Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Opa Sakit
Papa tidak menyangka bahwa selama ini putranya menolak banyak perempuan dan menolak untuk dijodohkan hanya karena ia sedang menunggu satu perempuan yang dicintainya dalam diam. Dan lebih mengejutkannya lagi perempuan itu adalah keponakan istrinya sendiri. Meski antara Erlangga dan Rifka bukan sepupu asli, tapi Papa Pras khawatir akan ada pihak yang tidak setuju dan nantinya justru akan lebih melukai hati putranya.
Keesokan harinya.
Pagi-pagi Bunda mendapat telpon dari Mami Fatin.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Dek, cepat ke rumah Bunda!"
"Ada apa, Mbak?"
"Abi sakit, mungkin harus dibawa ke rumah sakit. Pokoknya kamu cepat ke sini."
"Iya, iya Mbak."
Bunda Winda tidak jadi membahas soal Erlangga kepada Mami Fatin. Ia segera mengajak suaminya untuk pergi ke rumah orang tuanya. Ia sampai lupa untuk memberitahu putranya. Ia hanya pamit kepada mertuanya.
Jam 7 Erlangga baru saja bangun setelah tidur lagi selesai shalat shubuh tadi. Matanya terlihat bengkak.
"Sepertinya harus pake kaca mata biar tudak kelihatan." Lirihnya.
Erlangga turun ke bawah untuk sarapan pagi. Namun ia tidak melihat keberadaan Bunda dan Papanya.
"Oma, kemana Bunda dan Opa?"
"Tadi mereka buru-buru berangkat ke rumah Opa Tristan, Er. Katanya Opa Tristan sakit."
"Apa? Kenapa Er tidak diberitahu?"
"Bundamu panik tadi. Kamu juga masih tidur. Coba telpon saja, tanyakan keadaan Opa!"
Erlangga kembali ke kamarnya untuk menanyakan keadaan Opa. Namun telponnya tidak segera diangkat. Erlangga turun lagi ke bawah untuk melanjutkan sarapannya. Setelah selesai sarapan, ia menelpon lagi.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, bang."
"Bunda, bagaimana keadaan Opa?"
"Bang, kita sedang di rumah sakit. Opa sedang ditangani. Sepertinya Opa hipertensi dan kehilangan kesadaran.."
"Subhanallah... semoga Opa baik-baik saja ya, Bun."
"Amin... oh iya, Bang. Adikmu sudah berangkat?"
"Sudah, baru saja berangkat."
"Bang, kata Papa kamu ndak usah ke sini dulu! Kamu ke kantor ya, katanya sekarang ada meeting?"
"Iya, Bun."
"Gantiin Papa ya."
"Baik, bun. Kabari Er lagi nanti ya, Bun. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Erlangga segera bersiap untuk pergi ke kantor. Ia menghubungi Kendra untuk menjemputnya, karena mobilnya dibawa Kendra pulang.
Satu jam kemudian, Kendra sampai di rumah Erlangga. Mereka segera berangkat ke perusahaan.
Kendra gagal fokus melihat a Erlangga memakai kacamata. Tidak biasanya Erlangga memakai kacamata putih. Biasanya ia memakai kacamata hitam, dan akan dilepas saat di dalam mobil.
"Bos."
"Iya?"
"Kamu minus, Bos?"
"Tidak, ini kacamata baca."
"Oh... tapi kan Bos sedang tidak membaca."
"Nyetir yang benar, Ken. Atau kamu mau gajimu dipotong?"
"Waduh, jangan lah Bos. Buat tabungan nikah, haha.... "
"Ah iya aku lupa menanyakan. Bagaimana dengan Qonita?"
Kendra menceritakan soal hubungannya dengan Qonita. Qonita masih saja menjauh dari Kendra. Namun Kendra tetap memberinya perhatian melaui pesan chat. Ia ingin bertanggung jawab dengan statusnya sebagai tunangan Qonita. Apa lagi ia memang memiliki perasaan kepadanya.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di perusahaan. Erlangga langsung memerintahkan Kendra untuk mengumpulkan staf yang akan ikut meeting. Meski dalam pikirannya sedang berkecamuk, namun kali ini Erlangga harus mengenyampingkan urusan hatinya itu untuk pekerjaannya. Karena saat ini, ini harus fokus kepada perusahaan. Papa sudah memberi amanah kepadanya.
"Konsentrasi, Erlangga. Kamu pasti bisa. Jangan buat Papa kecewa." Batinnya, sambil mempelajari bahan yang akan dibahas dalam meeting.
