di ruangan tersebut.
Meja makan itu sudah tertata sempurna dengan peralatan makan perak dan piring porselen berbingkai emas. Di atas meja, berbagai hidangan menggugah selera telah tersaji, menunjukkan dedikasi para koki mansion.
Ada sup krim asparagus dengan roti baguette hangat di sisinya. Ayam panggang rosemary yang kulitnya renyah mengilap dengan saus mentega lemon. Salmon panggang dengan glasir madu dan potongan lemon segar, dihias dengan daun dill. Steik sapi premium dengan saus lada hitam, disandingkan dengan kentang tumbuk lembut dan sayuran panggang. Nasi pilaf berbumbu rempah-rempah dengan kismis dan kacang almond panggang. Salad segar dengan sayuran hijau, tomat ceri, keju feta, dan saus balsamik yang ringan. Dessert platter yang terdiri dari macarons warna-warni, potongan kue tart stroberi, dan crème brûlée dengan lapisan gula karamel yang renyah.
Di sisi meja, deretan botol anggur merah dan putih terbaik tersedia, sementara teko porselen berisi teh melati dan kopi Arabica juga disiapkan bagi mereka yang tidak minum anggur.
Suasana di ruang makan semakin lengkap dengan aroma makanan lezat dan suara gemerincing halus peralatan makan yang disiapkan para pelayan.