Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Guru Yang Unik
Setelah rombongan itu menunggu beberapa lama untuk berkabung atas 'tewas' nya Siaw Jin di lembah Mong Li, Xiansu segera mengajak mereka semua melanjutkan perjalanan.
Setelah seminggu menyusuri kaki pegunungan himalaya, akhirnya dari keterangan pemburu yang mereka jumpai, mereka telah berada di daerah sepasang manusia iblis.
Xiansu dan paman Bu yang kini mulai melatih Siaw Gin dan Siaw Kim dasar dasar ilmu silat untuk penjagaan diri, merasa penasaran dengan sebutan warga disana. Sejahat apa sepasang suami istri itu hingga dijuluki manusia iblis.
Maka setelah berunding dengan paman Bu, Xiansu memutuskan untuk lewat rumah sepasang manusia iblis itu. Sebelumnya Xiansu telah berpesan, jika ada ancaman bahaya, paman Bu dan para prajurit akan menjaga keamanan rombongan sedangkan sepasang manusia iblis akan di hadapi oleh Xiansu seorang diri.
Ketika rombongan itu tiba disana, hari sudah sore. Sepasang suami istri yang berasal dari mayong india itu pun keluar dari rumah mereka menyambut siapa yang datang sore sore begini.
Setelah bertatap muka langsung, Xiansu segera memberi hormat dengan merangkapkan tangan di depan dada sembari berkata,
"Maafkan kami yang kebetulan melewati rumah tuan dan nyonya disini. Maaf jika kami serombongan mengganggu. Kami ingin meminta tolong untuk diberi tumpangan malam ini jika tuan dan nyonya tidak keberatan".
"ah, nama tersohor paman Xiansu sudah lama sampai ke telinga kami dan hari ini kami baru bisa berjumpa secara langsung. Tentu kami tidak keberatan, silakan masuk. Mari mari". Sambutan dari Rambala yang ternyata mengenal ciri ciri Xiansu itu terasa hangat di hati para rombongan.
"Sebelumnya maaf, siapakah tuan dan nyonya, mohon sudi di maafkan jika aku sebelumnya belum mengenal kalian." Seru Xiansu tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.
"Kami suami istri yang berasal dari india yang memutuskan tinggal disini. Kami disini hanya bertiga saja. Rumah ini cukup luas untuk kita semua. Mari kita lanjutkan didalam". Seru Rambala sambil merentangkan tangannya agar mereka masuk.
Akhirnya mereka semua masuk. Para wanita segera diajak duduk secara terpisah oleh Durgha sedangkan meja tamu dikelilingi oleh Xiansu, paman Bu dan tujuh orang mantan prajurit yang masih setia mengikuti Xiansu dan paman Bu.
Setelah hidangan ringan di angkat yang di bantu oleh para tamu wanita, mereka pun mengobrol saling memperkenalkan diri dan bercerita panjang lebar tentang perjalanan mereka hingga sampai kemari.
"Begitulah hingga putra mahkota yang memutuskan ikut kami itu jatuh ke jurang dan sampailah kami ke tempat ini". Tutup Xiansu dengan wajah mengandung duka.
"Kalau boleh tau, rencana paman Xiansu dan rombongan kemana?" Tanya Rambala dengan logat asingnya.
"Kami belum tau. Rencana kami sebagai orang terusir ingin mencari tempat seperti ini dan menetap tinggal menghabiskan masa hidup di luar kerajaan Qing". Jawab Xiansu.
"Kalau begitu tinggal di daerah sini saja. Biar kami pun punya teman dan guru seperti Xiansu dan kanda ini" Desak Rambala dengan senyuman di wajahnya.
Ketika menatap wajah mereka satu satu, hanya wajah Xiansu yang biasa saja. Wajah panglima Bu dan mantan tentara tentara itu nampak agak pucat ketakutan.
"Maaf, bukannya kami menolak, namun,, kami deng,, dengar dengar." Jawaban paman Bu terhenti ketika menatap wajah Xiansu.
"ah, pasti kalian sudah mendengar tentang orang orang menjuluki kami. Ya mau bagaimana lagi. Kami tinggal disini ingin mencari kedamaian. Ketika ada para pembajak dan perompak yang ingin mencelakai kami, terpaksa kami lawan untuk melindungi diri. Mungkin cara kami sekeluarga terlihat sedikit kasar dan sadis bagi anda yang berasal dari daerah sini. Namun itulah cara kami".
Mendengar penjelasan Rambala, para tamu itu kini mengerti alasan mereka menamai suami istri ini dengan sepasang manusia iblis.
"Semua manusia itu ada sisi baik dan buruk nya sendiri sendiri. Semua itu tergantung si penilai. Sudahlah, kami akan pertimbangkan usul tuan Rambala tadi. Masalah keputusannya nanti saja kita bicarakan lagi". Tutup Xiansu dengan wajah berseri.
Akhirnya mereka semua makan malam bersama. Yang merasa paling gembira adalah Raghnaya atau Naya yang kini mendapatkan teman seperti Siaw Kim dan Siaw Gin.
###~***~###
"Auuhh,,, tolooong,, toolooong,," Teriakan Siaw Jin ketika dia siuman dan melihat dirinya rebah didekat seekor beruang salju yang sangat besar sekali.
Beruang itupun mundur sedikit memperlihatkan taringnya kepada Siaw Jin yang membuat bocah remaja itu terdiam.
Saat Siaw Jin telah menemukan semangatnya kembali, dia segera memutar otaknya. Jika saja beruang itu ingin membunuhnya, pasti sudah dilakukan dari tadi. Kini tubuh Siaw Jin bahkan sudah berpindah dari tempat dia pingsan tadi sedikit ke kanan dekat dengan pintu masuk ruangan batu itu.
Beruang yang masih berdarah tangan dan kakinya itu menatap tajam ke arah Siaw Jin sambil mendekati anak kecil itu selangkah demi selangkah.
Siaw Jin yang kebetulan memperhatikan ke arah kanan beruang melihat gambar coretan yang sangat kecil di dinding dekat mayat tengkorak itu seseorang yang berdiri saling berpegangan tangan kanan secara menyilang dengan seekor beruang.
Otaknya yang cerdas langsung berputar dan saat beruang tersebut sudah dekat dengan Siaw Jin, beruang itu langsung menjulurkan tangan nya dan sesaat kemudian, dengan rasa gentar yang sangat, Siaw Jin pun menjulurkan tangannya mengikuti si beruang sehingga tangan kanan mereka kini menempel langsung.
Beruang es itu langsung menangkap tangan Siaw Jin, menariknya dan sambil meraung keras, si beruang melemparkan Siaw Jin keatas hingga hampir menyentuh langit langit batu ruangan itu.
Siaw Jin yang dalam hatinya telah salah kaprah, menerima maut dengan pasrah ketika tubuhnya melayang turun dan akan menghempas dasar lantai batu ruangan itu.
Namun tanpa di sangka sangkanya, tubuhnya kembali di tangkap si beruang salju untuk kemudian di lemparkan sampai berkali kali.
Ternyata perkiraan Siaw Jin salah. Di pikirnya bahwa beruang itu akan membunuhnya. Namun kini sang beruang malah menjadi kawan bermainnya.
Beberapa kali dilempar ke atas oleh si beruang, Siaw Jin kembali pingsan di udara. Siaw Jin sama sekali tidak tau bahwa ketika di tangkap dalam keadaan pingsan, tubuhnya segera di telentangkan oleh beruang kutub itu dan si beruang cepat cepat mengambil air putih segar yang mengalir di sudut ruangan besar itu untuk kemudian diberikan kepada Siaw Jin yang langsung terbatuk batuk.
Setelah Siaw Jin kembali sadar, dia melihat beruang besar itu dan melihat tangan beruang masih mengalirkan darah, Siaw Jin segera merobek bajunya untuk di ikat ke tangan beruang.
Sebelum Siaw Jin mengikat, beruang itu mengambil sesuatu dari belakang tempat duduk batu menonjol di belakangnya untuk di berikan kepada Siaw Jin.
Siaw Jin yang melihat barang seperti tanah liat yang di bulat bulatkan sebesar bola pingpong ditangannya itu hanya melongo saja.
Atas isyarat beruang es, akhirnya Siaw Jin mengerti bahwa bola itu boleh dimakan nya. Kebetulan sekali Siaw Jin sedang sangat kelaparan.
Setelah bola itu dikulum dan di kunyah, rasanya sangat enak dan hangat di mulut Siaw Jin.
Lalu si beruang itu segera mengambil rerumputan di pojok dekat air tergenang dan memilinnya dengan tangan nya lalu tangannya pun di sodorkan ke arah Siaw Jin untuk di ikat dengan sobekan baju Siaw Jin.
Meski Siaw Jin tak berbicara, si beruang itu seakan tau apa saja yang ingin dilakukan Siaw Jin. Setelah mengikat tangan besar beruang es, Siaw Jin berjalan mengambil rerumputan itu dan berkata,
"Sekarang sini ku obati kakimu,"
Dengan bijak beruang itu selonjor kan kakinya untuk diobati Siaw Jin. Setelah selesai melakukan semua itu, Siaw Jin baru menyadari bahwa rasa laparnya telah hilang dan kini seakan tubuhnya penuh tenaga yang bergolak balik antara pusar dan ulu hatinya.
Setelah memakan bola tadi, tubuh Siaw Jin kembali Fit bahkan seluruh badannya tidak merasa kedinginan lagi seperti tadi meskipun kini dia tak berbaju sama sekali.
Setelah merasakan tangan dan kakinya tidak sakit lagi, beruang salju itu segera menarik Siaw Jin ke arah mayat tengkorak dan memberi isyarat untuk mengambil buku di hadapan mayat itu.
Siaw Jin tanpa banyak bantahan langsung saja mengikuti arahan beruang es. Sebelum Siaw Jin mengambil buku itu, dia teringat pesan Xiansu dan orang tuanya.
'Bahwa siapapun yang akan memberinya keuntungan dalam hidup, dia harus di hormati seperti orang tua mu sendiri'.
Mengingat kata kata itu, Siaw Jin tidak jadi mengambil buku malah kembali ke hadapan mayat itu dan bersujud. Ketika dahinya menyentuh tanah.
"Kreek,, kreek,,, traaakkh thaak". Suara alat rahasia yang runtuh setelah Siaw Jin mengambil posisi sujud di depan mayat itu.
Kini Siaw Jin yang melihat hal itu mengerti, siapa saja yang datang dan main ambil saja kitab tersebut, tentu akan tewas di serang alat rahasia tersembunyi.
Namun karna Siaw Jin memilih cara hormat, maka alat alat itu pun seolah di nonaktifkan oleh posisi sujudnya tadi.
Tampak sang beruang kegirangan. Siaw Jin pun dengan penuh khidmat mengambil buku itu dan mulai hari itu, tinggallah Siaw Jin di situ bersama kitab dan beruang besar yang seolah menjadi guru dan pelayan untuk nya.
BERSAMBUNG. . .