Sedangkan di rumah sakit, anak dan menantu Opa Tristan sedang menunggu di depan IGD.Oma Salwa tidak ikut karena tidak diperbolehkan anak-anaknya. Dia ada di rumah bersama cucunya.
"Bagaimana keadaan Abi, dok?"
"Bu Salwa, tensi dan kolesterol beliau tinggi sehingga badannya tidak cukup kuat. Makanya beliau pingsan. Kami akan melakukan CT scan dan rontgen untuk Tuan Tristan. Kami khawatir ada penyumbatan pada syaraf otaknya. Tapi alhamdulillah kaki dan tangan beliau bisa digerakkan. Hanya saja kami khawatir, jadi lebih baik CT scan saja."
"Lakukan yang terbaik, dok."
"Tentu saja, Bu."
Setelah mengambil sample darah, Opa Tristan didorong oleh perawat untuk dibawa masuk ke ruang CT scan setelah itu dokter melakukan rontgen. Anak dan menantunya menunggu di depan ruang radiologi.
Kembali lagi ke perusahaan.
Erlangga baru saja menyelesaikan tugasnya untuk memimpin rapat. Ini pertama kalinya ia lakukan. Namun hasilnya sangat memuaskan. Ia bersyukur dapat mengembangkan amanat dengan baik. Setelah selesai, ia langsung kembali ke ruangannya. Ia pun menelpon Bundanya lagi untuk menanyakan keadaan Opa. Bunda bilang masih menunggu hasil pemeriksaan rontgen.
Erlangga hanya bisa mendo'akan.
"Nanti pulang dari kantor, Erlangga akan langsung ke rumah sakit, Bun."
"Iya, Bang."
Setelah melalui beberapa pemeriksaan, Opa dibawa ke kamar rawat inap.
Satu jam kemudian, hasil rontgen dan CT scan keluar. Dokter memanggil keluarga Opa. Kali ini yang masuk adalah Om Fatan dan Tante Ira.
Dokter mengatakan bahwa terjadi pembengkakan pada jantung Opa akibat hipertensi. Yang lain tidak ada masalah. Hanya tensi dan kolesterolnya sangat tinggi, jadi harus terus dikontrol. Tidak perlu dikhawatirkan, namun harus dijaga agar tensinya bisa normal lagi.
Om Fatan dan Tante Ira keluar dari ruang dokter. Mereka menjelaskan kepada saudara dan iparnya tentang keadaan Abinya. Setelah itu, mereka masuk ke dalam kamar inap Opa Tristan.Kamar tersebut memang khusus keluarga Opa.Karena saat rumah sakit itu direnovasi, dulu almarhum Abinya Opa Tristan membangun khusus keluarganya dua kamar yang berukuran besar dengan fasilitas VIP. Di dalam ada Tante Kamelia dan Tante Nisa yang menjaga Opa. Opa pun sudah membuka mata.
"Kenapa Abi di rumah sakit?"
"Tadi Abi pingsan."
"Uhuk uhuk uhuk.. "
"Minum dulu, Bi."
Tante Nisa memberi Opa minum.
"Abi ingin pulang."
"Jangan dulu, Bi. Abi harus dirawat inap barang dua atau tiga hari ya."Sahut Mami Fatin.
"Mana panggil dokternya! Apa msi abi pecat?"
"Astagfirullah... Abi, jantung abi bengkak. Jadi Abi harus dirawat. Abi juga harus jaga emosi buat cepat sembuh ya." Ujar Ira menenangkan Abinya.
"Lalu siapa nanti yang akan urus burung-burung Abi?"
"Jangan pikirkan burung dulu, bi. Gampang, ada anak-anak nanti."
"Huh... cuma Erlangga yang telaten ngerawat burung Abi."
"Iya, nanti biar Winda suruh Er ke rumah Abi."
Baru lah Opa bisa tenang mendengar ucapan Bunda Winda. Mami Fatin menelpon Oma Salwa agar tidak khawatir dengan keadaan Opa Tristan.
Bunda Winda menelpon Erlangga agar setelah dari kantor, ia pergi ke rumah Opa Tristan untuk memberi makan dan memandikan burung peliharaan Opa. Erlangga pun menyanggupinya.
Mami Fatin meminta suaminya agar menghubungi keluarga Pak Zainal untuk membatalkan pertemuan hari ini karena ada kepentingan mendesak.
Bersambung....
...****************...
Part selanjutnya penuh kejutan.
Tunggu besok ya 😄
Yuk jangan lupa vote, like, komen, rate....
Ah author banyak maunya ya kak 😁
Tapi ini penting banget untuk author
Makasih kakak semua 😘
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka